> >

Tentara Israel Siap Perang dengan Hizbullah, AS Serukan Ketenangan di Tengah Perundingan Gaza

Kompas dunia | 6 Juni 2024, 17:45 WIB
Asap serangan Israel di Desa Khiam, Lebanon Selatan, Minggu (7/1/2024). Netanyahu berbicara dengan para prajurit beberapa jam setelah rudal anti-tank Hizbullah menghantam kota tersebut. (Sumber: Times of Israel)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir. Tentara Israel menyatakan kesiapan untuk perang habis-habisan dengan Hizbullah, sementara Amerika Serikat (AS) mendesak ketenangan di tengah perundingan gencatan senjata di Gaza.

Hizbullah meluncurkan roket yang memicu seruan di Israel untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Lebanon. Kepala staf militer Israel, Herzi Halevi, mengancam pada hari Selasa bahwa tentara Israel hampir memutuskan tindakan yang akan diambil.

“Kami mendekati titik di mana keputusan harus dibuat, dan tentara Israel sangat siap untuk keputusan ini,” kata Halevi dalam sambutannya kepada Brigade Golani dikutip dari New Arab.

Dalam pertempuran dengan Hizbullah yang meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir, ia menegaskan bahwa tentara Israel siap meningkatkan operasi di perbatasan Lebanon. 

“Kami memiliki pertahanan yang kuat dan kemauan untuk menyerang, dan kami mendekati titik yang menentukan,” tambahnya.

Beberapa menteri sayap kanan Israel telah menyerukan serangan besar-besaran terhadap Hizbullah, termasuk penggunaan bom pembakar di selatan Lebanon. 

Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir mengatakan, “Sudah waktunya bagi Lebanon untuk terbakar,” merujuk pada kebakaran hutan yang berkobar di Israel utara akibat roket dan drone yang diluncurkan Hizbullah.

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan bahwa Israel harus mengebom Beirut.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggemakan ancaman Halevi, menyatakan bahwa tentara Israel siap untuk operasi intensif di sepanjang perbatasan. 

Netanyahu menyampaikan hal ini saat mengunjungi Israel utara untuk memeriksa daerah yang terbakar akibat kebakaran.

Sejak Oktober tahun lalu, Hizbullah dan Israel telah terlibat baku tembak lintas batas, bersamaan dengan perang di Gaza. Pertempuran ini merupakan yang paling sengit sejak perang musim panas 2006. 

Israel sering menyerang lebih dalam ke wilayah Lebanon, sementara Hizbullah menggunakan persenjataan canggih untuk menargetkan wilayah Israel utara.

Lebih dari 450 orang di Lebanon telah tewas, sebagian besar adalah pejuang, namun termasuk juga anak-anak dan jurnalis. 

Israel melaporkan 14 tentaranya dan 11 warga sipil tewas, meskipun Hizbullah yakin jumlah korban di pihak Israel lebih banyak dari yang dilaporkan. Puluhan ribu orang pun di kedua sisi perbatasan telah mengungsi.

Pemukim Israel mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap Hizbullah agar mereka dapat kembali ke rumah mereka, banyak di antaranya mendukung invasi ke Lebanon selatan.

Sementara itu, para pejabat di kabinet perang Israel menegaskan bahwa militer harus mengalihkan fokusnya ke wilayah utara, sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu diharapkan segera membuat keputusan sulit.

Baca Juga: Konflik dengan Hizbullah Memanas, Israel Panggil 50.000 Tentara Cadangan ke Perbatasan Lebanon

“Operasi besar di utara akan berdampak serius terhadap kemampuan kami di Gaza,” kata seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, dikutip dari Channel 13.

Dilansir dari The Wall Street Journal, perundingan yang dimediasi oleh AS dan Prancis sedang berupaya untuk mencapai perjanjian gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel, guna mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. 

Kesepakatan tersebut diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan perbatasan darat antara Lebanon dan Israel, meskipun Hizbullah menolak untuk meletakkan senjatanya sebelum gencatan senjata di Gaza tercapai.

Mantan Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, yang juga anggota kabinet perang saat ini, menetapkan batas waktu untuk mengakhiri permusuhan tanpa menjelaskan alasan di balik tanggal tersebut.

“(Tanggal) 1 September adalah tanggal perubahan realitas di wilayah utara. Ini akan terjadi melalui normalisasi atau eskalasi, namun kita tidak bisa kehilangan satu tahun lagi hidup seperti ini,” ujar Gantz. 

Ia menekankan bahwa prioritas Israel adalah membantu warga Israel utara kembali ke rumah mereka dan memulangkan tawanan yang ditahan di Gaza.

“Ini tidak akan mudah, memerlukan biaya, dan akan merugikan, namun ini adalah hal yang benar untuk dilakukan,” tambahnya.

Departemen Luar Negeri AS pada hari Selasa memperingatkan situasi berbahaya di perbatasan Lebanon-Israel, dan menegaskan bahwa Washington berusaha untuk meredam ketegangan tersebut. 

Menurut laporan stasiun televisi Kan Israel, AS meminta Israel menghindari eskalasi dengan Hizbullah sebelum menyelesaikan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas di Gaza.

Permintaan Washington ini diutarakan ketika “kita hanya perlu menunggu beberapa hari lagi untuk mencapai kemungkinan kesepakatan” untuk membebaskan tawanan di Gaza, kata salah satu koresponden Kan.

Kesepakatan gencatan senjata di Gaza dapat berdampak pada situasi di Israel utara dan mengarah pada gencatan senjata dengan Hizbullah, serta mungkin penyelesaian politik jangka panjang dengan Lebanon, kata Amichai Stein kepada stasiun televisi Israel.

AS tidak ingin melihat Israel berperang dengan Hizbullah dan sejak awal bentrokan lintas batas telah menyerukan ketenangan. 

Pembicaraan yang dimediasi AS menghasilkan kesepakatan penting antara Lebanon dan Israel pada tahun 2022, yang membuat kedua negara mendemarkasi perbatasan maritim mereka. 

Baca Juga: Hizbullah Perkenalkan Senjata dan Taktik Baru Menggempur Israel

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari

Sumber : New Arab/The Wall Street Journal


TERBARU