Hamas Nyatakan Kemenangan usai PM Israel Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang
Kompas dunia | 18 Juni 2024, 20:12 WIBKAIRO, KOMPAS.TV – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengumumkan pada Senin malam (17/6/2024), keputusan pemerintah Israel untuk membubarkan Kabinet Perang adalah kemenangan bagi perlawanan Palestina.
Menurut Izzat al-Rishq, anggota biro politik Hamas, perlawanan bersenjata yang dipimpin oleh Brigade Al-Qassam berhasil "membubarkan Kabinet Perang Zionis (Israel) yang dibentuk delapan bulan lalu untuk menghancurkan perlawanan (Palestina)."
Tel Aviv mengumumkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan Kabinet Perang yang dibentuk pada 11 Oktober 2023, beberapa hari setelah Israel menyatakan perang terhadap Gaza pada 7 Oktober tahun lalu. Langkah ini diambil setelah pemimpin oposisi Benny Gantz mengundurkan diri dari pemerintah darurat awal bulan ini karena perbedaan pendapat tentang strategi pasca-perang untuk Jalur Gaza.
Kabinet Perang awalnya terdiri dari Netanyahu, Gantz, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Ron Dermer, Gadi Eizenkot, dan pemimpin partai Shas, Aryeh Deri.
Meskipun ada resolusi Kabinet Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional atas serangan brutalnya yang terus berlanjut di Gaza. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, lebih dari 37.300 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 85.000 lainnya terluka menurut otoritas kesehatan setempat. Lebih dari delapan bulan sejak perang Israel dimulai, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade ketat terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Pengadilan Internasional, yang putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan sebelum daerah tersebut diserang pada 6 Mei.
Sementara itu, pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh mengatakan respons Hamas terhadap usulan gencatan senjata terbaru di Gaza sudah sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Minggu (16/6).
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada saat perayaan Iduladha, Haniyeh menyatakan bahwa Hamas dan kelompok-kelompok Palestina siap untuk kesepakatan menyeluruh yang mencakup gencatan senjata, penarikan dari Jalur Gaza, rekonstruksi wilayah yang hancur, dan pertukaran tahanan secara komprehensif.
Pada 31 Mei, Presiden Biden memperkenalkan usulan "tiga tahap" yang mencakup negosiasi untuk gencatan senjata permanen di Gaza serta pertukaran bertahap antara sandera Israel dan tahanan Palestina yang ditahan di Israel. Mesir dan Qatar, yang bersama AS menjadi mediator antara Hamas dan Israel, mengumumkan pada 11 Juni bahwa mereka telah menerima respons dari kelompok-kelompok Palestina terhadap rencana AS tersebut, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Baca Juga: Pesaing Berat Netanyahu Mundur dari Kabinet Perang Israel: Apa Pengaruhnya pada Netanyahu dan Gaza?
Sementara itu, Israel mengatakan Hamas menolak beberapa elemen penting dari rencana AS. Namun, seorang pemimpin senior Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa perubahan yang diminta oleh kelompok tersebut "tidak signifikan."
Hamas menginginkan jaminan tertulis dari AS untuk gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Gaza sebagai syarat untuk menyetujui proposal gencatan senjata yang didukung oleh AS. Informasi ini diungkapkan oleh dua sumber keamanan Mesir.
Mediator dari Qatar dan Mesir mengatakan bahwa Hamas telah memberikan tanggapan terhadap rencana gencatan senjata bertahap untuk mengakhiri perang delapan bulan antara Israel dan kelompok Palestina tersebut, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Rencana ini diumumkan pada akhir Mei oleh Presiden AS Joe Biden dan mencakup pelepasan bertahap sandera Israel yang ditahan di Gaza, penarikan pasukan Israel dalam dua fase, serta pembebasan tahanan Palestina. Rencana ini juga mencakup rekonstruksi wilayah yang hancur akibat perang dan pengembalian jenazah sandera yang meninggal pada fase ketiga. AS mengatakan bahwa Israel telah menerima proposal tersebut, tetapi negara Zionis itu belum menyatakan hal ini secara terbuka.
Sumber-sumber Mesir dan sumber ketiga yang mengetahui pembicaraan tersebut mengatakan bahwa Hamas khawatir karena proposal saat ini tidak memberikan jaminan eksplisit untuk transisi dari fase pertama, yang mencakup gencatan senjata enam minggu dan pelepasan beberapa sandera, ke fase kedua yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel.
Sumber-sumber Mesir menyatakan bahwa Hamas hanya akan menerima rencana tersebut jika ada jaminan tertulis, dan Mesir sedang berhubungan dengan AS mengenai permintaan tersebut.
"Hamas ingin jaminan transisi otomatis dari satu fase ke fase lain sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh Presiden Biden," kata sumber ketiga.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Anadolu / Associated Press