> >

Iran Bantah Keterlibatan dalam Rencana Pembunuhan terhadap Donald Trump

Kompas dunia | 9 November 2024, 20:06 WIB
Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, berbicara dalam kampanye di Van Andel Arena, Grand Rapids, Michigan, Selasa (5/11/2024). (Sumber: AP Photo/Carlos Osorio)

TEHERAN, KOMPAS.TV – Pemerintah Iran membantah keras tuduhan yang dilontarkan Amerika Serikat terkait dugaan rencana pembunuhan terhadap sejumlah pejabat AS, termasuk Presiden terpilih Donald Trump. Tuduhan ini disebut sebagai “tidak berdasar” oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei.

Dalam pernyataannya, Sabtu (9/11/2024), Baghaei menegaskan bahwa Iran tidak terlibat dalam konspirasi tersebut dan menilai tuduhan itu sebagai bagian dari upaya pihak tertentu untuk memperkeruh hubungan antara Teheran dan Washington. 

"Tuduhan ini adalah konspirasi menjijikkan yang didalangi oleh Israel dan kelompok anti-Iran,” ujarnya dikutip dari Anadolu.

Pernyataan ini muncul setelah Departemen Kehakiman AS menahan seorang tersangka bernama Farhad Shaker, yang dituduh merencanakan pembunuhan sejumlah pejabat AS, termasuk Trump, atas perintah Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC). 

Menurut dokumen dakwaan, Shaker, seorang warga negara Afghanistan berusia 51 tahun, dituduh melakukan pengintaian dan persiapan untuk melaksanakan pembunuhan tersebut.

Baghaei dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menekankan bahwa Iran akan menggunakan semua jalur hukum, baik di dalam maupun luar negeri, untuk membela hak-hak bangsa Iran. 

“Kami akan mempertahankan hak kami dengan cara-cara sah dan legal,” ujarnya.

Baca Juga: Dituding Terlibat Rencana Iran Bunuh Trump, Seorang Pria Didakwa tapi Belum Ditangkap

Tuduhan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS setelah Trump kembali memenangkan pemilu sebagai presiden.

Trump, yang menjabat sebagai presiden AS dari 2017 hingga 2021, dikenal dengan kebijakan luar negerinya yang konfrontatif terhadap Iran.

Hubungan kedua negara semakin memanas setelah AS secara sepihak keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018, yang memicu ketegangan berkelanjutan hingga saat ini.

Pada Januari 2020, hubungan AS-Iran hampir mencapai titik konfrontasi militer langsung setelah serangan udara AS menewaskan Jenderal Qassem Soleimani, komandan tertinggi militer Iran. 

Insiden tersebut memperburuk hubungan kedua negara dan memicu serangan balasan dari pihak Iran.

Di tengah munculnya tuduhan baru ini, pemerintah Iran menegaskan bahwa siapa pun yang terpilih sebagai presiden AS tidak akan mengubah kebijakan luar negeri Teheran. 

Juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menyatakan bahwa hasil pemilihan presiden AS "tidak berpengaruh" terhadap sikap dan kebijakan Iran terhadap Washington.

“Pemerintah Iran tidak akan mengubah kebijakannya berdasarkan siapa yang terpilih sebagai presiden di Amerika Serikat,” ujar Mohajerani dalam konferensi pers di Teheran.

Baca Juga: Iran Nilai Kemenangan Trump sebagai Peluang AS Tinjau Kebijakan yang Salah

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Anadolu


TERBARU