Ralph Nader, Capres 4 Kali AS Sebut di Bawah Hukum Internasional Israel Jelas Lakukan State Terror
Kompas dunia | 9 Juni 2024, 20:36 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV - Tindakan Israel di Gaza adalah bukti nyata sebuah teror negara atau state terror, kata Ralph Nader, aktivis konsumen terkenal dan juga calon presiden 4 kali Amerika Serikat (AS). Dia mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil.
Dalam wawancara dengan Anadolu yang terbit Sabtu (8/6/2024), Nader membahas serangan Israel di Gaza, tuduhan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan dukungan AS untuk Israel
Nader mengatakan, konflik di Gaza dimulai bukan pada 7 Oktober 2023, tapi 70 tahun lalu, saat Israel didirikan dengan menggusur dan membunuhi ratusan ribu warga Palestina.
Menurut dia, dalam konflik saat ini, jumlah warga sipil tak berdosa yang tewas dan terluka di pihak Palestina 400 kali lebih banyak dibandingkan dengan pihak Israel. Lebih dari 36.800 warga Palestina tewas dibandingkan dengan kurang dari 1.500 warga Israel, menurut angka yang banyak dikutip. Nader juga menyebut jumlah kematian warga Palestina jauh lebih besar.
"Jadi siapa terorisnya? Teror negara Israel memenuhi setiap definisi hukum internasional. Mereka menyerang warga tak berdaya setiap hari, anak-anak, bayi, ibu, ayah, lansia, orang sakit, orang cacat, semuanya diserang," kata Nader.
Dia mengkritik Israel karena menargetkan bangunan tempat tinggal, rumah sakit, sekolah, universitas, kamp pengungsi, dan bahkan lahan pertanian di Gaza.
"Mereka menggunakan kelaparan sebagai senjata. Apartemen, rumah, bangunan dihancurkan, setiap universitas di Gaza dihancurkan, perpustakaan dihancurkan. Ini adalah genosida terhadap rakyat Palestina, budaya mereka, dan hak mereka untuk hidup. Niat genosida ini sangat jelas," ungkap Nader.
Baca Juga: Korban Terbunuh Serangan Israel di Gaza Tengah Melonjak Jadi 210 Warga Sipil
Nader juga mengutip pernyataan para menteri Israel yang menyebut orang Palestina sebagai "binatang manusia" dan tanpa tedeng aling-aling menyatakan niat Israel untuk memutus makanan, air, dan listrik mereka.
"Itu adalah kata-kata genosida yang diubah menjadi perintah militer kepada salah satu kekuatan militer terkuat di dunia terhadap populasi sipil yang tidak berdaya."
Tentang runtuhnya keamanan perbatasan Israel pada 8 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan lintas batas yang menewaskan sekitar 1.200 orang, Nader mengatakan: "Kita tidak punya fakta lengkap. Jadi kita hanya bisa berspekulasi."
Bagi Nader, beberapa orang berspekulasi Netanyahu punya motif memulai perang untuk mempertahankan posisinya.
"Seperti semua pemimpin diktator, saat dalam masalah besar soal korupsi dan opini publik, mereka butuh perang eksternal untuk mengalihkan perhatian," imbuh dia.
"Tanpa runtuhnya keamanan perbatasan Israel, kita tidak akan membicarakan hal ini. Tidak akan ada invasi genosida Israel. Jadi semuanya dimulai dengan Netanyahu," tegas Nader.
AS adalah Faktor Terbesar dalam Pembentukan Israel
Nader juga berpendapat bahwa AS, dengan mendukung Israel, turut serta dalam agresi di bawah hukum internasional.
Dia menuduh Presiden AS Joe Biden dan Kongres melanggar enam undang-undang federal dengan memberikan bantuan militer dan finansial kepada Israel, yang disebutnya sebagai pelanggar hak asasi manusia.
"Kongres hanya mengalokasikan miliaran dolar lagi untuk senjata yang digunakan membunuh lebih banyak warga Palestina dan melanjutkan perang, demi menyelamatkan pekerjaan Netanyahu."
Baca Juga: Korban Tewas Warga Sipil Palestina Melonjak Jadi 274 Warga Saat Israel Bebaskan 4 Sandera
Ia menjelaskan, selama pemerintah dan Kongres AS berpihak pada Israel, Tel Aviv akan mengabaikan opini publik global.
"Mereka tidak peduli tentang Asia, Amerika Selatan, Eropa, tidak masalah. AS adalah faktor utama yang memungkinkan Israel bertindak seperti itu."
Menyoroti kondisi yang mengerikan di Gaza, termasuk kehancuran, kelaparan, dan polusi udara, Nader mengatakan: "Lebih dari 200.000 warga Palestina telah meninggal sejak Oktober, bukan 35.000. Angka ini berdasarkan hampir 100.000 bom dan rudal yang langsung menargetkan warga sipil, tanpa makanan, air, obat-obatan, listrik, layanan kesehatan, dan perkiraan korban WHO sejak Oktober lalu."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Anadolu