Populasi Manusia Neolitik Eropa Utara Diduga Punah akibat Wabah Penyakit
Kompas dunia | 12 Juli 2024, 23:20 WIBPenelitian ini menunjukkan bahwa wabah tersebut melimpah dan tersebar luas di area yang diteliti.
Baca Juga: Arkeolog Norwegia Temukan Batu Bertulis Alfabet Rune Tertua di Dunia
Martin Sikora, juga ahli genetika di Universitas Kopenhagen dan salah satu penulis laporan tersebut, mengatakan, "Prevalensi tinggi wabah ini menunjukkan bahwa epidemi wabah memainkan peran penting dalam penurunan Neolitikum di wilayah ini.
"Memang, tampaknya penurunan yang terlihat di bagian lain Eropa juga dalam beberapa hal dipengaruhi oleh wabah. Kami sudah memiliki bukti wabah di situs-situs megalitik lain di berbagai bagian Eropa Utara."
"Melihat seberapa meluasnya di Skandinavia, saya akan memperkirakan gambaran serupa akan muncul begitu kita mempelajari megalit-megalit lain dengan resolusi yang sama."
Neolitikum atau zaman batu baru melibatkan adopsi pertanian dan domestikasi hewan menggantikan gaya hidup pemburu-pengumpul.
Penurunan populasi Neolitikum di Eropa Utara terjadi sekitar 3300 sebelum Masehi (SM) hingga 2900 SM. Pada saat itu, kota-kota dan peradaban yang maju sudah muncul di tempat seperti Mesir dan Mesopotamia.
Populasi Skandinavia dan Eropa Barat Laut pada akhirnya hilang sepenuhnya, digantikan oleh orang-orang yang dikenal sebagai Yamnaya yang bermigrasi dari wilayah stepa yang mencakup bagian dari Ukraina saat ini. Mereka adalah nenek moyang orang Eropa Utara modern.
"Hingga kini, beberapa skenario telah diusulkan untuk menjelaskan penurunan Neolitikum: perang atau persaingan sederhana dengan populasi terkait stepa yang menjadi dominan setelah penurunan Neolitikum; krisis pertanian yang menyebabkan kelaparan luas; dan berbagai penyakit, termasuk wabah," kata Seersholm.
"Tantangannya adalah hanya satu genom wabah yang telah diidentifikasi sebelumnya, dan tidak diketahui apakah penyakit ini mampu menyebar dalam populasi manusia."
Bukti DNA juga memberikan wawasan tentang dinamika sosial komunitas ini, menunjukkan bahwa pria sering memiliki anak dengan beberapa wanita dan wanita dibawa dari komunitas tetangga. Sementara wanita tampaknya menjalani monogami.
"Beberapa pasangan reproduksi bisa berarti beberapa istri. Bisa juga berarti pria diizinkan mencari pasangan baru jika mereka menjadi duda atau mereka memiliki selingkuhan," kata Seersholm.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : The Guardian