> >

Guru Besar UI: Serangan Pager di Lebanon Bisa Dikategorikan Terorisme yang Disponsori Negara

Kompas dunia | 19 September 2024, 19:33 WIB
Petugas tanggap darurat Pertahanan Sipil Lebanon membawa seorang pria yang terluka setelah pager genggamnya meledak di rumah sakit al-Zahraa di Beirut, Lebanon, Selasa, 17 September 2024. (Sumber: AP Photo/Hussein Malla)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Gelombang ledakan alat elektronik termasuk penyeranta atau pager dan walkie-talkie, di Lebanon bisa dikategorikan sebagai terorisme yang disponsori negara atau state-sponsored terrorism.

Hal itu diungkapkan guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.

Seperti diberitakan, ledakan massal penyeranta di Lebanon terjadi pada Selasa (17/9/2024).

Satu hari kemudian, Rabu (18/9/2024), ledakan alat elektronik kembali terjadi. Dilaporkan sejumlah walkie-talkie, ponsel, laptop hingga sel listrik tenaga surya, meledak di sejumlah titik di Lebanon.

Baca Juga: Kisah Fatima, Gadis Cilik yang Ikut Jadi Korban Ledakan Pager Massal di Lebanon

Partai politik dan paramiliter Lebanon, Hizbullah, menuding Israel berada di balik serangan yang menggunakan pager dan alat elektronik tersebut.

Namun, hingga kini, Israel tidak membantah maupun membenarkan tudingan tersebut.

"Bisa (dikatakan sebagai terorisme yang disponsori negara). Bila bisa dibuktikkan Israel sebagai negara di belakang ini," ungkap Hikmahanto kepada Kompas.tv, Kamis (19/9/2024).

Namun, kata dia, untuk membuktikan keterlibatan pemerintah Israel dalam serangan pager tersebut, tidaklah mudah.

"Pembuktian ini yang tidak mudah. Pasti Israel tidak menggunakan aparatnya. Tapi ada kaki tangan," ungkapnya.

Hikmahanto menilai serangan tersebut dapat menjadi preseden buruk yang bisa membuka pintu bagi serangan-serangan sejenis oleh aktor-aktor lainnya.

Baca Juga: Perusahaan Taiwan dan Hungaria Klaim Tak Produksi Pager yang Meledak Bersamaan di Lebanon

Selain itu, Israel, jika memang benar berada di balik serangan pager di Lebanon, berpotensi lolos dari jeratan hukum.

Hal itu karena Israel bukan anggota Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC).

"Nah ini yang sulit karena forum seperti Mahkamah Kejahatan Internasional sulit. Karena Israel bukan anggota," kata Hikmahanto.

Penulis : Edy A. Putra Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV, Al Jazeera, The New York Times


TERBARU