G7 Setujui Pinjaman Rp790 Triliun untuk Ukraina, Didukung Aset Rusia yang Dirampas AS dan Barat
Kompas dunia | 24 Oktober 2024, 07:15 WIBIde menggunakan aset Rusia yang dibekukan atau dirampas sepihak awalnya menghadapi perlawanan dari pejabat Eropa yang khawatir tentang stabilitas hukum dan finansial.
Namun, gagasan ini mendapat momentum setelah negosiasi lebih dari satu tahun antarpejabat keuangan, dan setelah Presiden Joe Biden pada bulan April menandatangani undang-undang yang memungkinkan pemerintah AS menyita sekitar Rp 79 triliun ($5 miliar) aset negara Rusia di AS.
Pada bulan Juni, G7 mengumumkan bahwa sebagian besar pinjaman ini akan dijamin oleh keuntungan yang dihasilkan dari sekitar Rp 4.114 triliun ($260 miliar) aset Rusia yang dibekukan secara sepihak tanpa keputusan pengadilan Internasional. Sebagian besar dana ini berada di negara-negara Uni Eropa.
AS dan sekutunya segera membekukan aset bank sentral Rusia yang mereka miliki aksesnya ketika Moskow menginvasi Ukraina pada tahun 2022.
Waktu penyaluran pinjaman ini menimbulkan pertanyaan, karena terjadi dua minggu sebelum pemilihan presiden antara Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris dari Partai Demokrat. Kedua kandidat memiliki pandangan yang berseberangan terkait ancaman dari Rusia.
Menteri Pertahanan Lloyd Austin menepis anggapan bahwa bantuan militer untuk Ukraina yang telah disetujui oleh pemerintahan Biden bisa dibatalkan jika ada pemerintahan baru yang berkuasa.
"Saya yakin bahan-bahan ini akan terus mengalir," kata Austin, menambahkan bahwa ia percaya semua bantuan akan disalurkan "sesuai jadwal yang telah ditetapkan."
Laporan terbaru dari Bank Dunia tentang kerusakan di Ukraina, yang dirilis pada Februari, memperkirakan bahwa biaya rekonstruksi dan pemulihan negara tersebut mencapai Rp 7.689 triliun ($486 miliar) dalam 10 tahun ke depan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Associated Press