Kamala Harris Hadapi Protes Terkait Kebijakan Gaza saat Kampanye Jelang Pilpres AS
Kompas dunia | 30 Oktober 2024, 18:33 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Wakil Presiden Amerika Serikat sekaligus kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris menghadapi protes besar-besaran terkait kebijakan pemerintahannya terhadap Gaza saat berkampanye di Washington D.C., Selasa (29/10/2024).
Hanya berselang satu minggu sebelum pemilu presiden pada 5 November, Harris menggelar kampanye besar di Ellipse.
Ellipse merupakan sebuah lokasi bersejarah di dekat Gedung Putih yang sebelumnya menjadi tempat mantan Presiden Donald Trump berpidato sebelum serangan Capitol 6 Januari 2021.
Acara kampanye yang dihadiri puluhan ribu orang tersebut bertujuan untuk memperkuat dukungan di detik-detik terakhir jelang pemilu.
Namun, sekitar 300 orang pengunjuk rasa muncul di lokasi tersebut untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Harris terkait konflik di Gaza.
Mereka meneriakkan slogan-slogan keras yang mengkritik tingginya korban sipil akibat kebijakan AS di kawasan tersebut.
"Kamala, apa yang kau katakan? Kami tidak akan memilihmu pada hari pemilu. Berapa banyak anak yang kau bunuh hari ini?" teriak para demonstran sambil membawa spanduk yang mendesak embargo senjata terhadap Israel dilansir dari Anadolu.
Setelah itu, mereka berbaris menuju jalanan yang mengarah ke Gedung Putih, terus menyuarakan tuntutan mereka.
Baca Juga: Jelang Pilpres AS: Pilihan Kontras antara Trump dan Harris di Seluruh Sektor Kebijakan
Kekhawatiran Pemilih Terhadap Konflik Timur Tengah
Kebijakan luar negeri, terutama terkait konflik di Timur Tengah, menjadi salah satu isu utama yang dihadapi Harris dalam kampanyenya.
Sebuah survei terbaru dari AP-NORC Center for Public Affairs Research, yang dikutip dari The Associated Press menemukan, sekitar setengah dari pemilih Amerika sangat khawatir bahwa konflik ini bisa memicu perang regional yang lebih besar.
Meskipun demikian, hanya 4 dari 10 pemilih yang khawatir Amerika Serikat akan terseret ke dalam konflik ini.
Survei ini dilakukan sebelum serangan Israel terhadap pangkalan militer di Iran pada Jumat lalu, yang berpotensi meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Isu Gaza dan konflik di Timur Tengah semakin memanas menjelang pemilu.
Harris dan mantan Presiden Donald Trump bersaing untuk merebut dukungan dari pemilih Muslim dan Yahudi di negara bagian kunci seperti Michigan dan Pennsylvania.
Baik pemilih Demokrat maupun Republik sama-sama mengkhawatirkan potensi perluasan perang.
Mereka memiliki pandangan yang berbeda terkait siapa yang bertanggung jawab atas eskalasi konflik.
Sekitar 6 dari 10 pemilih menyalahkan kelompok militan Palestina Hamas, pemerintah Iran, serta kelompok militan Lebanon, Hezbollah, atas eskalasi tersebut.
Namun, pandangan berbeda muncul terkait tanggung jawab Israel.
Sekitar 4 dari 10 pemilih berpikir bahwa pemerintah Israel juga memiliki tanggung jawab besar atas eskalasi ini, dengan perbedaan yang mencolok antara pemilih Demokrat dan Republik.
Baca Juga: Khawatir Donald Trump Jadi Presiden, Bill Gates Donasikan Rp 780 Miliar untuk Kampanye Kamala Harris
Dalam hal respons kebijakan, mayoritas pemilih mendukung penerapan sanksi ekonomi terhadap Iran, yang diyakini dapat menghambat dukungan terhadap kelompok-kelompok seperti Hizbollah dan Hamas.
Namun, dukungan terhadap bantuan militer AS bagi Israel terpecah, dengan sebagian besar pemilih cenderung menolak pengiriman dana pemerintah untuk mendukung militer Israel.
Keterlibatan militer langsung Amerika Serikat dalam bentuk pengiriman pasukan juga mendapat penolakan luas.
Sekitar separuh pemilih menentang gagasan ini, sementara hanya 2 dari 10 pemilih yang mendukung pengiriman pasukan AS untuk membantu Israel.
Meski upaya gencatan senjata terus diusahakan oleh pemerintah AS, tetapi banyak pemilih yang merasa AS sudah melakukan semaksimal mungkin dalam mendorong tercapainya perdamaian antara Israel, Hamas, dan Hezbollah.
Survei tersebut menunjukkan bahwa sekitar 5 dari 10 pemilih berpendapat AS sudah melakukan yang terbaik, sementara 3 dari 10 pemilih merasa pemerintah bisa berbuat lebih banyak.
Di sisi lain, perbedaan pandangan partisan terlihat dalam hal keterlibatan AS dalam gencatan senjata.
Pemilih Republik lebih cenderung menginginkan keterlibatan AS yang lebih sedikit dibandingkan pemilih Demokrat.
3 dari 10 pemilih Republik merasa AS seharusnya lebih mengurangi keterlibatan dalam upaya gencatan senjata.
Baca Juga: Biden Terus Dukung Pembunuhan Massal Israel, Arab-Amerika Cenderung Pilih Trump Dibanding Harris
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Deni-Muliya
Sumber : Anadolu/Associated Press