> >

Penyebab Rusia Terlihat Kewalahan Usir Pendudukan Ukraina di Kursk Versi Media Barat

Kompas dunia | 29 Agustus 2024, 15:00 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin hari Kamis, 22/8/2024, mengklaim Ukraina mencoba menyerang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir PLTN Kursk (Sumber: Anadolu )

MOSKOW, KOMPAS TV – Setelah tiga minggu pertempuran, Rusia terlihat kewalahan dan lambat mengusir pasukan Ukraina yang menyerbu dan menduduki wilayah Kursk. Respons Rusia yang lambat dan loyo terhadap pendudukan pertama wilayahnya sejak Perang Dunia II dipandang media Barat sebagai mengejutkan.

Kesulitan ini, menurut Associated Press, hari Kamis, 29/8/2024, terkait kekurangan personel tempur dan prioritas Rusia yang terbagi.

Dengan sebagian besar kekuatan militernya terfokus pada ofensif di dalam wilayah Ukraina, Kremlin tampaknya kekurangan cadangan pasukan untuk mengusir pasukan Kiev dari wilayah Kursk.

Presiden Vladimir Putin tampaknya tidak menganggap serangan ini sebagai ancaman yang cukup serius untuk menarik pasukan dari wilayah Donbas di Ukraina timur, yang menjadi target prioritasnya.

Baca Juga: Ukraina Klaim Kuasai 100 Permukiman di Kursk, Rusia Kalah di Wilayah Sendiri?

Sebuah tank Rusia yang hancur tampak berada di pinggir jalan di dekat Kota Sudzha, wilayah Kursk, Rusia, 16 Agustus 2024. Foto ini dipublikasikan setelah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pertahanan Ukraina. (Sumber: AP Photo)

Prioritas Putin

Beberapa bulan setelah meluncurkan serangan besar-besaran pada tahun 2022, Putin menurut Associated Press secara ilegal menganeksasi wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson sebagai bagian dari wilayah Rusia, dan penguasaan penuh atas wilayah ini menjadi prioritas utama.

Pada Juni, Putin menyatakan bahwa Kiev harus menarik pasukannya dari wilayah-wilayah tersebut sebagai syarat untuk pembicaraan damai, sebuah tuntutan yang ditolak oleh Ukraina.

“Dalam mengerahkan pasukan untuk menghadapi serangan Ukraina, Rusia melakukan segala upaya untuk menghindari menarik unit-unit dari ofensifnya di Donbas,” kata Nigel Gould-Davies dari International Institute of Strategic Studies (IISS). “Rusia saat ini menilai mereka dapat menahan ancaman di wilayahnya sendiri tanpa mengorbankan tujuan terpentingnya di Ukraina.”

Meskipun pasukan Ukraina memasuki Kursk pada 6 Agustus, pasukan Rusia terus melakukan serangan lambat di sekitar kota strategis Pokrovsk dan bagian lain wilayah Donetsk.

“Rusia sangat bertekad melanjutkan serangan ke arah Pokrovsk dan tidak mengalihkan sumber daya dari Pokrovsk ke Kursk,” kata Nico Lange, peneliti senior di Center for European Policy Analysis yang berbasis di Washington.

Berbeda dengan Pokrovsk, di mana pasukan Ukraina membangun benteng yang kuat, bagian lain dari Donetsk yang masih berada di bawah kendali Ukraina kurang terlindungi dan bisa lebih rentan terhadap serangan Rusia jika Pokrovsk jatuh.

Dalam pertemuan yang disiarkan televisi dengan para pejabat, Putin menggambarkan serangan di Kursk sebagai upaya Kiev untuk memperlambat kampanye Rusia di Donetsk. Dia mengatakan kemajuan Rusia di sana semakin cepat meskipun terjadi peristiwa di Kursk.

Untuk menekan Ukraina memenuhi tuntutannya, Rusia juga meluncurkan serangkaian serangan jarak jauh yang terus menerus ke jaringan listrik Ukraina. Serangan Senin lalu terhadap fasilitas energi adalah salah satu yang terbesar dan paling merusak dalam perang ini, melibatkan lebih dari 200 rudal dan drone yang menyebabkan pemadaman listrik besar-besaran.

Serangan ini menyoroti kelemahan dalam pertahanan udara Ukraina yang terpecah antara melindungi pasukan di garis depan dan infrastruktur.

Baca Juga: Putin Tutup Pintu Dialog, Tuding Serangan Ukraina ke Kursk Sengaja Sasar Warga Sipil

Sistem rudal permukaan-ke-udara jarak menengah Buk-2M milik Angkatan Darat Rusia menembaki target udara di lokasi yang dirahasiakan di Ukraina, 25/8/2024 (Sumber: AP Photo )

Meremehkan Serangan di Kursk

Fokus pada penaklukan empat wilayah Ukraina, Putin berusaha untuk tidak memberikan perhatian besar pada serangan Kyiv di Kursk.

“Alih-alih menggerakkan rakyat melawan ancaman terhadap tanah air, Kremlin berusaha mengecilkan arti serangan ini,” kata Gould-Davies dari IISS yang berbasis di London.

Menghadapi kenyataan pendudukan wilayah Rusia, mesin propaganda negara berusaha mengalihkan perhatian dari kegagalan militer yang jelas dengan memfokuskan pada upaya pemerintah untuk membantu lebih dari 130.000 penduduk yang terlantar dari rumah mereka.

Media yang dikendalikan negara menggambarkan serangan di Kursk sebagai bukti niat agresif Kiev dan lebih lanjut menegaskan bahwa Rusia dibenarkan untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.

Tatiana Stanovaya, peneliti senior di Carnegie Russia Eurasia Center, mencatat meskipun banyak penduduk Kursk mungkin marah kepada Kremlin, sentimen secara keseluruhan di seluruh negeri kemungkinan justru mendukung pihak berwenang.

“Meski ini jelas merupakan pukulan bagi reputasi Kremlin, kecil kemungkinannya akan memicu peningkatan ketidakpuasan sosial atau politik yang signifikan di kalangan masyarakat,” katanya. “Serangan Ukraina mungkin justru memicu semangat nasionalisme dan peningkatan sentimen anti-Ukraina dan anti-Barat.”

Baca Juga: Zelenskyy Klaim Ukraina Dapatkan Dua Pemukiman Lagi di Kursk, Ini Kata Rusia

Nadia Trushenko, bersama kedua putrinya Ksenia (kiri), Daria (tengah), dan Liubov (tengah), menunggu evakuasi di Pokrovsk, wilayah Donetsk, Ukraina, Jumat, 23 Agustus 2024. (Sumber: AP Photo )

Respons Kremlin yang Terbatas

Pejabat militer tertinggi Ukraina, Jenderal Oleksandr Syrskyi, mengatakan pasukannya menguasai hampir 1.300 kilometer persegi dan sekitar 100 pemukiman di wilayah Kursk, klaim yang tidak dapat diverifikasi secara independen.

Dengan situasi pertempuran di Kursk yang terus berubah, tidak seperti garis depan yang statis di Donetsk, unit-unit Ukraina dapat bergerak di wilayah tersebut tanpa harus membangun kehadiran yang permanen di banyak pemukiman yang mereka klaim.

Pengamat mengatakan Rusia tidak memiliki sumber daya yang cukup terkoordinasi dengan baik untuk mengejar pasukan Ukraina di Kursk.

“Upaya Moskwa untuk melawan serangan baru Ukraina tampaknya terbatas pada pengiriman unit-unit dari seluruh Rusia, termasuk sebagian dari milisi dan pasukan tidak reguler,” kata Ben Barry, peneliti senior untuk perang darat di IISS, dalam sebuah komentar.

Sebelum serangan di Kursk, Putin enggan menggunakan wajib militer dalam perang untuk menghindari reaksi publik.

Para wajib militer muda yang direkrut untuk dinas wajib satu tahun telah ditempatkan jauh dari garis depan, dan mereka yang dikerahkan untuk melindungi perbatasan di wilayah Kursk menjadi mangsa empuk bagi unit-unit infanteri mekanis Ukraina yang sudah berpengalaman.

Ratusan dari mereka ditangkap, dan 115 ditukar dengan pasukan Ukraina akhir pekan lalu.

Baca Juga: Rusia Tutup Pintu Perundingan usai Pasukan Ukraina Serang Kursk, Pertanda Perang Habis-habisan?

Foto Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Kamis, 22 Agustus 2024, sistem rudal antipesawat Tor M2 melaju di lokasi yang dirahasiakan. (Sumber: AP Photo )

Para komentator juga mencatat bahwa Putin enggan memanggil lebih banyak cadangan, khawatir akan terjadi destabilisasi domestik seperti yang terjadi ketika ia memerintahkan mobilisasi yang sangat tidak populer dari 300.000 orang sebagai tanggapan terhadap serangan balasan Ukraina pada tahun 2022. Ratusan ribu orang melarikan diri dari Rusia untuk menghindari dikirim ke medan perang.

Sejak itu, Kremlin memperkuat pasukannya di Ukraina dengan sukarelawan yang tertarik dengan gaji yang relatif tinggi, tetapi aliran tersebut telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir.

Butuh puluhan ribu tentara untuk sepenuhnya mengusir pasukan Ukraina yang diperkirakan berjumlah 10.000 orang yang menggunakan hutan lebat di wilayah tersebut sebagai perlindungan.

Jelas kekurangan sumber daya untuk operasi besar-besaran semacam itu, Rusia untuk saat ini fokus pada upaya menahan laju lebih jauh pasukan Ukraina dengan menutup akses jalan dan menargetkan cadangan Kiev, taktik yang dipandang Barat berhasil namun hanya sebagian.

Sementara itu, Ukraina berhasil membingungkan militer Rusia dengan menghancurkan jembatan di atas Sungai Seym, mengganggu logistik beberapa unit Rusia di wilayah tersebut dan menciptakan kondisi untuk mendirikan kantong kontrol.

Lange memperkirakan pasukan Ukraina dapat menggunakan sungai tersebut untuk membentuk zona penyangga.

"Saya memperkirakan Ukraina akan menemukan beberapa titik kemacetan lagi untuk logistik dan infrastruktur Rusia, tidak hanya jembatan, dan mengambil kendali atasnya," katanya.

Baca Juga: Rusia Luncurkan Serangan Rudal dan Drone Skala Besar ke Ukraina, Fasilitas Militer dan Energi Hancur

Warga yang dievakuasi di wilayah Kursk, mengantre untuk mengisi formulir untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan di sebuah tempat penyaluran bantuan di Kursk, Rusia, Rabu (14/8/2024). (Sumber: AP Photo)

Risiko Bagi Ukraina

Dengan merebut sebagian wilayah Rusia, Ukraina mempermalukan Kremlin dan mengubah medan perang. Namun, mengalihkan beberapa pasukan paling cakap negara itu dari timur adalah sebuah perjudian bagi Kiev.

“Semua ini membawa risiko yang cukup besar, terutama jika upaya untuk memperpanjang pasukan Rusia justru mengakibatkan kelebihan beban pada pasukan Ukraina yang lebih kecil,” kata Barry dari IISS.

Upaya untuk menciptakan pijakan di Kursk akan semakin memperpanjang garis depan yang lebih dari 1.000 kilometer, menambah tantangan yang dihadapi oleh pasukan Ukraina yang kekurangan personel dan persenjataan. Mempertahankan posisi di dalam Rusia akan menimbulkan masalah logistik yang serius, dengan jalur pasokan yang diperpanjang menjadi sasaran empuk.

“Sistem Rusia sangat hierarkis dan kaku, jadi selalu butuh waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan situasi baru,” kata Lange, “tetapi kita akan melihat bagaimana Ukraina bisa bertahan di sana setelah Rusia beradaptasi dan datang dengan kekuatan penuh.”

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU