> >

Serangan Brutal RSF di Sudan, 85 Warga Tewas Termasuk Wanita dan Anak-Anak

Kompas dunia | 18 Agustus 2024, 14:43 WIB
Peta Sudan. Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di Sudan melakukan serangan mematikan di desa Galgani, Provinsi Sennar, yang menewaskan setidaknya 85 orang, termasuk wanita dan anak-anak. (Sumber: AP Photo)

Pada bulan Juni, RSF juga menyerang ibu kota Provinsi Sennar, Singa, yang berjarak sekitar 350 kilometer dari Khartoum. 

Baca Juga: Hampir 100 Orang Tewas usai RSF Serang Desa di Sudan, Warga Minta Dipersenjatai

Jenderal Abdel Fattah Burhan, komandan resmi angkatan bersenjata Sudan, dan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, pemimpin Pasukan Pendukung Cepat yang tumbuh dari milisi kejam Janjaweed. Pertempuran di Sudan antara pasukan setia kepada dua jenderal teratas mengancam negara terbesar ketiga di Afrika ini untuk runtuh dan dapat punya konsekuensi yang jauh di luar perbatasannya. (Sumber: Mwanzo TV)

Mereka menjarah pasar utama kota tersebut dan menguasai rumah sakit utama, memaksa ribuan orang untuk melarikan diri.

Serangan terbaru ini terjadi di tengah upaya diplomatik internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan pembicaraan damai antara militer Sudan dan RSF. 

Pembicaraan, yang diboikot oleh militer, dimulai pekan lalu di Swiss. Meskipun RSF mengirim delegasi ke Jenewa, mereka tidak berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.

"RSF tetap siap untuk memulai pembicaraan; SAF perlu memutuskan untuk datang," tulis Utusan Khusus AS untuk Sudan, Tom Perriello, di X pada Jumat, menggunakan akronim untuk Angkatan Bersenjata Sudan.

Konflik di Sudan, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong negara ini ke ambang kelaparan, telah ditandai dengan kekejaman yang meliputi pemerkosaan massal dan pembunuhan bermotif etnis yang dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional.

Krisis kemanusiaan di Sudan semakin memburuk, dengan lebih dari 10,7 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran dimulai, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi. 

Lebih dari 2 juta di antaranya telah melarikan diri ke negara-negara tetangga.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : Associated Press


TERBARU