> >

Rusia Unjuk Gigi Saingi Dominasi Barat, Gelar KTT BRICS yang Anggotanya Terus Bertambah

Kompas dunia | 22 Oktober 2024, 00:30 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri Forum Bisnis BRICS di Moskow, Rusia, Jumat (18/10/2024). (Sumber: AP Photo/Alexander Zemlianichenko)

Tujuan Iran dan China

Rusia diperkirakan akan menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif dengan Iran, yang akan memperkuat hubungan semakin dekat antara kedua negara. Setelah invasi Ukraina, Iran dilaporkan telah mengirimkan ratusan drone ke Rusia, yang digunakan untuk serangan jarak jauh terhadap infrastruktur Ukraina. Meskipun Kremlin dan Teheran menyangkal laporan ini, kerja sama militer tetap menjadi pusat perhatian.

Iran, di sisi lain, mengharapkan dukungan Rusia dalam bentuk senjata canggih, seperti sistem pertahanan udara jarak jauh dan jet tempur, untuk menghadapi potensi serangan dari Israel. Namun, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak berkomentar mengenai apakah perjanjian ini akan mencakup bantuan militer timbal balik.

Bagi China, BRICS adalah salah satu dari beberapa organisasi internasional - bersama dengan Organisasi Kerja Sama Shanghai - yang digunakan Beijing untuk mempromosikan alternatif dari tatanan dunia yang dipimpin AS. Xi Jinping mendorong perluasan BRICS, dan KTT Kazan ini akan memperkuat hubungan ekonomi, teknologi, dan militer dalam blok yang diperluas.

Baca Juga: Rusia Dorong BRICS Bangun Sistem Pembayaran Alternatif yang Kebal Sanksi Barat

Mata Uang Baru

Beijing dan Moskow juga ingin mengeksplorasi kemungkinan menciptakan mata uang perdagangan internasional baru yang dapat menantang dominasi dolar AS.

KTT ini juga memberikan kesempatan bagi Xi dan Putin untuk menonjolkan hubungan erat mereka. Keduanya sebelumnya mengumumkan kemitraan "tanpa batas" hanya beberapa minggu sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada 2022, dan telah bertemu beberapa kali tahun ini.

Meskipun demikian, para ahli memperkirakan Xi mungkin ingin menjaga jarak secara halus dari Putin terkait perang Ukraina, meskipun di depan publik hubungan keduanya terlihat solid. 

"Sementara Putin ingin hubungan Rusia-China terlihat baik-baik saja, Xi mungkin juga ingin menyampaikan pesan kepada negara-negara Barat bahwa Beijing tetap netral secara resmi dalam konflik Rusia-Ukraina dan bukan sekutu formal Moskow," kata Eva Seiwert, ahli kebijakan luar negeri dari Mercator Institute for China Studies.

Baca Juga: Vladimir Putin: Keunggulan BRICS di Ekonomi Global Makin Menguat, Tembus di Atas G7

Tantangan bagi India dan Turki

Pertemuan antara Modi dan Putin diharapkan dapat mengatur ulang keseimbangan dalam hubungan mereka. Negara-negara Barat berharap India dapat lebih aktif dalam membujuk Rusia untuk mengakhiri perang, namun Modi telah menghindari mengutuk Rusia secara langsung, dan lebih menekankan pada penyelesaian damai.

India tetap memandang Rusia sebagai mitra yang telah teruji sejak era Perang Dingin, dengan kerjasama yang erat di bidang pertahanan, minyak, energi nuklir, dan luar angkasa. Meski demikian, hubungan Rusia dengan China, saingan utama India, tetap menjadi faktor yang kompleks.

Di sisi lain, Turki, yang telah mengajukan aplikasi keanggotaan BRICS, juga menjadi peserta penting. Keanggotaan dalam BRICS akan membantu Presiden Erdogan memperkuat posisinya pada saat hubungan Turki dengan Barat, terutama Amerika Serikat, sedang tegang. 

Ankara frustrasi karena pembicaraan keanggotaan Uni Eropa terhenti sejak 2016, dan hubungannya dengan Washington terganggu setelah pembelian sistem pertahanan udara dari Rusia.

KTT BRICS di Kazan akan menjadi panggung bagi Rusia untuk memperkuat aliansi globalnya, menghadirkan kesempatan bagi para pemimpin dunia untuk memperkuat pengaruh mereka di kancah internasional. 

Di tengah ketegangan dengan Barat, KTT ini menjadi alat diplomatik yang penting bagi Rusia untuk menunjukkan bahwa mereka tetap aktif dan relevan di panggung global.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU