> >

Presiden Kenya ke Haiti Kunjungi Kontingen Polisi di Tengah Kekerasan Gangster yang Makin Parah

Kompas dunia | 23 September 2024, 00:30 WIB
Presiden Kenya William Ruto, tengah kanan, berjalan bersama Presiden Dewan Transisi Edgard Leblanc saat tiba di pangkalan Kenya di Port-au-Prince, Haiti, Sabtu, 21 September 2024. (Sumber: AP Photo)

PORT-AU-PRINCE, KOMPAS TV - Presiden Kenya, William Ruto tiba di Haiti pada Sabtu (21/9/2024) dengan menyatakan kehadiran polisi Kenya telah meningkatkan keamanan di negara itu. 

Namun, klaim ini bertentangan dengan peringatan dari seorang ahli keamanan PBB yang baru-baru ini menyatakan bahwa kekerasan di Haiti semakin memburuk seiring dengan meluasnya kendali geng.

Setelah sampai di Haiti, Ruto lantas berjalan melewati petugas bersenjata di karpet merah kecil dan menuju ke pangkalan polisi Kenya di bandara.

Ia bertemu dengan polisi yang terlibat dalam operasi melawan geng serta pejabat tinggi dari Haiti dan Kanada.

"Anda telah mewakili rakyat Kenya dengan keberanian dan profesionalisme," kata Ruto kepada polisi Kenya yang hadir.

Ruto mengklaim penempatan polisi Kenya memperkuat infrastruktur keamanan dan memungkinkan pengungsi Haiti untuk kembali ke rumah mereka. 

Namun, banyak warga setempat berpendapat bahwa kekerasan tetap sama parahnya, jika tidak lebih buruk, dibandingkan sebelum polisi Kenya dikerahkan pada bulan Juni.

Ruto menyatakan, keinginannya untuk mendengarkan pengalaman pasukan Kenya sebelum pergi ke New York.

Tujuannya ke New York tak lain untuk berdiskusi dengan para pemimpin PBB tentang bagaimana mendukung pasukan Kenya dan Jamaika yang kekurangan sumber daya dalam menghadapi geng-geng itu.

Kenya adalah negara pertama yang mengirimkan pasukan sebagai bagian dari upaya PBB yang lebih besar untuk menstabilkan Haiti.

Untuk Haiti telah menghadapi peningkatan kekerasan dan ketidakstabilan politik sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada tahun 2021.

Baca Juga: Militer Haiti Rekrut Tentara Baru untuk Lawan Geng, Anak Muda Berbondong-bondong Melamar

Saat ini, sekitar 400 polisi Kenya berada di Haiti, dan sekitar 20 polisi dan tentara Jamaika juga baru tiba. 

Namun, pejabat AS dan lainnya mengungkapkan, kekhawatiran mengenai ketidakcukupan pasukan dan sumber daya ini mengingat geng-geng mengendalikan sekitar 80% ibu kota, Port-au-Prince.

Ahli hak asasi manusia PBB, William O'Neill yang baru-baru ini mengunjungi Haiti memperingatkan, kekerasan geng semakin menyebar dan Kepolisian Nasional Haiti masih kekurangan dukungan logistik serta teknis yang diperlukan untuk memerangi ancaman ini. 

Ia menyoroti konsekuensi kemanusiaan yang mengkhawatirkan, termasuk inflasi yang meningkat dan kekurangan barang-barang dasar yang semakin membahayakan populasi rentan, terutama wanita dan anak-anak.

Misi keamanan diperkirakan akan mencapai total 2.500 personel, dengan komitmen dari Bahama, Bangladesh, Barbados, Benin, dan Chad untuk mengirimkan polisi dan tentara, meskipun belum jelas kapan pengiriman tersebut akan terjadi. 

Sementara itu, pihak AS telah mengusulkan gagasan untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian PBB.

Namun gagasan ini kontroversial mengingat dampak negatif dari misi PBB sebelumnya di Haiti, termasuk wabah kolera dan tuduhan pelecehan seksual.

Kunjungan Ruto juga bertepatan dengan pembentukan dewan pemilihan sementara di Haiti yang sangat diharapkan oleh komunitas internasional untuk memfasilitasi pemilihan umum pertama di negara itu sejak tahun 2016. 

Dalam kekosongan kekuasaan setelah pembunuhan Moïse, geng-geng hanya semakin menguat.

Banyak pihak berharap pemilihan umum yang akan datang bersama dengan dukungan internasional dapat membantu mengembalikan ketertiban di Haiti.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Deni-Muliya

Sumber : Associated Press


TERBARU