> >

Sedikitnya 100 Orang Tewas dalam Serangan Brutal Kelompok Terafiliasi Al-Qaida di Burkina Faso

Kompas dunia | 27 Agustus 2024, 09:56 WIB
Peta Burkina Faso. Serangan brutal kelompok terkait Al-Qaida di Burkina Faso tengah telah menewaskan sedikitnya 100 orang, termasuk warga sipil dan tentara. (Sumber: Encyclopaedia Brittanica)

ABUJA, KOMPAS TV – Serangan brutal kelompok terafiliasi Al-Qaida di Burkina Faso tengah telah menewaskan sedikitnya 100 orang, termasuk warga sipil dan tentara. 

Insiden mematikan ini terjadi di Komune Barsalogho, sekitar 80 kilometer dari ibu kota, dan digambarkan sebagai salah satu serangan paling mematikan di negara Afrika Barat yang kian terpuruk oleh konflik.

Pada Sabtu (24/8/2024) warga setempat yang sedang membantu pasukan keamanan menggali parit sebagai benteng pertahanan dihadapkan pada serangan mendadak dari militan JNIM, kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaida.

Menurut Wassim Nasr, seorang ahli Sahel dan peneliti senior di Soufan Center, para militan dengan cepat menguasai daerah tersebut dan melancarkan tembakan brutal tanpa pandang bulu.

Kelompok Al-Qaida mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini melalui pernyataan resmi pada hari Minggu, dengan menyatakan mereka berhasil menguasai sepenuhnya posisi milisi di Barsalogho.

Baca Juga: Kelompok Bersenjata Serang Misa Gereja di Burkina Faso, 15 Orang Terbunuh

Pemimpin kudeta Burkina Faso Kapten Ibrahim Traore di Ouagadougou, 15 Oktober 2022. Traore, pemimpin militer Burkina Faso, akan tetap menjabat selama lima tahun berikutnya setelah penandatanganan piagam baru setelah konsultasi nasional di ibu kota, Sabtu 25 Mei 2024. (Sumber: AP Photo)

Wilayah ini strategis karena telah menjadi garis depan pertempuran pasukan keamanan Burkina Faso yang terus berjuang mempertahankan ibu kota, Ouagadougou, dari gempuran militan selama bertahun-tahun.

Dalam video yang ditinjau oleh Nasr, terlihat lebih dari 100 jenazah yang berserakan di sekitar parit yang mereka gali.

Meskipun Associated Press tidak dapat memverifikasi angka ini secara independen, bukti visual yang diperoleh menunjukkan kekejaman serangan tersebut, dengan tubuh-tubuh yang tergeletak di samping alat-alat penggali di tengah suara tembakan.

Menteri Keamanan Burkina Faso, Mahamadou Sana, menyampaikan pemerintah telah merespons serangan ini dengan dukungan militer dari darat dan udara. Sana mengonfirmasi bahwa di antara korban terdapat tentara dan warga sipil, meskipun jumlah korban pasti belum disebutkan.

"Kami tidak akan membiarkan kekejaman seperti ini terjadi di wilayah kami," tegas Sana dalam siaran televisi negara pada hari Minggu.

Dia juga menyatakan bahwa pemerintah telah mengirimkan bantuan medis dan kemanusiaan kepada semua yang terdampak, dan menekankan komitmen untuk melindungi nyawa penduduk.

Baca Juga: Mali, Niger, dan Burkina Faso Mundur dari Blok Regional Afrika Barat ECOWAS Saat Ketegangan Memuncak

33 tentara Burkina Faso tewas dalam serangan kelompok bersenjata ke markas militer di Burkina Faso timur. (Sumber: Teller Report)

Saat ini, sekitar setengah dari wilayah Burkina Faso berada di luar kendali pemerintah, karena serangan kelompok terkait Al-Qaida dan ISIS semakin meluas.

Ribuan orang telah tewas, dan lebih dari 2 juta lainnya terpaksa mengungsi, menjadikan ini salah satu krisis kemanusiaan yang paling terabaikan di dunia.

Ketidakstabilan ini juga memicu dua kudeta militer pada tahun 2022. Namun, meskipun junta militer yang berkuasa berjanji untuk menghentikan serangan tersebut, mereka masih kesulitan mencapai tujuan tersebut, bahkan setelah membangun kemitraan keamanan baru dengan Rusia dan negara-negara Sahel lainnya yang juga dilanda konflik.

Kapten Ibrahim Traore, pemimpin junta Burkina Faso, yang dituduh memaksa para pengkritiknya untuk bergabung dengan tentara, juga telah meminta warga sipil untuk mendukung upaya militer dalam menjaga keamanan. Sebuah satuan tugas sipil, Relawan untuk Pertahanan Tanah Air (VDP), telah bekerja sama erat dengan militer.

Penggalian parit di Komune Barsalogho adalah salah satu dari banyak upaya pertahanan yang didorong oleh pihak berwenang di wilayah yang menjadi target kelompok terkait Al-Qaida.

Kelompok ini semakin efektif dalam serangannya karena kurangnya dukungan udara dan intelijen yang memadai dari pasukan keamanan, serta lemahnya kontrol di perbatasan dengan Mali dan Niger, yang juga menghadapi kekerasan serupa.

Pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan dan VDP juga telah memicu lebih banyak orang untuk bergabung dengan kelompok militan, menurut Nasr.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU