Senator Aborigin Ini Sebut Raja Charles sebagai Penjajah Inggris yang Rampas Tanah Australia
Kompas dunia | 21 Oktober 2024, 22:53 WIBCANBERRA, KOMPAS.TV — Seorang senator Australia berdarah Aborigin, Lidia Thorpe, menyela acara parlemen Australia yang dihadiri Raja Inggris Charles III, Senin (21/10/2024). Ia menyebut Raja Charles III sebagai penjajah Inggris yang telah merampas tanah dan melakukan aksi genosida terhadap rakyat Aborigin.
Raja Charles tengah berbicara dengan tenang kepada Perdana Menteri Australia Anthony Albanese di aula parlemen Australia saat petugas keamanan menghalangi Thorpe untuk mendekat.
“Anda telah melakukan genosida terhadap rakyat kami!” teriak Thorpe tiba-tiba. “Kembalikan apa yang telah kalian curi dari kami, tulang kami, tengkorak kami, bayi kami, rakyat kami. Kalian telah menghancurkan tanah kami. Kami ingin perjanjian! Berikan kami perjanjian!”
Thorpe pun dikeluarkan dari acara penerimaan pasangan Kerajaan Inggris Raja Charles III dan istrinya Camilla di parlemen Australia.
"Ini bukan tanahmu. Kamu bukan rajaku," teriak Thorpe saat ia digiring keluar dari aula.
Tidak pernah ada perjanjian yang dicapai antara penjajah Inggris dan masyarakat Aborigin Australia.
Thorpe sendiri dikenal karena aksi protesnya yang mencolok. Saat dilantik sebagai senator pada 2022, dia tidak diizinkan menyebut raja saat itu sebagai “Yang Mulia Ratu Elizabeth II si Penjajah.”
Dia juga pernah menghentikan iring-iringan polisi di Sydney saat acara Gay dan Lesbian Mardi Gras dengan berbaring di depan mobil.
Tahun lalu, Thorpe dilarang seumur hidup dari sebuah klub tarian dewasa di Melbourne setelah video yang menunjukkan dia menganiaya penari bugil pria beredar.
Baca Juga: Raja Charles III Kunjungi Australia, Hidupkan Perdebatan Tentang Hubungan Australia dan Inggris
Perdana Menteri Albanese, yang ingin menjadikan Australia sebagai republik dengan kepala negara asal Australia, secara tidak langsung merujuk pada isu ini dalam pidato sambutannya kepada raja.
"Anda telah menunjukkan rasa hormat yang besar kepada rakyat Australia, bahkan saat kami memperdebatkan masa depan pengaturan konstitusi kami dan sifat hubungan kami dengan Kerajaan Inggris," kata Albanese. Namun, dia menambahkan, "tidak ada yang tetap ajek (tetap)."
Pemimpin oposisi, Peter Dutton, yang ingin mempertahankan Raja Inggris sebagai kepala negara Australia, mengatakan banyak pendukung republik merasa terhormat menghadiri resepsi untuk Raja Charles dan Ratu Camilla di Gedung Parlemen di Canberra.
"Orang-orang merapikan rambut, menyemir sepatu, dan menyetrika jas, dan itu baru kaum republikan," guyon Dutton.
Namun, enam pemerintah negara bagian Australia menunjukkan dukungan mereka untuk kepala negara asal Australia dengan menolak undangan ke resepsi tersebut. Mereka masing-masing menyatakan punya agenda yang lebih mendesak pada hari Senin, meskipun para pendukung monarki sepakat kerajaan Inggris telah mereka abaikan.
Raja Charles memulai pidatonya dengan berterima kasih kepada nenek tua adat Canberra, Nenek Violet Sheridan, atas sambutan tradisional kepada raja dan ratu.
"Izinkan saya juga mengucapkan terima kasih atas Upacara Penyambutan yang sangat menyentuh pagi ini, yang memberi saya kesempatan untuk menghormati pemilik tradisional tanah yang kita pijak, yaitu rakyat Ngunnawal, dan semua masyarakat Bangsa Pertama yang telah merawat benua ini selama 65.000 tahun," kata Charles.
"Sepanjang hidup saya, masyarakat Bangsa Pertama Australia telah memberi saya kehormatan besar dengan berbagi cerita dan budaya mereka dengan sangat murah hati. Saya hanya bisa mengatakan betapa pengalaman saya telah dibentuk dan diperkuat oleh kebijaksanaan tradisional mereka," tambah Charles.
Rakyat Australia pada referendum tahun 1999 memutuskan untuk tetap mempertahankan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara. Hasil ini dianggap sebagai konsekuensi dari ketidaksetujuan mengenai cara pemilihan presiden, bukan karena dukungan mayoritas terhadap monarki.
Baca Juga: Australia Sumbangkan 49 Tank Tua ke Ukraina, Masih Efektif di Medan Tempur
Albanese telah menegaskan bahwa dia tidak akan mengadakan referendum lagi mengenai topik tersebut selama masa jabatannya yang saat ini berlangsung selama tiga tahun. Namun, referendum mungkin akan menjadi kemungkinan jika Partai Buruh yang dipimpinnya kembali terpilih dalam pemilihan yang dijadwalkan sebelum Mei tahun depan.
Raja Charles terlibat dalam perdebatan republik Australia beberapa bulan sebelum kunjungannya.
Gerakan Republik Australia, yang ingin memutuskan hubungan konstitusional Australia dengan Inggris, menulis surat kepada Charles pada bulan Desember tahun lalu. Isinya, meminta pertemuan di Australia dan meminta raja untuk mendukung tujuan mereka. Istana Buckingham dengan sopan membalas pada bulan Maret, menyatakan bahwa pertemuan raja akan ditentukan oleh pemerintah Australia. Pertemuan dengan Gerakan Republik Australia tidak terlihat dalam agenda resmi.
“Apakah Australia menjadi republik atau tidak adalah keputusan publik Australia,” kata surat dari Istana Buckingham.
Sebelumnya pada hari Senin, Charles dan Camilla meletakkan karangan bunga di Australian War Memorial dan kemudian berjabat tangan dengan warga yang hadir pada hari kedua kunjungan mereka. Pihak memorial memperkirakan sekitar 4.000 orang hadir untuk menyambut pasangan kerajaan tersebut.
Charles, yang berusia 75 tahun, sedang menjalani pengobatan kanker, yang menyebabkan agenda kunjungannya dikurangi. Ini adalah kunjungan ke-17 Charles ke Australia dan yang pertama sejak ia menjadi raja pada tahun 2022. Ini juga merupakan kunjungan pertama oleh raja Inggris yang sedang memerintah sejak mendiang Ratu Elizabeth II mengunjungi Australia pada tahun 2011.
Setelah kedatangannya pada hari Jumat, Charles dan Camilla beristirahat sebelum melakukan penampilan publik pertama mereka di sebuah kebaktian gereja di Sydney pada hari Minggu. Mereka kemudian terbang ke Canberra, di mana mereka mengunjungi Makam Prajurit Tidak Dikenal Australia dan menghadiri resepsi di Gedung Parlemen.
Hari Rabu, Charles akan melakukan perjalanan ke Samoa, di mana ia akan membuka Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press