Transisi Pemerintahan AS Berlangsung Damai, Kamala Harris Hadiri Pengesahan Kemenangan Trump
Kompas dunia | 7 Januari 2025, 12:54 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Transisi pemerintahan Amerika Serikat (AS) berlangsung lancar dan damai, tanpa ada drama yang berarti.
Peristiwa bersejarah ini ditandai dengan kehadiran Wakil Presiden AS Kamala Harris dalam seremonial pengesahan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden 2024, Senin (6/1/2025).
Setelah menyampaikan pidato, Harris kemudian berdiri dengan kedua tangan terkatup di depan saat hasil dari setiap negara bagian dibacakan dengan lantang.
Setelah kurang dari setengah jam, ia secara resmi mengumumkan bahwa Trump telah memenangi pemilihan. Tak lupa, ia pun tersenyum lebar saat para anggota parlemen dari Partai Republik bertepuk tangan menyambut pengesahan tersebut.
"Pimpinan menyatakan sidang gabungan ini dibubarkan. Terima kasih," kata Harris.
Proses transisi yang berjalan damai ini sangat kontras dengan apa yang terjadi empat tahun lalu. Saat itu, para pendukung Trump melakukan kerusuhan di Gedung Parlemen AS, ketika para anggota parlemen mengesahkan kekalahannya dari Joe Biden.
Kali ini, kejadiannya sama sekali berbeda. Semua orang menghormati hasil pemilihan dan transisi pemerintahan yang damai pun tercipta.
Baca Juga: Trump: Biden Presiden Terburuk dalam Sejarah Amerika!
"Ini adalah pengalihan kekuasaan secara damai," kata Harris kepada wartawan saat ia meninggalkan gedung pada Senin.
"Ini adalah hari yang baik," ujarnya, seperti dikutip dari The Associated Press.
Proses tersebut merupakan tugas yang berat bagi Harris. Alih-alih naik ke Gedung Putih sebagai presiden perempuan pertama negara itu, ia masih harus bekerja untuk mengawasi mesin konstitusional yang akan mengembalikan Trump ke tampuk kekuasaan.
Harris bergabung dengan daftar pendek pendahulunya yang memainkan peran yang sama sebagai wakil presiden, yang juga memimpin Senat.
Sebelumnya, Richard Nixon pernah melakukan peran ini setelah kalah dari John F. Kennedy pada tahun 1960. Kemudian Al Gore mengikuti jejaknya ketika Mahkamah Agung AS memberi kemenangan pada Pemilihan Presiden 2000 kepada George W. Bush.
Namun, tidak ada wakil presiden lain yang mengetok palu ketika Kongres mengesahkan kekalahan mereka, kepada presiden yang akan datang yang menolak untuk mengakui kekalahan sebelumnya.
Selain menyebarkan kebohongan tentang kecurangan pemilih, Trump juga mengarahkan para pendukungnya untuk berbaris di Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021.
Para perusuh kemudian menyerang petugas polisi, melanggar keamanan gedung, dan membuat para anggota parlemen berlarian ke tempat yang aman.
Ketika itu, Harris berada di markas besar Komite Nasional Demokrat di Washington. Sebuah bom pipa bahkan ditemukan di dekatnya, dan ia harus dievakuasi dari gedung tersebut.
Selama kampanye, ia sering kali mengungkit serangan 6 Januari untuk memperingatkan para pemilih tentang bahaya mengembalikan Trump ke Gedung Putih. Ia menggambarkannya sebagai "tiran kecil" dan "calon diktator."
Baca Juga: Saat Donald Trump Janji Ubah Nama Gunung Tertinggi AS, Hapus Penamaan oleh Penduduk Asli
Setelah Harris kalah dalam pemilihan, ia berjanji dalam pidato konsesinya untuk menghormati keinginan para pemilih.
"Prinsip dasar demokrasi Amerika adalah bahwa ketika kita kalah dalam pemilihan, kita (harus) menerima hasilnya," katanya.
"Prinsip itu, seperti prinsip lainnya, dan membedakan demokrasi dari sistem monarki atau tirani."
Karoline Leavitt, juru bicara tim transisi Trump dan sekretaris pers Gedung Putih yang baru, mengatakan akan ada transisi kekuasaan yang lancar dalam peralihan kekuasaan pada saat ini.
"Ketika Kamala Harris mengesahkan hasil pemilihan, Presiden Trump akan menepati janjinya untuk melayani semua warga Amerika dan akan menyatukan negara melalui keberhasilan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Namun, Leavitt tidak menanggapi pertanyaan tentang upaya Trump untuk menggunakan proses pengesahan presiden baru untuk membatalkan kekalahannya empat tahun lalu.
Saat itu, Trump mendorong wakil presidennya, Mike Pence, untuk mendiskualifikasi suara dari sebuah negara bagian, berdasarkan tuduhan palsu tentang penipuan.
Namun Pence menolak keinginan Trump pada saat itu. Para pendukung Trump kemudian menyerbu Capitol dan mencoba menghentikan proses pengesahan presiden baru. Mereka memaksa para anggota parlemen bersembunyi demi keselamatan mereka.
Trump di media sosial mengatakan Pence tidak memiliki keberanian untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Polisi akhirnya mengeluarkan para perusuh dari gedung, dan para anggota parlemen berkumpul kembali untuk menyelesaikan proses pengesahan presiden baru.
"Saya tidak punya hak untuk membatalkan pemilu," kata Pence dua tahun kemudian.
"Dan kata-katanya yang sembrono membahayakan keluarga saya dan semua orang di Capitol hari itu. Saya tahu sejarah akan meminta pertanggungjawaban Donald Trump," ujarnya.
Trump kemudian menghadapi tuntutan pidana karena mencoba mempertahankan kekuasaan meskipun kalah.
Namun, penasihat khusus Jack Smith membatalkan kasus terhadapnya setelah Trump mengalahkan Harris dalam pemilu.
Kebijakan lama Departemen Kehakiman menyatakan presiden yang sedang menjabat tidak dapat menghadapi tuntutan pidana.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : The Associated Press