Penyakit Lama
Opini | 13 Maret 2021, 17:58 WIBOleh: Trias Kuncahyono, Jurnalis Harian Kompas
Manuel Kaisiepo, sahabat lama saya, mengirimkan tulisan pendeknya lewat WhatsApp (WA)
“Konflik dan dinamika internal partai politik yang menyebabkan perpecahan, atau bahkan memunculkan partai baru, sesungguhnya bukan hal baru. Konflik, partai baru ‘pecahan’ dari partai sebelumnya, atau partai baru hasil fusi beberapa partai, adalah fenomena lama politik.”
Sejarah bercerita tentang hal itu. Pada zaman pergerakan, dari PNI, lahir dua partai baru, yakni Partindo dan PNI-Baru. Ini terjadi pada tahun 1929, setelah empat tokoh teras PNI—Ir Soekarno, R Gatot Mangkoepradja, Markoen Soemadiredja, dan Soepiadinata—dipenjara.
Atas inisiatif Mr. Sartono digelar Kongres Luar Biasa (KLB) ke-2 (25 April 1931). Dalam KLB itu PNI dibubarkan. Lalu, Sartono mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Tetapi, langkah Sartono itu menyebabkan perpecahan, karena ada yang tidak setuju PNI dibubarkan.
Mereka yang tidak setuju menyebut dirinya “Gerakan Merdeka” dan membentuk partai baru juga yang diberi nama Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru. Tokoh dari PNI-Baru adalah Sutan Syahrir. PNI Baru lebih menekankan pentingnya pendidikan kader.
Pada zaman revolusi, Desember 1945 dalam kongres fusi di Cirebon, dua partai yakni Partai Rakyat Sosialis (Paras) yang dipimpin Sutan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia (Parsi) yang dipimpin Amir Syarifudin, bergabung. Gabungan dua partai ini menjadi Partai Sosialis.
Namun, tak lama kemudian Amir Syarifudin menarik faksinya dari tubuh Partai Sosialis dan bergabung dengan Musso dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Sedangkan Sutan Sjahrir membentuk partai baru pada tanggal 12 Febuari 1948 dengan nama Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Tiga tahun sebelum Pemilu 1955, NU keluar dari Masyumi lewat Muktamar ke-19 tahun 1952 di Palembang. Pada Pemilu 1955, NU menjadi salah satu dari empat partai yang memperoleh suara terbanyak; tiga lainnya adalah PNI, Masyumi, dan PKI.
Pada tahun 1973 Orde Baru, “menyederhanakan” jumlah partai politik dari sembilan menjadi dua plus Golkar. Dua partai politik itu adalah Partai Persatuan Pembangunan/PPP (merupakan fusi dari partai Islam yaitu NU, Parmusi, PSII, dan Perti) dan Partai Demokrasi Indonesia/PDI (fusi dari PNI, Parkindo, Partai Khatolik, Partai Murba, dan IPKI).
Tetapi, meskipun hanya dua partai, konflik internal tetap terjadi. Konflik dalam tubuh PPP umumnya karena perbedaan antar unsur pendukung, terutama antara NU dan MI. NU kemudian keluar dari PPP tahun 1984. Sementara di PDI akibat konflik yang terjadi menyebabkan Megawati dan para pendukungnya keluar dari PDI dengan membentuk PDI-Perjuangan.
Pada masa reformasi, “penyakit lama ” itu ternyata masih menjangkiti partai-partai politik di negeri ini. Misalnya, konflik sudah biasa dalam tubuh Golkar, bahkan sampai “melahirkan” partai baru: Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Hanura, Gerindra, dan terakhir pada 26 Juli 2011 lahir Nasdem.
Konflik di PPP melahirkan Partai Persatuan (PP) dan PPP reformasi, yang kemudian menjadi Partai Bintang Reformasi (PBR dikomandani KH Zainuddin MZ). Tidak berhenti sampai di sini. Pada tahun 2014, di dalam tubuh PPP ada dua kubu juga. Kubu Muktamar Jakarta memilih Djan Faridz sebagai ketua umum; sementara Kubu Surabaya mengangkat Romahurmuziy sebagai ketua umum. Konflik internal itu bergulir ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Djan Faridz menang di tingkat kasasi, tetapi kalah di peninjauan kembali.
PDI-P juga tidak luput dari konflik. PDIP melahirkan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK dipimpin Eros Djarot), Partai Indonesia Tanah Airku (PITA dikomandani Dimyati Hartono), Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat (PDPR), dan Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP). Konflik internal PBB melahirkan partai politik baru, yakni Partai Islam Indonesia (PII) yang dipelopori Hartono Marjono dan Abdul Qadir Jaelani yang memimpin Partai Al-Islam Indonesia (PAS) Indonesia .
“Penyakit partai” menginfeksi PKB juga. Konflik internal PKB melahirkan kepengurusan tandingan antara PKB Batutulis yang dipimpin Matori Abdul Djalil dan PKB Kuningan yang dipimpin Alwi Shihab (2002). Dalam perkembangan selanjutnya, PKB Matori Abdul Djalil mendirikan partai baru bernama Partai Kebangkitan Demokrasi (PEKADE).
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV