> >

Inggris Tak Beri Sinyal Keputusan Soal Penggunaan Rudal Jarak Jauh oleh Ukraina

Kompas dunia | 14 September 2024, 22:40 WIB
PM Inggris Keir Starmer, kanan, dan Menteri Luar Negeri David Lammy di kediaman duta besar Inggris di Washington, Jumat 13 September 2024, sebelum pertemuan mereka dengan Presiden AS Joe Biden. (Sumber: AP Photo)

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer tidak memberikan sinyal terkait keputusan apakah akan mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh untuk menyerang target di dalam wilayah Rusia.

Hal ini disampaikan usai pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington, Jumat (13/9).

Saat ditanya apakah dirinya telah membujuk Biden untuk mengizinkan Ukraina meluncurkan rudal jarak jauh Storm Shadow ke Rusia, Starmer mengatakan bahwa diskusi mereka mencakup berbagai isu, termasuk Ukraina, Timur Tengah, dan Indo-Pasifik.

"Kami telah melakukan diskusi panjang dan produktif di sejumlah isu, seperti yang diharapkan," ujar Starmer dikutip dari BBC.

Gedung Putih menambahkan, kedua pemimpin juga mengekspresikan keprihatinan mendalam tentang penyediaan senjata mematikan oleh Iran dan Korea Utara kepada Rusia. 

Sementara itu, Biden mengatakan ia "tidak terlalu memikirkan" pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait ancaman terhadap penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina.

Putin sebelumnya memperingatkan bahwa jika Ukraina diizinkan menggunakan rudal tersebut untuk menyerang wilayah Rusia, maka hal itu akan dianggap sebagai keterlibatan langsung NATO dalam perang. Menurutnya, ini akan memicu eskalasi yang lebih besar.

Namun, Kurt Volker, mantan perwakilan khusus Amerika Serikat untuk negosiasi Ukraina, menyatakan bahwa komentar Putin lebih bertujuan untuk menakut-nakuti negara-negara Barat agar tidak bertindak lebih jauh. 

"Alasan Putin mengatakan hal-hal semacam itu adalah untuk menghalangi kita melakukan sesuatu, bukan karena itu mencerminkan apa yang sebenarnya akan dia lakukan atau pikirkan," ujarnya dalam wawancara dengan BBC.

Sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Ukraina terus menghadapi serangan harian di garis depan dan kota-kotanya. 

Baca Juga: Pemimpin AS dan Inggris Bertemu untuk Bahas Perang Rusia-Ukraina

Banyak rudal dan bom yang menghantam posisi militer Ukraina, blok apartemen, fasilitas energi, dan rumah sakit diluncurkan oleh pesawat-pesawat tempur Rusia dari dalam wilayah Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berulang kali mendesak sekutu Barat untuk mengizinkan penggunaan rudal jarak jauh untuk menyerang basis peluncuran serangan Rusia. 

Kyiv menegaskan bahwa ketidakmampuan untuk menyerang pangkalan tersebut menghambat kemampuan mereka dalam mempertahankan diri.

Namun, baik Inggris maupun Amerika Serikat hingga kini masih menahan izin penggunaan senjata tersebut di luar wilayah Ukraina yang diakui secara internasional. 

Inggris sebelumnya menyatakan bahwa Ukraina memiliki hak yang jelas untuk menggunakan senjata yang diberikan Inggris untuk tujuan "pertahanan diri". Namun, hal ini tidak termasuk rudal jarak jauh seperti Storm Shadow.

Menjelang pertemuannya dengan Biden di Gedung Putih, Starmer mengatakan bahwa pertemuan tersebut menjadi kesempatan untuk membahas strategi lebih luas terkait Ukraina, bukan hanya satu langkah atau taktik tertentu.

Selain isu Ukraina, Biden dan Starmer juga membahas situasi di Timur Tengah, di mana perang Israel-Gaza telah berlangsung selama hampir satu tahun. Mereka juga membicarakan sejumlah isu global lainnya.

Starmer mengatakan bahwa para pemimpin dunia akan mendapatkan kesempatan lain untuk mendiskusikan masalah-masalah tersebut pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) minggu depan.

Dalam penjelasan terpisah, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat John Kirby menyatakan bahwa Washington tidak berencana mengubah batasan yang telah diberlakukan terhadap penggunaan senjata buatan Amerika oleh Ukraina di wilayah Rusia.

Baca Juga: Warga AS dan Inggris Dihukum Mati di Republik Demokratik Kongo akibat Terlibat Kudeta

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : BBC


TERBARU