> >

Keanekaragaman dalam Kepemimpinan Gubernur Jakarta

Opini | 25 Juli 2024, 21:05 WIB
Suwiryo menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka, 5 Juni 1950. Suwiryo adalah gubernur pertama Jakarta setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. (Sumber: Dok. Kompas.id)

Sebagai seorang Betawi, Foke membawa nuansa lokal yang kental dalam pemerintahannya. Gaya komunikasinya yang santai dan humoris mencerminkan budaya Betawi yang dikenal ramah dan meriah.

Namun, di sisi lain, ia juga harus berhadapan dengan tantangan besar seperti penataan kota dan pengendalian banjir, yang memerlukan pendekatan lebih teknokratik dan tegas.

Era Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membawa perubahan yang lebih progresif dalam konteks politik dan kultural di Jakarta. Jokowi berlatar belakang suku Jawa dan menjabat sebagai gubernur dari tahun 2012 hingga 2014.

Jokowi dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang blusukan, yakni terjun langsung ke lapangan untuk berinteraksi dengan masyarakat.

Pendekatan ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa yang mengedepankan kedekatan dengan rakyat, tetapi juga memperkenalkan gaya komunikasi yang transparan dan partisipatif.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bersama Wakil Gubernur, Basuki Tjahaja Purnama (kiri) saat memimpin rapat dengan kepala satuan kerja perangkat daerah, di Balaikota, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2012). Jokowi-Basuki melakukan rapat pertama usai dilantik untuk mengetahui program kerja dan kerja apa yang sudah dilakukan para kepala SKPD DKI Jakarta. (Sumber: TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Jokowi berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang merakyat dan inovatif, yang kemudian membawanya ke panggung nasional sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pengganti Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, adalah seorang Tionghoa-Indonesia yang menjadi gubernur pertama Jakarta dari etnis Tionghoa. Ahok membawa pendekatan yang sangat berbeda dengan gaya kepemimpinan yang tegas, transparan, dan tanpa kompromi terhadap korupsi.

Sebagai minoritas, Ahok menghadapi berbagai tantangan dan resistensi, namun ia berhasil menunjukkan bahwa latar belakang etnis tidak menghalanginya untuk memimpin dengan baik.

Gaya komunikasinya yang blak-blakan dan lugas mencerminkan ketegasan dan keberanian dalam mengatasi masalah-masalah kompleks di ibu kota.

Kepemimpinannya menandai babak baru dalam politik Jakarta, di mana keterbukaan dan integritas menjadi nilai utama.

Kepemimpinan Anies Baswedan, yang menjabat sebagai gubernur sejak 2017, kembali menunjukkan keragaman latar belakang etnis dalam politik Jakarta.

Potret Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Ingin Foto dengan Sang Istri di HUT ke-77 RI di Plaza Selatan Monas, Jakarta Pusat, Rabu (17/8/2022). (Sumber: KOMPAS.com/SANIA MASHABI)

Anies, yang berdarah Arab-Indonesia, membawa pendekatan yang lebih diplomatis dan inklusif. Ia berusaha untuk merangkul semua kelompok etnis dan sosial di Jakarta. 

Gaya komunikasinya yang santun dan penuh retorika mencerminkan latar belakang akademisnya, yang seringkali menggunakan pendekatan intelektual dalam menyampaikan kebijakan.

Latar belakang kesukuan gubernur Jakarta memiliki pengaruh signifikan terhadap gaya kepemimpinan dan pendekatan komunikasi mereka.

Setiap gubernur, dengan latar belakang budaya yang berbeda, membawa nuansa dan pendekatan yang unik dalam mengelola ibu kota. Analisis komunikasi kultural dan politik ini menunjukkan bahwa keragaman etnis dan budaya di Jakarta tidak hanya menjadi tantangan, tetapi juga kekuatan yang memperkaya dinamika kota ini. 

Di sisi lain, dinamika politik di Jakarta juga menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya ditentukan oleh latar belakang etnis, tetapi juga oleh kemampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan situasi yang berkembang.

Gaya komunikasi yang inklusif, transparan, dan partisipatif terbukti lebih efektif dalam membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat.

Oleh karena itu, dalam konteks komunikasi politik di Jakarta, pendekatan yang merangkul keberagaman dan mengedepankan dialog serta keterbukaan menjadi kunci sukses kepemimpinan di ibu kota.

Perjalanan gubernur Jakarta sejak masa Orde Lama hingga saat ini mencerminkan perjalanan yang kaya akan keragaman budaya dan politik.

Setiap gubernur, dengan latar belakang etnis dan gaya komunikasi yang berbeda, telah memberikan kontribusi yang berarti dalam membentuk wajah Jakarta. Setiap gubernur memiliki kelebihan dan kekurangan, dan ini merupakan keragaman dan keindahan dalam demokrasi itu sendiri.

Dari sudut pandang komunikasi, kita dapat memahami bahwa keragaman ini seharusnya bukanlah sebuah hambatan, melainkan kekuatan yang memperkaya dinamika sosial dan politik di Jakarta, kota megapolitan yang juga dikenal sebagai ibu kota Indonesia, setidaknya sampai beberapa bulan terakhir ini.

 

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU