Sempat Bungkam, Media Korea Utara Kini Ejek Presiden Korea Selatan usai Kisruh Darurat Militer
Kompas dunia | 11 Desember 2024, 11:59 WIBSEOUL, KOMPAS.TV - Media resmi Korea Utara, Rodong Sinmun, mengejek Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol setelah upaya darurat militer yang ia deklarasikan pekan lalu gagal.
Media tersebut juga menyebut langkah itu sebagai bentuk "kudeta militer" yang mencerminkan era kediktatoran masa lalu.
Dalam artikelnya pada Rabu (11/12/2024), Rodong Sinmun menyebut tindakan Yoon sebagai "aksi putus asa" yang memperlihatkan kelemahan mendasar dalam struktur politik Korea Selatan.
"Dia telah menghunuskan pedang dan pistol kediktatoran fasis terhadap rakyatnya sendiri," tulis media tersebut, dikutip dari BBC.
Media Korea Utara sebelumnya sempat bungkam soal kisruh politik yang terjadi di Korea Selatan. Dilansir Yonhap, hingga Selasa (10/12/2024) pagi, Rodong Sinmun dan kantor berita resmi Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), tidak mempublikasikan satu pun laporan terkait isu ini.
Baca Juga: Media Korea Utara Bungkam soal Kisruh Darurat Militer di Korea Selatan, Ada Apa?
Padahal, Rodong Sinmun, surat kabar utama yang ditujukan untuk audiens dalam negeri Korea Utara, sebelumnya secara rutin memuat artikel-artikel kritis terhadap pemerintahan Yoon, termasuk liputan mengenai aksi-aksi protes anti-pemerintah di Korea Selatan.
Namun, sejak Kamis (5/12/2024) pekan lalu, publikasi semacam itu sempat terhenti.
Seperti yang diketahui, kisruh politik di Korea Selatan ini berawal dari langkah Presiden Yoon yang mengumumkan darurat militer dalam pidato yang disiarkan televisi pada malam hari 3 Desember lalu.
Deklarasi tersebut, yang disebut Yoon sebagai upaya melindungi Korea Selatan dari ancaman komunis Korea Utara, memicu protes luas dari berbagai kalangan.
Dalam waktu singkat, parlemen Korea Selatan, Majelis Nasional, menggelar sidang khusus dan dengan suara bulat mencabut darurat militer tersebut.
Yoon kemudian meminta maaf dan menyatakan siap bertanggung jawab secara hukum maupun politik.
Namun, krisis ini tak kunjung mereda. Di Ibu Kota Seoul, para demonstran, terutama dari kalangan muda, terlihat membawa spanduk dan stik cahaya K-pop sebagai simbol penolakan mereka.
Baca Juga: Mantan Menhan Korsel Melakukan Percobaan Bunuh Diri di Tengah Penyelidikan Kisruh Darurat Militer
Dari sisi politik, Partai Demokrat, partai oposisi utama, telah mengajukan upaya pemakzulan terhadap Yoon, meski langkah tersebut gagal pekan lalu karena tak memenuhi kuorum.
Mereka pun akan kembali mengajukan mosi pemakzulan pada Kamis (12/12/2024) besok dengan pemungutan suara dilakukan pada Sabtu (14/14/2024).
Jika pemakzulan berhasil, Perdana Menteri Han Duck-soo akan mengambil alih sementara kepemimpinan negara.
Keputusan akhir akan berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang akan menentukan apakah Yoon akan diberhentikan secara permanen atau dipulihkan jabatannya.
Yoon juga menghadapi penyelidikan pidana atas dugaan pengkhianatan. Ia dikenai larangan bepergian ke luar negeri oleh kejaksaan.
Untuk memastikan investigasi berjalan adil, parlemen telah mengesahkan undang-undang baru yang memungkinkan pembentukan tim penyelidik independen.
Pengaruh Yoon dalam pemerintahan dan partai pendukungnya juga terus melemah.
Ketua Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, Han Dong-hoon, telah meminta Yoon untuk mundur dari urusan negara hingga proses transisi kekuasaan selesai. Namun, jadwal pasti untuk pengunduran dirinya masih belum jelas.
Baca Juga: Pekan Lalu Gagal, Oposisi Utama Korea Selatan Ajukan Pemakzulan Baru Terhadap Presiden Yoon Suk-yeol
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC