Hamas Kecam Israel karena Rekrut Pencari Suaka Afrika untuk Berperang
Kompas dunia | 16 September 2024, 22:05 WIBTEHRAN, KOMPAS TV - Kelompok perjuangan Palestina, Hamas, mengutuk Israel karena merekrut pencari suaka dari Afrika untuk bertempur di Jalur Gaza. Mereka menyebut langkah ini sebagai usaha terbaru dari rezim Zionis untuk menggantikan kekuatan tempur yang hilang dalam konflik tersebut.
Menurut laporan kantor berita IRNA yang mengutip media Palestina, hari Senin, 16/9/2024, Hamas dalam pernyataannya menuduh Israel merekrut pencari suaka Afrika untuk berperang di Gaza dengan imbalan hak tinggal permanen di negara tersebut. Hamas menganggap tindakan ini sebagai indikasi dari krisis moral yang melanda entitas Zionis.
Pernyataan Hamas menegaskan perekrutan ini merupakan pelanggaran "aturan hak asasi manusia yang paling mendasar" melalui eksploitasi kebutuhan imigran dan pencari suaka. Mereka menilai militer Israel menekan para pencari suaka Afrika dengan menawarkan imbalan berupa status penduduk permanen sebagai daya tarik untuk bergabung dalam konflik.
Hamas juga menyeru kepada komunitas internasional dan organisasi hak asasi manusia untuk mengutuk tindakan yang dianggapnya sebagai perbuatan "rasis" dan untuk mengecam para pemimpin Israel atas pelanggaran berat terhadap hukum perang dan hak asasi manusia internasional.
Menurut beberapa laporan, dalam beberapa bulan terakhir, tentara Israel menggunakan tentara bayaran asing dalam operasi terhadap warga Palestina di Gaza. Perekrutan ini terjadi di tengah penolakan dari kalangan warga Yahudi ultrakonservatif terhadap panggilan wajib militer dari pemerintah Zionis untuk bergabung dalam perang di Gaza.
Saat ini terdapat sekitar 30.000 pencari suaka Afrika di Israel. Media Israel melaporkan bahwa rezim Israel memanfaatkan mereka untuk operasi-operasi berbahaya di Gaza. Haaretz melaporkan bahwa Israel menawarkan status tinggal permanen kepada pencari suaka Afrika sebagai imbalan jika mereka bergabung dengan angkatan bersenjata Israel dalam serangan mereka di Gaza.
Baca Juga: Israel Iming-imingi Suaka bagi 30 Ribu Pengungsi Afrika, tapi Syaratnya Mengerikan!
"Pejabat pertahanan Israel menyadari bahwa mereka bisa memanfaatkan keinginan pencari suaka untuk mendapatkan status permanen sebagai insentif. Pihak pertahanan Israel menawarkan bantuan untuk memperoleh status permanen di Israel kepada pencari suaka Afrika yang berkontribusi dalam usaha perang di Gaza—sekaligus mempertaruhkan nyawa mereka," tulis Haaretz.
Surat kabar tersebut juga mencatat bahwa "pertimbangan etis mengenai perekrutan pencari suaka belum dibahas." Hingga saat ini, "belum ada pencari suaka yang berkontribusi dalam usaha perang yang diberikan status resmi."
Sekitar 30.000 pencari suaka Afrika, sebagian besar pria muda, tinggal di Israel, dengan sekitar 3.500 orang Sudan menikmati status sementara sambil menunggu keputusan aplikasi suaka mereka.
Selama serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, tiga pencari suaka dilaporkan tewas. Setelah kejadian tersebut, banyak di antara mereka yang bersedia untuk bekerja di bidang pertanian dan pusat komando sipil, bahkan ada yang siap bergabung dengan angkatan bersenjata Israel.
"Beberapa sumber militer menyatakan bahwa pihak pertahanan telah memanfaatkan pencari suaka dalam berbagai operasi, beberapa di antaranya dilaporkan di media. Beberapa orang telah mengungkapkan keberatan terhadap praktik ini, dengan alasan bahwa ini mengeksploitasi orang-orang yang melarikan diri dari negara mereka karena perang," kata surat kabar tersebut, menambahkan bahwa suara-suara tersebut telah dibungkam.
Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan memperingatkan pada 18 Desember tahun lalu bahwa warga negara Afrika Selatan yang bergabung dengan angkatan bersenjata Israel selama konflik Gaza dapat menghadapi tuntutan hukum di negara mereka.
Pemerintah Afrika Selatan sangat khawatir dengan laporan bahwa beberapa warga negara dan penduduk tetap Afrika Selatan telah bergabung atau mempertimbangkan untuk bergabung dengan angkatan bersenjata Israel dalam perang di Gaza dan wilayah Palestina yang diduduki lainnya.
“Tindakan semacam ini dapat berpotensi melanggar hukum internasional dan menambah pelanggaran internasional, sehingga dapat membuat mereka bertanggung jawab secara hukum di Afrika Selatan,” bunyi pernyataan kementerian tersebut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Anadolu