China Mulai Berlakukan Aturan yang Izinkan Penahanan Warga Asing di Laut China Selatan
Kompas dunia | 16 Juni 2024, 02:05 WIBKapal Penjaga Pantai China menggunakan meriam air terhadap kapal Filipina beberapa kali di perairan yang disengketakan, di mana juga terjadi tabrakan yang melukai beberapa tentara Filipina.
Panglima militer Filipina Romeo Brawner mengatakan kepada wartawan pada 14 Juni bahwa pihak berwenang di Manila sedang “membahas sejumlah langkah yang harus diambil untuk melindungi nelayan.”
Nelayan Filipina diberitahu, "untuk tidak takut, tetapi terus melakukan aktivitas normal mereka untuk menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif kami,” kata Jenderal Brawner.
Blok G-7 pada 14 Juni mengkritik apa yang mereka sebut sebagai penyusupan “berbahaya” oleh China di perairan tersebut.
“Kami menentang militerisasi, serta aktivitas pemaksaan dan intimidasi China di Laut China Selatan,” demikian pernyataan G-7 pada akhir pertemuan puncak pada 14 Juni.
Laut China Selatan adalah jalur air penting di mana Vietnam, Malaysia, dan Brunei juga memiliki klaim yang tumpang tindih di beberapa bagian.
Baca Juga: Kapal Penjaga Pantai China Hantam Kapal Militer Filipina dengan Kanon Air, Laut China Selatan Tegang
Konfrontasi terbaru antara China dan Filipina menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di laut, yang dapat melibatkan AS dan sekutu lainnya.
Triliunan dolar perdagangan kapal melintasi Laut China Selatan setiap tahun, dan deposit minyak dan gas besar yang belum dieksplorasi diyakini berada di bawah dasar lautnya. Laut ini juga penting sebagai sumber ikan bagi populasi yang terus bertambah.
China membela aturan baru penjaga pantai mereka. Juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan pada Mei aturan tersebut dimaksudkan untuk “lebih menjaga ketertiban di laut.”
Menteri Pertahanan China memperingatkan pada Juni, bahwa ada “batas” bagi pengekangan Beijing di laut tersebut.
China juga marah dengan kapal perang AS dan Barat lainnya yang berlayar melalui Laut China Selatan. Angkatan Laut AS dan lainnya melakukan pelayaran semacam itu untuk menegaskan kebebasan navigasi di perairan internasional, tetapi Beijing menganggapnya sebagai pelanggaran kedaulatan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Tito-Dirhantoro
Sumber : Straits Times