Mengecam Aksi Terorisme, Justru Menjadi Pupuk?
Opini | 2 April 2021, 07:00 WIBMaka relasi manusia akan terjalin baik jika masing-masing orang punya makna bersama (shared meaning). Makna yang dibangun sangat tergantung dari latar belakang masing-masing orang, mulai dari pengalaman hidup, pendidikan, agama, ras, kultur, dan preferensi politiknya.
Maka ketika sebagian orang mengatakan, pemikiran agama para teroris itu sesat, jangan lupa mereka juga menganggap dengan sangat yakin bahwa pemahaman agama kita juga sesat, di sinilah terjadi “clash of truth claim” benturan klaim kebenaran yang dibangun berdasarakan private meaning tadi. Di titik inilah kutukan tak mungkin berdaya menumpas aksi terorisme, malahan menjadi pupuk.
Untuk itu perlu diperhitungkan dengan seksama bagi semua lapisan masyarakat bahwa menghadapi terorisme berarti berhadapan dengan kompleksitas sektoral, banyak dimensinya. Misalnya, betulkah teroris yang beraksi itu memang semata-mata digerakkan oleh pemahaman agamanya yang sesat? Ataukah oleh ketidakpuasan terhadap situasi kehidupan berbangsa ataukah boleh jadi juga oleh cara negara ini melayani dan memperlakukan rakyatnya.
Bagi saya klaim bahwa mereka sedang tersesat dalam pemahaman agama, maka mereka bersedia mati syahid, hanyalah sebagian kecil dari pemicunya. Ingat orang-orang yang punya pemahaman agama yang relatif baik juga tak menutup kemungkinan bisa berbuat melampaui akal sehat hanya karena didorong oleh ketidakpuasan terhadap ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan politik, bahkan misalnya, karena kalah melawan rutinitas kehidupan ekonomi (kemiskinan dan pengangguran).
Dari perspektif psikologi komunikasi, kontribusinya adalah menyandingkan pesan-pesan mereka secara setara dengan kita, tampilkanlah pesan berkelas tinggi dan bernas, ketimbang ocehan sumpah serapah pemuas nafsu yang hasilnya seperti berteriak dihamparan padang pasir. Argumentasi yang baik dan disampaikan dengan simpatik justru ampuh membuat seseorang terbuka pikirannya dan terketuk perasaan kemanusiaannya, bahwa manusia sesungguhnya puncak ciptaan Tuhan.
Jika Anda memang mencintai Tuhan, bukankah seharusnya Anda juga menyayangi sesamanya, apapun agama dan sukunya. Berbuat baiklah kepada sesama manusia sebagaimana Tuhan telah berbuat baik kepadamu, begitu pesan-Nya.
Tentu saja dengan design strategi komunikasi yang komprehensif, masif, dan terukur, diharapkan tercipta atmosfer dunia nyata dan dunia maya yang didominasi oleh pesan-pesan yang bermuatan kebenaran dan kemanusiaan sebagai lawan dari “klaim kebenaran” tapi tak berperikemanusiaan.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV