> >

Kesaksian Pilu Para Tawanan Palestina: Penyiksaan dan Pelecehan yang Makin Brutal di Penjara Israel

Kompas dunia | 13 Agustus 2024, 03:05 WIB
Aktivis politik Palestina Munthir Amira menunjukkan perlakuan yang diterimanya dari penjaga Israel selama penahanannya, di luar gerbang kamp pengungsi Aida di kota Betlehem, Tepi Barat, Jumat, 5 Juli 2024. (Sumber: AP Photos)

GAZA, KOMPAS  TV – Kekerasan yang semakin brutal, ruangan yang terlalu sesak, dan kelangkaan makanan pokok menjadi kisah harian yang disampaikan oleh para tahanan Palestina yang baru saja dibebaskan dari penjara Israel.

Dalam suasana yang penuh emosi, mereka berbagi cerita mengenai kondisi penjara yang kian memburuk sejak perang di Gaza dimulai sepuluh bulan lalu, sebuah kenyataan pahit yang tidak mudah dilupakan, seperti laporan Associated Press hari Senin, 12/8/2024.

Pihak Israel sendiri mengakui mereka sengaja memperketat kondisi di penjara-penjara Palestina. Bahkan, Menteri Keamanan Nasional yang dikenal brutal, Itamar Ben Gvir, dengan bangga menyatakan penjara-penjara di bawah pengawasannya tidak akan lagi menjadi "kamp musim panas."

Empat orang Palestina yang baru dibebaskan berbicara kepada The Associated Press tentang bagaimana perlakuan yang mereka terima semakin kejam setelah serangan 7 Oktober, yang memicu perang terbaru antara Israel dan Hamas di Gaza. Beberapa dari mereka keluar dari tahanan dalam kondisi tubuh yang kurus kering dan jiwa yang terluka parah.

Muazzaz Abayat, seorang tahanan yang baru dibebaskan pada Juli setelah enam bulan di penjara Naqab di Israel selatan, tidak mampu menceritakan banyak tentang pengalamannya. Tubuhnya lemah, pandangannya kosong, dan kata-katanya tersendat ketika ia mengungkapkan dirinya sering dipukuli. Kini, di rumahnya yang sederhana di luar Bethlehem, pria berusia 37 tahun itu hampir tidak bisa bergerak dari kursinya.

"Di malam hari, dia sering berhalusinasi, berdiri di tengah rumah dengan wajah penuh ketakutan, mengingat kembali rasa sakit dan siksaan yang ia alami," ungkap sepupunya, Aya Abayat.

Seperti banyak tahanan lainnya, Muazzaz ditahan dalam apa yang disebut penahanan administratif, sebuah prosedur yang memungkinkan Israel menahan seseorang tanpa batas waktu dan tanpa tuduhan.

Meski AP tidak dapat memverifikasi kesaksian para tahanan ini secara independen, cerita mereka memiliki kemiripan meskipun mereka ditahan di tempat yang berbeda.

Baca Juga: Kekejaman Israel terhadap Tahanan Palestina Terungkap: Hanya Tiga Sendok Nasi per Orang Setiap Hari

Profesor bahasa Arab yang sudah pensiun, Omar Assaf, berbicara di telepon genggamnya di antara dua foto dirinya: di sebelah kiri, foto yang tidak bertanggal sebelum ia ditahan oleh Israel di Penjara Ofer, dan di sebelah kanan, setelah dibebaskan, di rumahnya di kota Ramallah, Tepi Barat, Rabu, 3 Juli 2024. (Sumber: AP Photo)

Sementara Abayat hanya mampu berbicara sebentar, empat lainnya berbagi pengalaman mereka dengan lebih rinci, salah satunya meminta namanya dirahasiakan karena khawatir akan ditangkap kembali. Kesaksian mereka sesuai dengan laporan-laporan kelompok hak asasi manusia yang mendokumentasikan dugaan penyiksaan di fasilitas penahanan Israel.

Kekhawatiran kelompok hak asasi manusia terhadap penyiksaan para tahanan Palestina terutama tertuju pada fasilitas militer, khususnya di Sde Teiman, sebuah pangkalan di gurun yang menjadi tempat penahanan para tahanan Palestina.

Di pangkalan ini, sepuluh tentara Israel ditangkap karena diduga melakukan sodomi terhadap seorang tahanan Palestina. Fasilitas penahanan di pangkalan ini menampung sebagian besar warga Palestina yang ditangkap dalam penggerebekan di Jalur Gaza sejak perang dimulai.

Para tentara tersebut, lima di antaranya telah dibebaskan, membantah tuduhan sodomi. Pengacara mereka mengklaim para tentara menggunakan kekerasan untuk membela diri dari seorang tahanan yang menyerang mereka selama penggeledahan, namun mereka membantah adanya pelecehan seksual.

Tentara Israel menyatakan 36 tahanan Palestina meninggal di pusat penahanan yang dikelola militer sejak Oktober. Mereka mengklaim beberapa memiliki "penyakit sebelumnya atau cedera yang disebabkan oleh konflik yang sedang berlangsung," namun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

Laporan autopsi dari lima tahanan menunjukkan adanya tanda-tanda trauma fisik, seperti tulang rusuk yang patah, sementara kematian seorang tahanan lainnya "dapat dicegah jika ada perawatan medis yang lebih baik." Laporan ini diberikan kepada AP oleh Physicians for Human Rights-Israel, sebuah organisasi hak asasi manusia Israel yang dokter-dokternya mengamati proses autopsi tersebut.

Di tengah desakan untuk menutup fasilitas Sde Teiman, militer Israel mulai memindahkan ratusan tahanan Palestina dari pangkalan tersebut ke penjara-penjara yang dikelola oleh kementerian Ben Gvir.

Namun, menurut Abayat dan lainnya yang berbicara kepada AP, kondisi di fasilitas-fasilitas tersebut sama menyedihkannya. Munthir Amira, seorang aktivis politik dari Tepi Barat yang ditahan di Penjara Ofer, menceritakan bagaimana para penjaga sering kali memukuli tahanan sebagai hukuman, atau bahkan tanpa alasan sama sekali.

Amira menggambarkan kondisi di selnya yang penuh sesak. Ia dan 12 tahanan lainnya terpaksa berbagi satu sel kecil dengan hanya enam tempat tidur dan beberapa selimut tipis, membuat mereka kedinginan selama malam-malam musim dingin.

Baca Juga: Sejumlah Tentara Israel Diduga Perkosa Tahanan Pria Palestina, 10 Orang Diperiksa

Tahanan Palestina yang dibebaskan Muazzaz Abayat, 37 tahun, berpose di rumahnya di Betlehem, Tepi Barat, Rabu, 17 Juli 2024, beberapa hari setelah dibebaskan dari Penjara Naqab Israel. Pada malam hari, ia berhalusinasi dan berdiri di tengah rumah, dalam keadaan kaget atau mengingat siksaan dan rasa sakit yang dialaminya, kata sepupunya, Aya Abayat. (Sumber: AP Photo)

Setiap kali tahanan ingin ke toilet, mereka harus diborgol dan dibungkukkan, dan mereka hanya diizinkan keluar selama 15 menit dua kali seminggu. Amira ditahan dalam penahanan administratif, diduga karena postingannya di Facebook yang mengkritik Israel.

Dia mengaku kehilangan 33 kilogram selama tiga bulan berada di tahanan karena jatah makanan yang sangat minim.

Perlakuan kejam ini membuat beberapa tahanan berada di ambang batas kewarasan. Amira menceritakan bagaimana ia dan teman-teman satu selnya menyaksikan dari balik jendela sel mereka, seorang tahanan lain mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari pagar yang tinggi.

Mereka berteriak meminta bantuan, tetapi yang datang justru tentara dengan dua anjing besar, yang kemudian masuk ke dalam sel mereka, mengikat tangan mereka, dan memukuli mereka, termasuk di bagian alat kelamin.

Amira juga menceritakan bagaimana ketika pertama kali ditangkap pada bulan Desember, para penjaga memerintahkannya untuk telanjang dan melebarkan kakinya, lalu memukulinya saat ia menolak. Dalam pemeriksaan selanjutnya, seorang penjaga menyentuh alat kelaminnya dengan alat detektor logam.

Kementerian Keamanan Nasional Israel dalam pernyataannya kepada AP mengatakan mereka tidak mengetahui adanya klaim penyiksaan dari lima orang yang dibebaskan tersebut. Mereka menegaskan semua hak dasar para tahanan telah dipenuhi, dan para tahanan dapat mengajukan keluhan yang akan "diperiksa secara menyeluruh."

Namun, mereka juga mengakui sengaja "mengurangi kondisi" para tahanan Palestina "hingga batas minimum yang disyaratkan oleh hukum" sejak 7 Oktober. Tujuannya, kata mereka, "adalah untuk menghalangi: kegiatan teror."

Sejak perang dimulai, populasi tahanan Palestina hampir dua kali lipat menjadi hampir 10.000 orang, termasuk tahanan dari Gaza dan beberapa ribu orang yang ditangkap dari Tepi Barat dan Yerusalem timur, menurut HaMoked, sebuah kelompok hak asasi manusia Israel yang mengumpulkan data dari otoritas penjara.

Baca Juga: Tahanan Pria Palestina Korban Perkosaan Massal Tentara Israel Kini dalam Kondisi Kritis

Foto yang tidak bertanggal dari Musim Dingin 2023 ini disediakan oleh Breaking The Silence, sebuah kelompok whistleblower mantan tentara Israel, menunjukkan tahanan Palestina yang ditangkap di Jalur Gaza oleh pasukan Israel di sebuah fasilitas penahanan di pangkalan militer Sde Teiman di Israel selatan (Sumber: Breaking the Silence / AP Photo )

Mereka yang ditahan termasuk tersangka militan yang ditangkap dalam penggerebekan di Tepi Barat dan warga Palestina yang dicurigai terlibat dalam serangan terhadap tentara atau pemukim. Namun, lainnya tampaknya ditahan hanya karena posting di media sosial yang mengkritik Israel atau aktivitas masa lalu mereka, menurut laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Bagi empat mantan tahanan yang berbicara panjang lebar, kelaparan adalah tantangan terbesar mereka.

Sarapan hanya berupa 250 gram yogurt dan satu tomat atau paprika yang harus dibagi untuk lima orang, ungkap Omar Assaf, seorang pensiunan profesor bahasa Arab yang tinggal di Ramallah, yang juga ditahan di Ofer. Ia juga diinterogasi karena posting media sosialnya.

Untuk makan siang dan makan malam, setiap orang hanya mendapatkan dua pertiga cangkir nasi dan semangkuk sup yang harus dibagi dengan orang lain. "Buah sama sekali tidak pernah terlihat, apalagi sepotong daging," katanya.

Kondisi semakin diperparah setelah 7 Oktober, ujar Mohamed al-Salhi, yang saat itu sedang menjalani hukuman 23 tahun di penjara Yerusalem karena membentuk kelompok bersenjata. Beberapa hari setelah serangan tersebut, katanya, para penjaga menyita semua barang di dalam sel, termasuk radio, televisi, dan pakaian.

Jumlah tahanan dalam sel pun bertambah dari enam menjadi 14 orang, dan tirai di kamar mandi umum dicopot, sehingga mereka harus mandi tanpa penutup. Al-Salhi dibebaskan pada bulan Juni setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Di luar Penjara Ofer, beberapa keluarga Palestina berkumpul di bawah terik matahari, menunggu pembebasan orang-orang terkasih mereka. Ketika gerbang penjara terbuka, pria-pria kurus dengan rambut acak-acakan dan jenggot kasar keluar dengan langkah tertatih. Beberapa langsung sujud syukur di tanah.

Mutasim Swalim, yang menjalani setahun di penjara karena sebuah posting di Facebook, langsung memeluk ayahnya. "Rasa kebebasan ini sangat manis," ujarnya, menghirup udara bebas.

Namun, tidak semua ingin berbicara. "Saya baru saja menghabiskan dua bulan di penjara," kata seorang pria sambil berjalan terhuyung-huyung. "Saya tidak ingin kembali lagi."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU