Sudan Tuduh UEA Pasok Senjata ke RSF, Begini Respons Abu Dhabi
Kompas dunia | 12 September 2024, 11:20 WIB
NEW YORK, KOMPAS.TV – Pemerintah Sudan, Rabu (11/11/2024), menuduh Uni Emirat Arab (UEA) memasok senjata kepada pasukan paramiliter, Rapid Support Forces (RSF), sehingga menyebabkan perang yang sudah berlangsung 17 bulan semakin berkepanjangan.
Dilansir Associated Press, konflik antara Sudan dan UEA ini muncul dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, di mana 15 anggotanya dengan suara bulat sepakat untuk memperpanjang embargo senjata di wilayah Darfur di bagian barat Sudan, yang menjadi medan pertempuran utama, hingga 12 September 2025.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lebih dari 20.000 orang telah tewas akibat konflik di Sudan.
Duta Besar Sudan Al-Harith Mohamed secara langsung menuduh UEA memasok senjata berat, rudal, dan amunisi kepada RSF.
Ia juga menuduh UEA mengambil keuntungan dari perang di Sudan dengan mengeksploitasi emas negaranya secara ilegal.
Al-Harith menyampaikan bukti berupa pengiriman senjata terbaru yang melewati Chad yang ditujukan bagi RSF.
Ia mengatakan perbatasan Adre di Chad, yang baru saja dibuka kembali untuk bantuan kemanusiaan, disalahgunakan untuk mengirim senjata kepada pasukan paramiliter tersebut.
Baca Juga: Serangan Brutal RSF di Sudan, 85 Warga Tewas Termasuk Wanita dan Anak-Anak
Al-Harith juga mengatakan pasar emas Eropa telah mengonfirmasi bahwa UEA mengambil keuntungan dari emas Sudan.
Duta Besar Sudan itu meminta agar kebijakan ekspor senjata ke UEA ditinjau ulang dan mendesak pemberlakuan sanksi khusus terhadap RSF serta negara-negara yang mendukung pasukan paramiliter tersebut.
Menanggapi tuduhan ini, UEA menyebut klaim tersebut "sepenuhnya salah" dan "tidak berdasar". UEA balik menuduh Sudan menolak melakukan negosiasi damai dengan RSF.
Duta Besar UEA Mohamed Abushahab dengan cepat menyatakan tuduhan Sudan adalah "upaya sinis untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF)."
Ia juga menuduh militer Sudan tidak menunjukkan "keberanian politik," menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, dan menolak ajakan untuk mengakhiri perang serta melakukan negosiasi.
"Untuk mengakhiri konflik ini, SAF harus mengambil langkah penting dengan berpartisipasi dalam pembicaraan damai dan menunjukkan keberanian politik untuk bernegosiasi dengan musuh mereka," kata Abushahab.
Militer Sudan menolak menghadiri negosiasi di Jenewa, Swiss, bulan lalu, yang bertujuan untuk mendorong bantuan kemanusiaan dan memulai pembicaraan damai, meskipun ada seruan internasional agar mereka terlibat. Sebaliknya, RSF mengirim delegasi ke Jenewa.
Pada Juli lalu, para ahli global mengungkapkan kelaparan di kamp pengungsi besar di Darfur telah berkembang menjadi bencana kelaparan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press