Aku Tidak Bisa Bernapas, Mama.. Mama..
Kompas dunia | 30 Mei 2020, 11:10 WIBMINNEAPOLIS, KOMPAS TV - George Floyd, seorang pria kulit hitam di Kota Minneapolis, Amerika Serikat, tewas dibunuh oleh polisi setempat bernama Derek Chauvin.
Dilansir dari AFP, insiden pembunuhan ini bermula ketika Chauvin mengamankan Floyd pada Senin (25/5/2020). Floyd saat itu diduga melakukan transaksi penggunaan uang palsu senilai 20 dollar.
Penangkapan Floyd itu terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial. Dalam video itu, tangan Floyd diborgol. Kemudian ia dijatuhkan ke aspal.
Seorang polisi yang menangkapnya lalu menekan leher Floyd dengan lututnya, sembari memasukkan tangannya ke saku.
Baca Juga: Minneapolis Rusuh usai George Floyd Tewas, Snoop Dogg: Jangan Jadikan Ini Huru-hara
Mendapat perlakuan demikian, Floyd merintih kesakitan. Dia mengaku kesulitan bernapas. Sebelum mati lemas, dia sempat memanggil ibunya dua kali.
"Lututmu di leherku. Aku tidak bisa bernapas.... Mama. Mama," kata Floyd.
Setelah itu, Floyd terdiam. Ketika Chauvin memintanya bangun agar segera masuk ke dalam mobil polisi, Floyd tidak bergerak sama sekali. Floyd kemudian dibawa ke rumah sakit. Di sana, dia dinyatakan meninggal dunia.
Empat oknum polisi yang bertanggung jawab atas kematian Floyd kemudian dipecat pada Selasa (26/5). Namun, mereka masih bebas berkeliaran. Saudara Floyd menuntut agar para tersangka dihukum.
"Saya ingin para polisi itu didakwa melakukan pembunuhan, karena itulah yang mereka lakukan," kata Bridgett Floyd dalam siaran televisi NBC.
Kematian Floyd di tangan polisi memicu kemarahan publik. Massa berdemonstrasi menuntut keadilan atas kematian Floyd.
Baca Juga: Detik-Detik Penangkapan George Floyd Hingga Meninggal yang Bikin Publik AS Marah
Massa menggeruduk kantor polisi di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat. Demonstran melewati pembatas di sekitar gedung, memecahkan jendela, dan meneriakkan yel-yel.
Para petugas kepolisian yang berada di kantor polisi tersebut dievakuasi demi keselamatan. Setelah kantor polisi itu kosong, massa mulai membakarnya.
Insiden tersebut terjadi pada Kamis malam (28/5/2020) waktu setempat atau di hari ketiga demonstrasi yang terjadi di kota Minneapolis dan St Paul.
Selain membakar kantor polisi, para demonstran yang mengenakan masker sebagai perlindungan terhadap Covid-19 itu juga menjarah dan membakar toko-toko di koridor Lake Street, Minneapolis.
Untuk membubarkan massa, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet. Satu orang demonstran dilaporkan tewas terkena luka tembak. Polisi sedang menyelidiki kemungkinan korban ditembak oleh pemilik toko.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dalam cuitannya di Twitter menyebut kematian Floyd menyedihkan dan tragis.
Baca Juga: Polisi Injak Leher George Floyd Hingga Tewas, Warga AS Geram
Walikota Minneapolis, Jacob Frey, mengaku tak mengerti mengapa polisi yang menewaskan Floyd itu masih bisa berkeliaran.
"Mengapa orang yang membunuh George Floyd tidak berada di penjara? Jika kamu melakukannya, atau aku telah melakukannya, kita akan berada di balik jeruji besi sekarang," kata Frey.
Sementara itu, mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menyayangkan aksi pembunuhan pria kulit hitam di kota Minneapolis, George Floyd, oleh polisi.
Obama mengaku sedih atas kematian Floyd. Menurutnya, tindakan rasialisme di Amerika tidak mungkin normal.
"Ini (rasisme) tidak 'normal' terjadi di Amerika di tahun 2020. Jika ingin anak-anak kita tumbuh di negara yang memiliki cita-cita tertinggi, kita harus mampu berbuat lebih baik," ucap Obama.
Obama tak hanya menanggapi kasus kekerasan polisi terhadap Floyd, tetapi juga menyinggung dua insiden rasial lainnya yang terjadi beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Justin Bieber hingga Demi Lovato Mengecam Tewasnya George Floyd yang Diinjak Polisi
Pertama, seorang pelari berkulit hitam yang ditembak mati oleh dua pria berkulit putih di Georgia. Kedua, seorang pria kulit hitam yang berkonfrontasi dengan wanita berkulit putih di sebuah taman di New York saat sedang melihat burung-burung.
"Wajar kita ketika mengharapkan kehidupan untuk kembali normal saat pandemi (corona) dan krisis ekonomi, yang membuat semua orang di sekitar kita hancur," kata Obama.
"Kita harus ingat, jutaan orang Amerika masih diperlakukan berbeda karena ras. Ini tragis, menyakitkan, menjengkelkan, apakah itu saat berurusan dengan sistem layanan kesehatan, peradilan pidana, atau sekadar jalan kaki, jogging, atau menonton burung di taman.”
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV