Uni Eropa dan Israel Saling Maki Jelang Pengakuan Negara Palestina oleh Spanyol serta Irlandia
Kompas dunia | 28 Mei 2024, 05:18 WIBBRUSSELS, KOMPAS TV - Hubungan antara Uni Eropa dan Israel memburuk pada Senin, (27/5/2024) atau sehari sebelum pengakuan diplomatik negara Palestina oleh anggota Uni Eropa, yaitu Irlandia dan Spanyol. Madrid menyatakan sanksi harus dipertimbangkan terhadap Israel atas serangan mematikannya yang terus berlanjut di Rafah, Gaza Selatan.
Dalam pernyataan yang saling mencaci, Menlu Israel, Israel Katz, mengatakan konsulat Spanyol di Yerusalem tidak akan diizinkan membantu warga Palestina.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyatakan dukungannya penuh terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang jaksa penuntutnya mencari surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin kelompok militan Hamas.
"Jaksa pengadilan telah diintimidasi dan dituduh antisemitisme, seperti biasa ketika ada yang melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh pemerintah Netanyahu," kata Borrell.
"Kata antisemitisme terlalu berat. Terlalu penting." tegas Borrell.
Katz menuduh Spanyol "memberi hadiah kepada teror" dengan mengakui negara Palestina dan mengatakan "hari-hari Inkuisisi telah berakhir."
Merujuk pada institusi Spanyol yang terkenal pada abad ke-15 untuk mempertahankan ortodoksi Katolik Roma yang memaksa Yahudi dan Muslim untuk melarikan diri, masuk agama Katolik, atau menghadapi kematian.
"Tidak ada yang akan memaksa kami mengubah agama kami atau mengancam keberadaan kami, mereka yang menyakiti kami, akan kami balas," kata Katz.
Menlu Spanyol José Manuel Albares mengecam pernyataan tersebut, dan mengatakan rekan-rekannya dari Irlandia dan Norwegia juga menerima provokasi yang tidak dapat dibenarkan dari kolega mereka di Israel karena rencana pengakuan Palestina.
"Bersatu dalam menghadapi propaganda intimidasi, persatuan Eropa sangat penting untuk mengirim pesan yang sangat kuat," kata Albares.
Baca Juga: Serangan Israel ke Zona Aman di Rafah Bunuh 40 Orang Palestina, Sebagian Korban Terbakar Hidup-Hidup
Borrell mengatakan tindakan pemerintah Israel, termasuk rencana menghentikan transfer pendapatan pajak yang dialokasikan untuk Otoritas Palestina, tidak lagi sejalan dengan pandangannya tentang negara Israel.
"Mulai sekarang, saya tidak akan lagi mengatakan 'Israel,' tetapi 'pemerintah Netanyahu' karena pemerintah inilah yang mengambil keputusan ini," ungkap Borrell.
Uni Eropa juga sangat mengkritik serangan Israel yang telah membunuh hampir dari 36.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil.
Serangan terbaru terfokus di Rafah, di mana petugas kesehatan Palestina mengatakan serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 45 orang pada Minggu (26/5) lalu, menghantam tenda-tenda bagi orang-orang terlantar dan meninggalkan banyak lainnya terjebak dalam puing-puing yang terbakar.
Menteri Pertahanan Italia, Guido Crosetto, mengatakan serangan semacam itu akan memiliki dampak jangka panjang.
"Israel dengan pilihan ini menyebarkan kebencian, menanamkan kebencian yang akan melibatkan anak-anak dan cucu mereka. Saya akan lebih memilih keputusan lain," katanya kepada SKY TG24.
Serangan ini terjadi setelah pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Internasional, pada Jumat (24/5) akhir pekan lalu memberi perintah kepada Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah, meskipun Mahkamah tidak memerintahkan gencatan senjata untuk wilayah Gaza.
Baca Juga: Hamas Serukan Rakyat Palestina Bangkit, Sebut Serangan Israel ke Rafah Kejahatan Keji
Albares mengatakan Spanyol dan negara-negara lain meminta Borrell menyediakan daftar langkah-langkah apa yang dapat diterapkan Uni Eropa untuk membuat Israel mematuhi keputusan ICJ dan menjelaskan apa yang telah dilakukan Uni Eropa dalam situasi serupa ketika ada pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.
Adapun Spanyol, Irlandia, dan Norwegia berencana untuk secara resmi mengakui negara Palestina pada hari ini, Selasa (28/5). Pengumuman bersama mereka pekan lalu memicu tanggapan marah dari otoritas Israel, yang memanggil duta besar negara-negara tersebut di Tel Aviv ke Kementerian Luar Negeri Israel, di mana mereka difilmkan saat diperlihatkan video serangan dan penculikan Hamas pada 7 Oktober 2023 silam.
Meskipun banyak negara mengakui negara Palestina, tidak ada kekuatan besar Barat yang melakukannya, dan tidak jelas perbedaan apa yang dapat dihasilkan dari langkah ketiga negara tersebut di lapangan.
Pengakuan tersebut, bagaimanapun, adalah pencapaian penting bagi Palestina, yang percaya bahwa itu memberikan legitimasi internasional pada perjuangan mereka.
Albares mengkritik perlakuan terhadap duta besar Eropa di Israel.
Baca Juga: Remehkan Perintah Mahkamah Internasional, Serangan Udara Israel Tewaskan 22 Pengungsi di Rafah
"Kami menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan kesopanan diplomatik dan kebiasaan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik," katanya.
"Tapi pada saat yang sama, kami juga sepakat bahwa kami tidak akan terprovokasi yang menjauhkan kami dari tujuan kami," tambahnya.
"Tujuan kami adalah mengakui negara Palestina besok, melakukan segala upaya untuk mencapai gencatan senjata permanen sesegera mungkin dan juga, pada akhirnya, mencapai perdamaian definitif."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Associated Press