> >

AS Kembali Upayakan Gencatan Senjata Israel-Hizbullah, Lebanon Hati-Hati

Kompas dunia | 1 November 2024, 00:05 WIB
Para personel Hizbullah mengibarkan bendera kelompok tersebut dan meneriakkan yel-yel saat menghadiri prosesi pemakaman komandan mereka, Ibrahim Kobeisi dan Hussein Ezzedine, di selatan Kota Beirut, Lebanon, Rabu (25/9/2024). (Sumber: AP Photo/Hassan Ammar)

BEIRUT, KOMPAS.TV – Para pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) kembali ke Timur Tengah untuk mengupayakan tercapainya gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon. 

Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengungkapkan optimisme yang hati-hati terkait peluang kesepakatan, meski ketidakpastian politik di kawasan masih membayangi.

Koordinator Timur Tengah Presiden AS Joe Biden, Brett McGurk, dan negosiator konflik Amos Hochstein, kini berada di Israel untuk melakukan pembicaraan dengan otoritas setempat. 

Namun, belum jelas apakah ada kemajuan yang bisa dicapai sebelum pemilihan presiden AS, yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.

Sejak konflik meletus lima pekan lalu, Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran di wilayah Lebanon dan melakukan invasi darat di beberapa wilayah dekat perbatasan. 

Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan setidaknya 2.200 orang tewas, sementara 1,2 juta lainnya mengungsi. 

Sebagian besar korban adalah warga Muslim Syiah, yang memperburuk ketegangan sektarian serta menambah beban pada layanan publik Lebanon yang sudah kesulitan akibat krisis ekonomi berkepanjangan.

Pemerintah Israel menyatakan bahwa tujuan operasi militer ini adalah untuk mengubah situasi keamanan di perbatasan dan memastikan kembalinya sekitar 60.000 penduduk yang mengungsi akibat serangan roket, misil, dan drone dari Hizbullah.

Pada Rabu (30/10/2024), media Israel Kan melaporkan adanya draf kesepakatan yang disusun AS dan bertanggal Sabtu (26/10/2024).

Dalam draf tersebut, dilansir dari BBC, disepakati gencatan senjata awal selama 60 hari, di mana pasukan Israel akan menarik diri dari Lebanon dalam waktu satu minggu sejak kesepakatan. Sebagai gantinya, tentara Lebanon akan ditempatkan di sepanjang perbatasan.

Baca Juga: Israel Ancam Serang Kota Bersejarah Baalbek di Lebanon, Paksa Warga Sipil Pindah

Selama masa jeda ini, Hizbullah diwajibkan menarik kehadiran bersenjatanya dari wilayah tersebut. 

Kesepakatan ini bertujuan membuka jalan bagi implementasi penuh Resolusi PBB 1701, yang mengakhiri perang 34 hari antara Israel dan Hizbullah pada 2006. 

Resolusi tersebut menyerukan penghapusan seluruh kelompok bersenjata, termasuk Hizbullah, dari wilayah selatan Sungai Litani, 30 km dari perbatasan Israel.

Namun, Israel dilaporkan menginginkan hak untuk menyerang Hizbullah jika kelompok itu kembali ke perbatasan setelah perang berakhir. 

Permintaan ini kemungkinan besar akan ditolak oleh pemerintah Lebanon, yang menyatakan tidak akan ada perubahan pada Resolusi 1701.

Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, Sean Savett, mengatakan banyak draf dan laporan yang beredar tidak mencerminkan keadaan negosiasi saat ini. 

Namun, dia tidak menjawab apakah teks yang dilaporkan oleh Kan menjadi dasar bagi pembicaraan lanjutan.

Sementara itu, Hizbullah, yang didukung penuh oleh Iran, menghadapi tekanan domestik untuk mencapai kesepakatan. 

Kritikus menuduh kelompok bersenjata ini menyeret Lebanon ke dalam konflik yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional. 

Serangan udara Israel telah menghancurkan sebagian besar kepemimpinan Hizbullah, termasuk pemimpin lama Hassan Nasrallah.

Baca Juga: Hizbullah Angkat Naim Qassem sebagai Pemimpin Baru Gantikan Hassan Nasrallah

Serangan tersebut juga menyebabkan kerusakan parah di wilayah selatan Lebanon, Lembah Bekaa timur, serta wilayah selatan Beirut, yang menjadi basis kekuatan kelompok tersebut.

Pada Rabu, pemimpin baru Hizbullah, Naim Qassem, memberikan pidato pertamanya sebagai sekretaris jenderal. 

Dia menegaskan bahwa Hizbullah akan melanjutkan rencana perangnya, tetapi membuka pintu untuk kesepakatan di bawah syarat-syarat tertentu. Menurutnya, Israel belum mengajukan proposal yang dapat dibahas.

Pada saat yang sama, Israel meluncurkan serangan udara besar di kota bersejarah Baalbek di Lembah Bekaa, yang bisa menjadi indikasi bahwa serangan militer Israel terhadap Hizbullah akan meluas ke daerah strategis di dekat perbatasan dengan Suriah.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Lebanon, Al Jazeed, beberapa jam kemudian, PM Mikati mengatakan dirinya “optimistis dengan hati-hati” setelah menerima panggilan telepon dari Hochstein, yang sebelumnya telah berkunjung ke Lebanon. 

Menurutnya, kemungkinan gencatan senjata bisa tercapai dalam beberapa jam atau hari ke depan.

Meski demikian, masih belum jelas apakah kesepakatan bisa dicapai sebelum pemilihan presiden AS pada Selasa mendatang. 

Beberapa laporan menyebutkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih menunggu hasil pemilu AS sebelum membuat keputusan lebih lanjut.

Di tempat lain, pejabat AS juga tengah mengupayakan kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas di Gaza. 

Gedung Putih mengumumkan bahwa Direktur CIA William Burns akan melakukan perjalanan ke Kairo pada Kamis (31/10/2024) untuk melakukan pembicaraan terkait hal tersebut. 

Baca Juga: Saling Serang Israel-Hizbullah Semakin Memanas, Warga Sipil di Lebanon Berjatuhan

 

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari

Sumber : BBC


TERBARU