> >

Istri di China Matikan Alat Penopang Hidup Suami yang Alami Pendarahan Otak di Rumah Selingkuhan

Kompas dunia | 7 Agustus 2024, 06:10 WIB
Foto ilustrasi. Seorang istri di China memutuskan untuk menghentikan alat penopang hidup suaminya yang berselingkuh, setelah sang suami mengalami pendarahan otak di rumah kekasihnya. Berita ini dilaporkan oleh sejumlah media di China dan Hong Kong. (Sumber: Istimewa)

BEIJING, KOMPAS TV - Sebuah kisah mengejutkan datang dari China, di mana seorang istri memutuskan untuk menghentikan alat penopang hidup suaminya yang berselingkuh, setelah sang suami mengalami pendarahan otak di rumah kekasihnya.

Berita ini dilaporkan oleh sejumlah media di China dan Hong Kong.

Meskipun tidak disebutkan kapan peristiwa ini terjadi, diketahui bahwa pria tersebut berasal dari provinsi Liaoning di timur laut China.

Sang selingkuhan yang menemukan pria itu dalam kondisi kritis segera membawanya ke rumah sakit, menurut laporan South China Morning Post (SCMP).

Dengan penuh harap dan air mata, kekasihnya memohon kepada dokter untuk menyelamatkan nyawa pria yang ia anggap sebagai suaminya itu.

Namun, setelah memberikan perawatan darurat dan memasukkan pria tersebut ke ruang ICU, para dokter kehilangan jejak wanita tersebut, seperti yang diberitakan oleh media China, NetEase.

Tak lama kemudian, istri sah pria itu tiba di rumah sakit. Dokter menyampaikan bahwa kondisi suaminya yang koma sangat kritis dan hanya bisa bertahan hidup dengan bantuan alat medis.

Ada sedikit harapan bahwa operasi bisa menyelamatkan nyawanya, namun biayanya sangat mahal, menurut laporan Dim Sum Daily, media asal Hong Kong

Baca Juga: Ketahuan Selingkuh, Pria Ini Malah Gugat Apple, Ternyata Ini Alasannya

Ilustrasi tenaga kesehatan. Seorang istri di China memutuskan untuk menghentikan alat penopang hidup suaminya yang berselingkuh. (Sumber: Kemenkes/Freepik)

Dilaporkan bahwa sang istri sudah mengetahui perselingkuhan suaminya selama lebih dari sepuluh tahun.

Dia menolak menandatangani persetujuan operasi, dengan alasan bahwa mereka sudah tidak lagi memiliki hubungan emosional.

Ia juga mengungkapkan bahwa suaminya tidak pernah memberikan nafkah dan sudah lebih dari satu dekade tidak pulang ke rumah.

SCMP menjelaskan bahwa hukum di China mengharuskan dokter memberikan penjelasan lengkap tentang risiko operasi kepada keluarga terdekat pasien, serta mendapatkan persetujuan tertulis jika pasien tidak bisa membuat keputusan sendiri.

Jika anggota keluarga tidak bisa mencapai kesepakatan terkait tindakan medis, kepala rumah sakit memiliki kewenangan untuk memberikan keputusan.

Keputusan sang istri memicu perdebatan hangat di media sosial China.

Sebagian netizen menganggap tindakan wanita tersebut kejam, sementara yang lain merasa bahwa suaminya hanya menerima akibat dari perbuatannya.

"Dia benar-benar kejam. Bagaimanapun juga, menyerah pada perawatan sama saja dengan menyerah pada nyawa," komentar seorang pengguna Douyin.

"Tidak peduli apapun yang terjadi, istrimu yang akan menemanimu hingga tua. Memperlakukan istrimu dengan baik berarti memperlakukan dirimu sendiri dengan baik," tulis netizen lainnya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : South China Morning Post / Straits Times


TERBARU