> >

Ini Rencana Detail Pinjaman G7 Senilai Rp815 Triliun untuk Ukraina, Uangnya buat Apa Saja?

Kompas dunia | 15 Juni 2024, 15:03 WIB
Jajaran pemimpin negara G7 dan Uni Eropa. Negara Kelompok Tujuh (G7) sepakat menggunakan hasil dari aset Rusia yang dibekukan untuk memberikan pinjaman sebesar US$50 miliar (sekitar Rp815 triliun) kepada Ukraina. (Sumber: AP Photo)

BARI, KOMPAS.TV - Negara-negara demokrasi kaya yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (G7) sepakat menggunakan hasil dari aset Rusia yang dibekukan untuk memberikan pinjaman sebesar US$50 miliar (sekitar Rp815 triliun) kepada Ukraina.

Tujuannya adalah untuk memastikan Ukraina dapat terus melawan invasi Rusia dan menunjukkan keseriusan Barat melawan Moskow.

Pemimpin dari G7 - Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan AS - menyetujui rencana ini pada 13 Juni, bersama dengan pejabat tinggi Uni Eropa, di mana sebagian besar aset Rusia yang dibekukan akibat perang disimpan.

Kesepakatan ini adalah hasil dari perundingan intensif selama beberapa bulan, setelah upaya awal Washington untuk menyita aset tersebut mendapat penolakan kuat dari negara-negara Eropa.

Baca Juga: G7 Bantu Ukraina dengan Beri Pinjaman Rp814 Triliun, Sebagian Pakai Aset Rusia yang Dibekukan

Alasan G-7 Mengadopsi Rencana Ini

Uni Eropa sebelumnya mengadopsi rencana menggunakan keuntungan dari aset-aset tersebut untuk mendanai senjata dan bantuan lain bagi Ukraina. Namun, Washington mendorong untuk segera memberikan dana besar kepada Ukraina dengan menggunakan pendapatan langsung dari aset-aset tersebut.

Pejabat mengatakan pemimpin Uni Eropa setuju dengan ide ini sebagian karena mengurangi risiko Ukraina kekurangan dana jika Donald Trump kembali ke Gedung Putih atau Kongres AS menahan pendanaan, seperti yang terjadi beberapa bulan lalu dengan paket bantuan terbaru.

Asal Dana Pinjaman Rp815 triliun Bagi Ukraina

Dana ini akan diberikan dalam bentuk pinjaman oleh anggota G-7 - AS, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Kanada, dan Jepang - serta Uni Eropa. Pinjaman ini didukung oleh bunga yang akan diterima dari aset Rusia yang dibekukan di masa depan.

Pinjaman tersebut akan dilunasi menggunakan bunga atau reparasi yang akan dibayarkan oleh Rusia.

Sekitar €260 miliar (sekitar Rp4.400 triliun) dalam aset Rusia seperti cadangan bank sentral telah dibekukan sebagai bagian dari sanksi yang diberlakukan akibat invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Sebagian besar dari €190 miliar (sekitar Rp3.200 triliun) aset tersebut disimpan di Euroclear, penyimpanan sekuritas pusat yang berbasis di Belgia, menjadikan Uni Eropa sebagai pemain kunci dalam rencana apapun untuk memanfaatkan aset-aset tersebut. Amerika Serikat memiliki sekitar US$5 miliar (sekitar Rp75 triliun) dari aset tersebut.

Para pejabat memperkirakan bahwa mereka dapat menggunakan sekitar €2,5 miliar hingga €3,5 miliar (sekitar Rp41,6 triliun hingga Rp58,3 triliun) dalam bentuk bunga setiap tahun dari aset tersebut untuk melunasi pinjaman.

Baca Juga: Pertama Kali, Putin Paparkan Syarat untuk Pembicaraan Damai dengan Ukraina

Jajaran pemimpin negara G7 dan Uni Eropa. Negara Kelompok Tujuh (G-7) sepakat menggunakan hasil dari aset Rusia yang dibekukan untuk memberikan pinjaman sebesar US$50 miliar (sekitar Rp815 triliun) kepada Ukraina. (Sumber: AP Photo)

Ini Jumlah yang Akan Dipinjamkan Setiap Anggota G-7 ke Ukraina

Jumlah pastinya masih harus ditentukan.

Seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Washington telah mendapatkan izin dari Kongres untuk memberikan pinjaman hingga US$50 miliar (sekitar Rp815 triliun) kepada Ukraina, tetapi mengharapkan negara-negara lain juga akan memberikan pinjaman mereka sendiri, sehingga mengurangi jumlah yang harus dipinjamkan oleh AS.

Pejabat Uni Eropa mengatakan Uni Eropa, yang mencakup anggota G-7 seperti Prancis, Jerman, dan Italia, dapat menyediakan sekitar setengah dari US$50 miliar, atau US$ 25 miliar (sekitar Rp377 triliun). Kanada mengatakan pada 13 Juni bahwa mereka siap memberikan dana sebesar US$5 miliar (sekitar Rp75 triliun).

Kapan Uang Akan Tiba dan untuk Apa Saja

Dana ini diperkirakan akan tiba pada akhir tahun 2024, meskipun ada kemungkinan sebagian akan disalurkan setelah itu, tergantung pada kemampuan Ukraina untuk menyerap dan mendistribusikan dana tersebut, kata dua sumber.

Seorang pejabat mengatakan akan ada beberapa saluran penyaluran dana yang berbeda untuk Ukraina yang bisa digunakan untuk tujuan militer, anggaran, rekonstruksi, dan bantuan kemanusiaan.

Hal ini akan memungkinkan Jepang, yang tidak dapat secara konstitusional mendanai pengeluaran militer di luar negeri, untuk ikut serta dalam upaya ini.

Baca Juga: Mengenal BRICS, Aliansi Ekonomi Tandingan G7 yang Beranggotakan Brasil, Rusia, China, India, Afsel

Ini yang Akan Terjadi Jika Aset Tidak Lagi Dibekukan

Sanksi Uni Eropa yang membekukan aset-aset tersebut harus diperbarui setiap enam bulan dan memerlukan persetujuan dari semua 27 negara anggota Uni Eropa.

Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa satu negara anggota Uni Eropa - seperti Hungaria, yang memiliki hubungan dekat dengan Moskow - bisa memblokir perpanjangan sanksi tersebut di masa mendatang dan mengizinkan aset-aset tersebut untuk dicairkan kembali.

Pejabat Uni Eropa mengatakan bahwa mereka sedang mencari opsi untuk mengurangi risiko ini, seperti membuat perpanjangan sanksi menjadi kurang sering atau memiliki undang-undang nasional di Belgia sebagai cadangan untuk mempertahankan pembekuan aset-aset tersebut.

Jika Ukraina dan Rusia mencapai kesepakatan perdamaian, para pejabat Barat memperkirakan bahwa aset-aset tersebut bisa digunakan sebagai bagian dari reparasi kepada Ukraina untuk melunasi pinjaman.

“Jika ada penyelesaian damai, aset-aset tersebut akan tetap tidak bergerak dan terus menghasilkan bunga untuk melunasi pinjaman, atau Rusia akan membayar kerusakan yang telah mereka sebabkan. Bagaimanapun juga, ada sumber pendanaan yang tersedia,” kata seorang pejabat senior AS.

Ini Kata Rusia soal Penyitaan Aset

Presiden Rusia Vladimir Putin pada 14 Juni menyebut penyitaan aset Moskow oleh Barat sebagai "pencurian" dan mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan luput dari hukuman.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova pada 13 Juni mengatakan respons Moskow terhadap skema G-7 ini akan sangat menyakitkan bagi Uni Eropa.

Uni Eropa telah menyatakan bunga yang dihasilkan dari aset-aset tersebut adalah keuntungan tak terduga yang tidak dimiliki oleh Rusia.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Straits Times


TERBARU