> >

Asa Menebar Harum Kopi Indonesia lewat Kafe Kekinian dan Kopi Gula Aren di Jerman

Kompas dunia | 30 Oktober 2024, 07:15 WIB
Kafe Nua Rasa di Berlin, Jerman. (Sumber: Kompas TV/Wella Andany)

BERLIN, KOMPAS.TV - Menjamurnya kopi kekinian di Tanah Air tak serta-merta membuat kopi Indonesia semerbak di negeri orang.

Di Jerman misalnya, yang notabene salah satu negara importir kopi terbesar, kopi Indonesia tak begitu dikenal, kalah pamor dibandingkan kopi Brasil, Kolombia, bahkan Vietnam.

Selain pamor, kopi asal Indonesia juga kalah saing secara harga dan dikenal mahal. 

Perlu dedikasi dan strategi dalam memperkenalkan kopi Indonesia sekaligus membangun citra baik di Jerman.

Itulah yang dilakukan beberapa anak muda Indonesia yang membuka kafe yang menyajikan kopi kekinian seperti kopi gula aren atau hidangan kue-kue ala Indonesia.

Suasana di Kafe Nua Rasa di Berlin, Jerman. (Sumber: Kompas TV/Wella Andany)

Benyamin Mario Djaroh begitu bersemangat menceritakan pengalamannya merintis Nua Rasa, kafe Indonesia satu-satunya di Kota Berlin.

Lokasi boleh saja ada di distrik Prenzlauer Berg, namun suasana dan menu yang disuguhkan bak ada di Indonesia. Berbagai kue manis dan kopi dari berbagai daerah di Indonesia menghiasi etalase kafe. 

Bermodalkan keahlian di bidang makanan dan minuman, Benjamin memberanikan diri membuka Nua Rasa pada tahun 2023.

Keraguan memang ada, namun ia yakin kafe Indonesia di Berlin bisa bersaing karena kualitas kopi Tanah Air tak kalah dengan kopi negara-negara lain.

Di kafenya, biji kopi Indonesia punya rumah, tak dicampur dengan biji kopi negara lain yang berperan sebagai pelengkap saja, seperti kebanyakan roastery atau kafe di Jerman.

“Saya pikir, kenapa enggak saya impor langsung kopinya ke sini? Jadi sebenarnya tujuan saya tuh gak sekadar bikin kopi dan kafe, tapi juga mau impor kopi Indonesia," terangnya.

"Mau kenalinlah ke orang-orang Jerman, kita banyak kopi Indonesia yang bagus. Karena kopi Indonesia yang saya temui di sini kebanyakan dibuatnya blend (campur), jadi biji kopi Sumatra dicampur sama India, sama Brasil, nah itu biasanya yang tingkatnya enggak terlalu bagus."

Menurut Benjamin, kopi specialty Indonesia cocok di lidah orang-orang Jerman dan banyak pelanggan yang awalnya coba-coba kini jadi langganan.

Ia menyebut, memasarkan biji kopi asal Indonesia tak bisa setengah hati. Segalanya ia lakukan sendiri dari mencari biji kopi kualitas terbaik, mengekspor, meramu, hingga memasarkannya di Berlin. Menjaga kualitas menjadi kunci perkembangan pesat Nua Rasa.

Benjamin melihat potensi pasar yang cukup menjanjikan. Penjualan di kafernya di tahun kedua naik dua kali lipat dari tahun pertama. 

“Mereka kaget, kopi Indonesia berbeda. Nah, bahkan, dari beberapa roaster pun ke sini cobain kopi kita. Mereka bilang ‘Oh ini kok beda, ini saya suka’. Itu yang saya lihat kaget mereka kalau kopi Indonesia ternyata enak,” tutur Benjamin.

Kafe Meramanis di Köln, Jerman. (Sumber: Meramanis)

Kisah serupa juga ditemukan di kafe Meramanis di Kota Köln, Jerman. Mampir ke satu-satunya kafe Indonesia di kota yang dikenal akan karnavalnya ini, sekilas tidak ada yang terlalu berbeda jika dibandingkan dengan kafe-kafe di Jerman pada umumnya. Namun jika ditelusuri lebih jauh, ada menu kopi susu gula aren.

Andru Thifaldy, salah satu pendiri Meramanis menyebut kopi susu gula aren merupakan menu primadona di setiap musim panas.

“Cappuccino, latte, espresso, flat white, kalau digabung semua, masih lebih banyak yang pesan kopi susu gula aren,” terang mahasiswa software engineering ini.

Sebelum Meramanis atau kopi susu gula aren bisa cukup dikenal, Andru menceritakan berbagai tantangan yang dia dan tim hadapi sejak berdiri tahun 2022.

Ia bilang, pada awalnya kopi Indonesia mendapat ‘cap’ kopi berkualitas jelek karena memiliki rasa dan aroma tanah. Ia menduga hal itu disebabkan kesalahan saat pengolahan atau dalam perjalanan ekspor yang tidak sesuai standar. 

Andru dan anak-anak muda Indonesia di Kota Köln bertekad mengubah citra kopi Indonesia di Jerman dengan mendirikan kafe dan membuka apa yang mereka sebut ‘klinik kopi’, tempat para barista mengedukasi para pelanggan.

Selain itu, Andru mengimpor sendiri biji kopi hijau langsung dari petani di Indonesia dan memastikan kualitasnya tidak turun hingga ke tujuan. Harapannya, pelan-pelan biji kopi asal Indonesia dikenal dan dapat bersaing dengan kopi Etiopia atau kopi Kolombia. 

“Meyakinkan dan mengedukasi pasar sih yang paling berat, kasih tahu kalau kopi Indonesia itu enak, bisa bersaing. Kopi Klinik itu mengedukasi, banyak orang yang duduk dan kami presentasi memperkenalkan kopi Indonesia,” kata Andru.

Kafe Meramanis. (Sumber: Meramanis)

Dalam perjalannnya, penjualan Meramanis mengalami peningkatan pesat, terutama biji kopi hijau atau green beans yang naik tiga kali lipat atau lebih dari tahun sebelumnya. 

Andru berpendapat kopi Indonesia hanya bisa bersaing secara kualitas karena harga sudah mahal dari sumbernya, belum lagi ditambah logistik pengiriman sampai ke Benua Biru.

“Kalau saya bilang secara potensi lebih masuk ke arah niche (target pasar tersegmentasi). Kita harus meyakinkan pasar,” tambahnya.

Kalah dari Vietnam

Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Kementerian Perdagangan Hamburg Periode 2021-2024, Eka Sumarwanto mengatakan, data Trademap Tahun 2023 menunjukkan Indonesia hanya mengekspor 50.640 ton biji kopi ke Jerman atau 1,1 persen dari total impor 4,5 juta ton.

Indonesia kalah jauh dari Vietnam yang mengekspor 522.879 ton atau sekitar 11 persen dari pangsa pasar Jerman. Padahal, Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar ketiga dunia.

Menurut Eka, masalah rasa dan kualitas, kopi Indonesia tidak diragukan pasar Jerman. Namun, soal harga biji kopi Indonesia bisa lebih mahal hingga 40 persen dibandingkan Brasil atau Vietnam.

Sampai ke Negeri Panzer, biji kopi Indonesia bisa mencapai 12 euro, sedangkan kopi Brasil hanya sekitar 7-8 euro. Selain itu, kontinuitas atau berkelanjutan ekspor pun jadi tantangan petani kopi Indonesia. 

Ia menyebut acap kali petani dalam negeri tak mampu memenuhi kuota ekspor secara berkelanjutan. Ini yang membuat importir Jerman enggan melanjutkan kerja sama.

“Jadi kami ngobrol sama mereka. ‘Ya, kopi kalian memang bagus, kami sudah tahu kok kopi kalian is the best.’ Tapi dari segi harga sama kontinuitas, mereka menggaris bawah gitu,” jelas Eka.

Selain tantangan yang tengah dihadapi, Indonesia juga dihadapkan dengan regulasi bebas deforestasi atau The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) yang mengharuskan biji kopi yang dijual ke negara-negara Uni Eropa dinyatakan bersumber dari pertanian berkelanjutan.

Eka khawatir regulasi yang akan diimplementasikan ke komoditas kopi pada awal tahun 2025 ini akan semakin menggerus ekspor Indonesia ke Jerman.

Ia mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah untuk mempopulerkan kopi Indonesia di Jerman.

Namun, ia percaya, cara terbaik untuk memperkenalkan harum kopi Indonesia adalah lewat kafe dan kopi kekinian.

Saat ini jumlah kafe Indonesia di Jerman baru empat. Kafe-kafe seperti Nua Rasa dan Meramanis diharapkan dapat menjadi tumpuan untuk menyebarkan harum kopi Indonesia agar tak melulu kopi luwak yang dikenal, namun juga Kopi Mandailing, Kopi Malabar, Gayo Aceh, Bajawa Flores, hingga Amungme Gold Papua.

 

Penulis : Wella Andany Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU