> >

Warga AS dan Inggris Dihukum Mati di Republik Demokratik Kongo akibat Terlibat Kudeta

Kompas dunia | 14 September 2024, 14:54 WIB
Tiga warga AS Benjamin Reuben Zalman-Polun, Marcel Malanga dan Tayler Thompson dinyatakan bersalah, Jumat (13/9/2024) karena upaya kudeta, dan dihukum mati dalam pengadilan di Kinshasa. (Sumber: AP Photo/Samy Ntumba Shambiyi)

KINSHASA, KOMPAS.TV - Seorang warga Inggris dan tiga warga Amerika Serikat (AS) termasuk dalam 37 orang yang dihukum mati di Republik Demokratik Kongo.

Mereka dihukum mati karena terlibat upaya kudeta menggulingkan Presiden Republik Demokratik Kongo, Felix Tshisekedi, Mei lalu.

Enam orang terbunuh saat upaya kudeta yang dilakukan oleh sosok opsosisi Christian Malanga pada 19 Mei lalu, yang menargetkan istana kepresidenan, dan sekutu dekat Thisekedi.

Baca Juga: China Sahkan Kebijakan Baru Usia Pensiun, Warga Akan Terus Bekerja sampai Seumur Ini

Pria bersenjata menyerang rumah pemimpin Parlemen Vital Kamerhe di Kinshasa, mereka juga berusaha menduduki kantor kepresidenan.

Namun, Malanga akhirnya terbunuh oleh pasukan keamanan.

Malanga ditembak setelah menolak ditangkap usai menyiarkan langsung serangan itu di media sosial.

Selain warga Inggris dan AS itu, juga ada warga Belgia, Kanada dan sejumlah orang Kongo yang dihukum mati.

Mereka bisa mengajukan banding terhadap putusan yang mencakup terorisme, pembunuhan dan asosiasi kriminal yan didakwakan kepada mereka.

Sebanyak 14 orang telah dibebaskan dalam persidangan yang dibuka pada Juli lalu itu,

Dikutip dari The Guardian, Jumat (13/9/2024), tiga warga AS yang didakwa adalah putra Malanga, Marcel Malanga, 21 tahun, begitu uga Tyler Thompson JR dan Benjamin Zalman-Polun.

Pada persidangan, Marcel mengatakan ayahnya, yang terasing darinya, telah mengancam akan membunuhnya jika ia tak berpartisipasi.

Ia mengatakan ini pertama kalinya ia mengunjungi negara itu atas undangan sang ayah, yang sudah bertahun-tahun tak ditemuinya.

Sementara itu, Thompson, 21 tahun, terbang ke Afrika dari Utah, bersama Marcel.

Keluarganya mengetahui bahwa Thompson pergi berlibut dengan semua biaya dibiayai oleh Malanga.

Keduanya bermain sepak bola di SMA yang sama di Salt Lake City.

Rekan setimnya yang lain menuduh Marcel menawarkan mereka USD100.000 atau setara Rp1,5 miliar untuk pekerjaan keamanan di DR Kongo.

Keluarga Thompson mengatakan ia tak tahu niat Malanga senior, atau juga rencana untuk aktivitas politik atau niat dari memasuki DR Kongo.

Mereka mengatakan awalnya mereka pikir ia akan masuk ke Afrika Selatan atau Eswatini.

Sementara itu, Zalman-Polun, 36 tahun, adalah rekan bisnis dari Christian Malanga.

Tak ada informasi mengenai warga Inggris, yang juga dilaporkan warga naturalisasi RD Kongo.

“Kami telah menyiapkan bantuan konsuler untuk warga Inggris yang ditahan di DR Kongo dan membuat kontak dengan otoritas lokal,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri.

“Kami telah membuat pernyataan mengenai penerapan hukuman mati di RD Kongo pada tingkat tertinggi, dan akan terus melakukannya,” ujarnya.

Baca Juga: Bayi Kuda Nil Kerdil Moo Deng Viral, Pengunjung Kebun Binatang di Thailand Membeludak

Putusan tersebut dibacakan dalam siaran langsung TV dari halaman penjara militer Ndolo, di luar Ibu Kota Kinshasa.

Pada Maret, RD Kongo menerapkan kembali hukuman mati, mencabut moratorium yang berlaku selama 21 tahun.

Kementerian Kehakiman RD Kongo mengatakan pada saat itu, bahwa larangan sejak 2003 telah memungkinkan pelanggar yang dituduh melakukan pengkhianatan, dan spionase dapar lolos tanpa hukuman yang memadai.

Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : The Guardian


TERBARU