"Vox Populi" dan "Vox Diaboli"
Opini | 4 Februari 2024, 13:06 WIBDemikian kata Kardinal François-Xavier Nguyễn Vãn Thuận yang wafat pada tahun 2002 itu:
Terberkatilah politisi yang berakal budi dan memahami perannya secara mendalam.
Berbahagialah politisi yang secara pribadi memberikan contoh kredibilitas.
Berbahagialah politisi yang bekerja demi kebaikan bersama dan bukan kepentingannya sendiri.
Berbahagialah politisi yang tetap konsisten.
Berbahagialah politisi yang bekerja untuk persatuan.
Berbahagialah politisi yang bekerja untuk mencapai perubahan radikal.
Berbahagialah politisi yang mampu mendengarkan.
Berbahagialah politisi yang tidak memiliki rasa takut (untuk senantiasa membela kebenaran, menjunjung tinggi moralitas, dan memajukan peradaban manusia).
Pesan itu sangat indah. Sayangnya, banyak yang lebih suka ketidakindahan. Sayangnya lagi, banyak yang memiliki mata tetapi tidak mampu atau bahkan tidak mau melihat keindahan. Dan juga, yang punya telinga tidak mau mendengarkan kabar yang indah-indah.
***
Pope and politics. Dengan kata kunci itu, saya cari di internet tentang Paus dan politik, setelah membaca refleksinya. Saya temukan banyak berita tentang hal itu.
Misalnya, Pope: we must all engage in politics for the common good Pope: May the great dream of fraternity inspire good pilitics; 5 Tips from Pope Francis for “a Better Kind of Pilitics”; Pope Francis offers guidance to young Christian in politics; Chatolics must be active in politics, not matter how ‘dirty’, pope says; Pope Francis: ‘The Church is not a pilitical organization that has left and….
Baca Juga: Pesan Michelangelo
Masih banyak lagi. Yang menarik, saya temukan cuplikan berita Majalah Time, 22 September 1924. Diceritakan, ketika itu beberapa mahasiswa Italia mengatakan kepada Paus XI, ‘Semesti Paus netral secara politi.’
Apa jawaban Paus Pius XI? “Ketika Politik mendekati Altar, maka Agama, Gereja, Paus tidak hanya mempunyai hak tetapi juga berkewajiban untuk memberikan arahan dan indikasi yang harus diikuti oleh umat Katolik,” katanya..
Tentu politik Paus adalah politik kemanusiaan, bukan politik kekuasaan. Politik yang bertujuan untuk mewujudkan common good.
Tentang common good ini, dokumen Vatikan II yakni Gaudium et Spes (Bab.2: 26) menjelaskan common good itu sebagai “keseluruhan kondisi-kondisi hidup kemasyarakatan, yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri.”
Kebutuhan manusia ini mencakup segala hal. Misalnya, mulai dari pendidikan, kebijakan sipil, kesehatan, upah, peraturan hukum yang manusiawi, kebebasan berpolitik, bicara, dan berkumpul, hak-hak demokrasi, martabat, hak asasi manusia, solidaritas, subsidiaritas, keadilan, hingga udara dan lingkungan yang bersih.
Sampai di sini, saya membaca pesan perdamaian Paus, “Sabda Bahagia Politisi”-nya Kardinal Nguyễn Vãn Thuận, dan refleksi politik Paus….
Ini visi politik tentang kebaikan bersama, yang perlu terus diteriakkan.
Meskipun seperti berteriak di tengah padang gurun. Tapi, suara rakyat, vox populi, bisa menjadi vox Dei bila diteriakkan dari hati yang tulus, jujur, dan bersih; yang memperjuangkan kebaikan bersama dengan menyisihkan kepentingan diri, kelompok, dan golongan; yang didasarkan pada prinsip-prinsip moralitas, nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Bila demikian, vox populi menjadi suara kebenaran. Meskipun sekarang kebenaran kurang mendapat tempat dan bahkan ada yang sengaja memalingkan telinganya dari kebenaran. Tapi, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Sebab, setiap orang yang berasal dari kebenaran akan mendengarkan kebenaran.
Suara rakyat, vox populi meski belum tentu vox Dei, tetapi bukan vox diaboli, suara setan…Vox diaboli muncul dari keangkuhan hati, kesombongan dan keangkuhan diri; dari sifat adigang, adigung, dan adiguna yang mengedepankan aji mumpung.
****
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV