Menelaah Hubungan Parasosial antara Artis dengan Fans
Opini | 19 Juni 2023, 01:26 WIBOleh: Marsaa Salsabila Syawal
JAKARTA, KOMPAS.TV - Secara umum, media sosial merupakan platform untuk berkomunikasi dengan teman, keluarga, atau bahkan kolega. Namun, tak sedikit yang menjadikannya sebagai platform komunikasi antara artis dan para penggemarnya.
Sebelumnya, penggemar hanya bisa mengetahui berita dan informasi tentang artis yang mereka sukai melalui media massa seperti koran, majalah, televisi, dan radio. Seiring perkembangan zaman, penggemar dimudahkan dengan adanya media sosial yang menawarkan komunikasi yang lebih terbuka dan langsung.
Para artis juga dapat membagikan tentang diri mereka secara terbuka di media sosial. Hal inilah yang menyebabkan penggemar merasa terhubung bahkan dari platform yang dimediasi (Kim et al., 2019).
Dan perasaan terhubung yang tinggi dapat berpengaruh secara positif terhadap pembentukan hubungan parasosial.
Apa Itu Hubungan Parasosial?
Hubungan parasosial yang digagasi oleh Horton & Wohl (1956) merujuk pada angan-angan ramah atau hubungan intim yang penggemar bentuk dengan selebritis.
Tukachinsky & Stever (2018) mengatakan bahwa hubungan parasosial adalah ikatan sosio-emosional yang orang kembangkan dengan figur media seperti selebritis dan karakter fiksi. Hubungan ini terbatas pada pengguna media yang mengikuti pelaku media favorit mereka dengan melihat konten mereka.
Dalam kata lain, hubungan ini dianggap parasosial karena penggemar cenderung tahu tentang aktivitas, anekdot, dan bahkan sikap dari selebritis favorit mereka, sedangkan selebritis hampir tidak tahu apa-apa tentang penggemar mereka.
Media sosial dapat membantu menjaga dan mengembangkan hubungan parasosial, karena kebanyakan artis memiliki social presence di media sosial mereka (Kim & Song, 2016).
Social presence khususnya pada media sosial mereka, membantu membuat kesan kehadiran sosial dan kemiripan dengan manusia karena hal ini memungkinkan mereka untuk menampilkan sisi pribadi mereka di luar - atau di balik layar - profesi mereka (Kim, 2022).
Artis biasanya menggunakan media sosial mereka untuk mengekspresikan perasaan mereka dan juga membagikan rutinitas harian mereka.
Penelitian dari Click et al. (2013) menyimpulkan, media sosial memberi artis “aura yang nyata” dan menciptakan keintiman dengan menunjukkan identitas yang lebih mirip dan mendorong interaksi yang lebih autentik dengan komunikasi yang diarahkan oleh penggemar, sehingga mengubah hubungan antara penggemar dan artis di ruang online (Wert, 2021).
Berbeda dengan lingkungan media tradisional, sifat interaktif dan budaya partisipatif media sosial meningkatkan interaksi parasosial yang mungkin mengaburkan definisi tradisional dari interaksi parasosial sebagai hubungan satu-arah, imajinasi dengan tokoh media.
Instagram dan Twitter sebagai Forum untuk Hubungan Parasosial
Salah satu media sosial yang dapat digunakan para artis untuk berkomunikasi dengan penggemar dan khalayak umum adalah Instagram. Instagram digunakan untuk membangun rasa terhubung melalui penggunaan feed dan story Instagram, serta pengungkapan diri melalui konten-konten spesifik yang diunggah oleh artis (Wert, 2021).
Para artis yang memang sengaja menggunakan Instagram untuk membangun dan menjaga hubungan parasosial mereka dengan penggemar, melihat Instagram sebagai kesempatan untuk terhubung dengan penggemar dan membangun komunitas, daripada hanya sekadar pekerjaan saja.
Media sosial lainnya yang dapat menghubungkan artis dan penggemarnya adalah Twitter. Penelitian Stever & Lawson (2013) menyatakan, Twitter tampak menjadi forum baru untuk interaksi parasosial di mana penggemar, secara individu maupun grup, dapat mengenal artis yang mereka ikuti lebih baik.
Interaksi parasosial inilah yang dapat berkembang menjadi hubungan parasosial. Twitter termasuk unik karena penggemar tidak perlu mendapatkan akses ke situs pribadi seorang artis untuk dapat mengirimkan pesan secara pribadi kepada mereka (Stever & Lawson, 2013).
Para artis juga dapat berhubungan dengan penggemarnya, baik secara resmi maupun tidak resmi, untuk membentuk ikatan dengan penggemar mereka. Selebritas dapat membaca atau tidak membaca “tweet” dari penggemarnya sesuai dengan pilihannya, dan penggemar pun tidak akan tahu pesannya dibaca kecuali jika artis tersebut membalasnya.
Jadi, poin unik yang Twitter sediakan bagi hubungan artis dan penggemar adalah “pengguna dapat mengikuti konten orang lain tanpa kewajiban timbal balik” (Hargittai & Litt, 2011).
Social Presence di Media Sosial
Dikutip dari Kim (2016), social presence secara umum dipahami sebagai perasaan terhubung secara sosial dan psikologis dengan aktor sosial lain tanpa menyadari keberadaan suatu medium (Biocca et al., 2003; Durlach & Slater, 2000; Schroeder, 2006).
Penelitian Lee & Jang (2013) menyatakan bahwa social presence menjadi salah satu faktor yang memfasilitasi suatu hubungan parasosial. Paparan terhadap Twitter dari seorang artis dibandingkan dengan artikel berita, mendorong perasaan yang lebih kuat tentang social presence-nya (Lee & Jang, 2013).
Dan social presence tersebut memfasilitasi interaksi parasosial antara artis dengan penggemarnya, dengan membuat pengalaman yang dimediasi terlihat lebih nyata dan terasa langsung. Social presence ini menumbuhkan perasaan intimasi yang diimajinasikan, yang merupakan bagian dari pengalaman interaksi parasosial (Rubin et al., 1985).
Studi Kim & Song (2016) menyatakan bahwa pengungkapan diri secara profesional dan pribadi seseorang menciptakan perasaan social presence yang lebih substansial, dan dengan demikian interaksi parasosial yang lebih kuat dari sudut pandang penggemar.
Hal itu menunjukkan, pengungkapan diri artis secara online, baik secara personal atau profesional, dapat dilihat sebagai persepsi baik dari penggemar karena mereka merasa menjadi bagian dari kehidupan artis yang mereka sukai.
Hubungan Well-Being dengan Parasocial Relationship di Media Sosial
Kebutuhan untuk dimiliki didefinisikan sebagai "kebutuhan akan interaksi yang sering dan tidak bertentangan dalam ikatan relasional yang berkelanjutan", dan kebutuhan untuk dimiliki ini adalah kebutuhan manusia yang paling kuat dan mendasar.
Manusia akan berkembang jika mereka memiliki ikatan yang berarti dengan orang lain dan merasa didukung secara sosial. Dan akan merasa sakit jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Jika kebutuhan untuk dimiliki tersebut benar-benar tidak terpenuhi, manusia akan menderita dan merasa kesepian (Hartmann, 2016).
Orang mungkin memuaskan kebutuhan untuk dimiliki mereka dengan mencari dan terlibat dengan interaksi dan hubungan yang memuaskan di kehidupan nyata, tapi mereka juga bisa mencarinya di media. Representasi media dari orang lain yang ada atau fiksi tersedia di mana-mana dan sering kali dapat diakses dengan mudah.
“Orang lain yang dimediasi” mungkin diterima sebagai rekan sosial karena orang sering merespon kepada mereka dengan cara yang sama ketika mereka bertemu dengan orang lain dalam situasi face-to-face. Karena representasi yang dimediasi dari orang lain secara sosial memicu respons sosial langsung pada pengguna, mereka mungkin memiliki potensi untuk memuaskan kebutuhan untuk dimiliki (Hartmann, 2016).
Penelitian dari Hoffner & Bond (2022) menyatakan, hubungan parasosial di media sosial dapat meningkatkan perasaan terhubung dan komunitas, memfasilitasi coping, mendorong pengembangan diri dan eksplorasi identitas, dan mengurangi prasangka (melalui kontak parasosial).
Jika terdapat penggemar yang merasa kesepian, kebutuhan interpersonal yang tidak terpenuhi dapat dipenuhi melalui komunikasi yang dimediasi, khususnya melalui interaksi parasosial (Hartmann, 2016).
Penelitian Kim et al. (2019) menjelaskan, ketika followers artis yang merasa kesepian merasakan social presence yang lebih kuat dari artis favorit mereka, mereka mengalami persepsi hubungan parasosial yang lebih positif terhadap artis tersebut.
* * *
Penulis adalah mahasiswi Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia 2023. Isi artikel merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi Kompas.tv
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : Kompas TV