Inilah Empat Cara Perang Gaza Bisa Berakhir, Semua Bakal Dipandang sebagai Kemenangan Hamas
Kompas dunia | 24 Mei 2024, 07:00 WIBYERUSALEM, KOMPAS.TV - Meski sudah digempur habis-habisan, Hamas tetap melawan sengit setelah tujuh bulan perang brutal dengan Israel. Hamas baru saja menyerang wilayah Israel dengan roket dari Gaza utara. Mumet lantaran Hamas tidak juga bisa dikalahkan, inilah empat cara perang tersebut bisa berakhir, dan kesemuanya bisa dipandang sebagai kemenangan Hamas.
Israel awalnya berhasil menguasai beberapa wilayah, setelah serangan udara besar-besaran membuka jalan bagi pasukan darat Israel untuk merangsek masuk. Namun, keuntungan awal itu berubah menjadi perjuangan berat melawan perlawanan yang cepat beradaptasi, membuat banyak orang Israel merasa militer mereka cuma punya pilihan yang semuanya buruk bagi Israel, mirip dengan perang Amerika Serikat (AS) di Irak dan Afghanistan.
Ini menjadi latar belakang pemberontakan dua anggota Kabinet Perang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yaitu Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Benny Gantz, saingan politik utama Netanyahu, yang menuntut rencana pasca-perang yang rinci.
Keduanya mendukung pembalasan Israel atas serangan Hamas pada 7 Oktober, termasuk pengeboman besar-besaran, operasi darat yang menghancurkan, dan penutupan perbatasan yang menurut Program Pangan Dunia PBB menyebabkan kelaparan di beberapa bagian wilayah tersebut.
Namun sekarang kedua jenderal pensiunan itu khawatir tentang pendudukan kembali Gaza yang berkepanjangan dan mahal, dari mana Israel menarik pasukan dan pemukim pada tahun 2005. Mereka juga menentang penarikan mundur yang akan membiarkan Hamas tetap berkuasa atau mengarah pada pembentukan negara Palestina.
Sebagai gantinya, mereka mengajukan alternatif yang dianggap banyak orang Israel sebagai tidak realistis. Sementara itu, Hamas mengusulkan rencana pasca-perang mereka sendiri.
Berikut adalah empat cara perang ini mungkin berakhir, seperti laporan Associated Press, Kamis (23/5/2024).
Baca Juga: Jubir Kanselir Pastikan Jerman akan Tangkap Netanyahu jika ICC Terbitkan Surat Perintah Penangkapan
Pendudukan Militer Penuh
Netanyahu berjanji akan meraih “kemenangan total” yang akan menghapus Hamas dari kekuasaan, membongkar kemampuan militernya, dan mengembalikan puluhan sandera yang masih mereka tahan sejak serangan yang memicu perang ini.
Ia mengatakan kemenangan bisa tercapai dalam beberapa minggu jika Israel melancarkan invasi besar-besaran ke Rafah, yang digambarkan Israel sebagai benteng terakhir Hamas.
Amir Avivi, seorang jenderal Israel yang sudah pensiun dan mantan wakil komandan divisi Gaza, mengatakan itu baru permulaan. Ia mengatakan Israel harus tetap mengontrol agar Hamas tidak dapat berkumpul kembali.
"Jika kamu tidak mengeringkan rawa, kamu tidak bisa menangani nyamuknya. Mengeringkan rawa berarti perubahan total dalam sistem pendidikan, dan menangani kepemimpinan lokal bukan dengan organisasi teror,” demikian sang pensiunan jenderal mengeklaim. "Ini adalah proses generasional. Ini tidak akan terjadi dalam sehari."
Anggota sayap kanan koalisi Netanyahu, yang memegang kunci kekuasaannya, menyerukan pendudukan permanen, "emigrasi sukarela" sejumlah besar warga Palestina ke mana saja yang mau menerima mereka, dan membangun kembali permukiman Yahudi di Gaza.
Sebagian besar orang Israel menolak, mengingat biaya besar untuk menempatkan ribuan tentara di wilayah yang dihuni 2,3 juta warga Palestina. Sebagai kekuatan pendudukan, Israel mungkin harus bertanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan layanan lainnya. Tidak jelas sejauh mana donor internasional akan membantu mendanai rekonstruksi di tengah permusuhan yang sedang berlangsung.
Tidak ada jaminan bahwa pendudukan seperti itu akan menghilangkan Hamas.
Israel sepenuhnya mengontrol Gaza ketika Hamas didirikan pada akhir 1980-an. Pendudukan Israel selama 18 tahun di Lebanon selatan bersamaan dengan bangkitnya Hizbullah, dan pasukan Israel rutin berperang dengan milisi di Tepi Barat, yang dikontrolnya sejak 1967.
Baca Juga: Oposisi Israel Desak Netanyahu Akui Negara Palestina dengan Syarat dan Jaminan
Pendudukan Ringan dengan Pengelolaan Gaza oleh Pion-Pion Palestina yang Pro-Israel
Netanyahu mengatakan Israel akan mempertahankan kendali keamanan atas Gaza tetapi menyerahkan pemerintahan sipil kepada warga Palestina setempat yang tidak terafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina yang didukung Barat, saat ini mengelola sebagian wilayah Tepi Barat.
Ia menyarankan agar negara-negara Arab dan lainnya membantu dalam pemerintahan dan pembangunan kembali. Namun sejauh ini, tidak ada yang menunjukkan minat.
Tidak ada warga Palestina yang diketahui mau kerja sama dengan militer Israel. Mungkin karena Hamas mengatakan mereka akan diperlakukan sebagai kolaborator, yang berarti ancaman kematian yang terselubung, atau mungkin karena mereka sangat antipati kepada militer Israel.
Upaya untuk mendekati pengusaha dan keluarga berpengaruh Palestina “berakhir dengan bencana”, kata Michael Milshtein, analis urusan Palestina di Universitas Tel Aviv dan mantan perwira intelijen militer.
Ia mengatakan orang-orang Israel yang mencari sekutu seperti mencari kuda bercula satu, sesuatu yang tidak ada.
Negara-negara Arab juga menolak skenario ini, bahkan Uni Emirat Arab, salah satu dari sedikit yang secara resmi mengakui Israel dan memiliki hubungan dekat.
“UAE menolak terlibat dalam rencana apa pun yang bertujuan untuk memberikan selubung bagi kehadiran Israel di Jalur Gaza,” kata Menteri Luar Negeri Abdullah bin Zayed Al Nahyan bulan ini.
Baca Juga: Karim Khan Diancam saat Selidiki Israel: Ada Pemimpin Senior Bilang ICC Hanya untuk Afrika dan Putin
Kesepakatan Pengelolaan Gaza tanpa Hamas
Sebagai gantinya, negara-negara Arab berkumpul mendukung proposal AS yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun dan mengubah Timur Tengah.
Di bawah rencana ini, Otoritas Palestina yang direformasi akan mengelola Gaza dengan bantuan negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, yang akan menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas pakta pertahanan AS dan bantuan dalam membangun program nuklir sipil.
Namun pejabat AS dan Saudi mengatakan itu bergantung pada komitmen Israel untuk jalan yang kredibel menuju pembentukan negara Palestina pada akhirnya.
Netanyahu menolak skenario tersebut, begitu pula Gallant dan Gantz, dengan mengatakan itu akan memberi imbalan kepada Hamas dan menghasilkan negara yang dijalankan oleh milisi di perbatasan Israel.
Satu-satunya cara untuk mengakhiri siklus pertumpahan darah, menurut rakyat Palestina adalah mengakhiri pendudukan Israel yang sudah puluhan tahun dan menciptakan negara merdeka sepenuhnya di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967.
Hamas mengatakan akan menerima solusi dua negara setidaknya untuk sementara, tetapi program politiknya masih menyerukan “pembebasan penuh Palestina,” termasuk wilayah yang sekarang menjadi Israel. Hamas juga mengatakan mereka harus menjadi bagian dari penyelesaian pasca-perang apa pun.
Baca Juga: Barat Mulai Akui Palestina sebagai Negara, Sebut Eropa Mulai Frustasi pada Israel
Kesepakatan dengan Hamas
Hamas mengusulkan perjanjian besar yang sangat berbeda, yang ironisnya mungkin lebih dapat diterima oleh orang Israel daripada kesepakatan Amerika Serikat - Arab Saudi.
Kelompok Hamas mengusulkan kesepakatan bertahap di mana mereka akan melepaskan semua sandera dengan imbalan dilepasnya ratusan tahanan Palestina, termasuk milisi senior, serta penarikan pasukan Israel dari Gaza, gencatan senjata yang panjang, dan rekonstruksi.
Ini hampir pasti akan membuat Hamas tetap menguasai Gaza dan memungkinkan mereka membangun kembali kemampuan militernya. Hamas bahkan mungkin mengeklaim kemenangan, meskipun penderitaan besar dan kehancuran yang dialami warga sipil Palestina sejak 7 Oktober.
Namun ribuan pengunjuk rasa Israel telah turun ke jalan dalam beberapa pekan terakhir menyerukan pemimpin mereka untuk mengambil kesepakatan semacam itu, karena mungkin satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali sandera.
Mereka menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan semacam itu karena dapat menyebabkan sekutu sayap kanannya menjatuhkan pemerintahannya, yang berpotensi mengakhiri karier politiknya dan mengeksposnya pada penuntutan atas tuduhan korupsi.
Pendukung kesepakatan semacam itu mengatakan akan ada manfaat lain bagi Israel, selain membebaskan sandera.
Konflik intensitas rendah dengan Hizbullah di Lebanon kemungkinan akan mereda saat ketegangan regional mereda, memungkinkan puluhan ribu orang di kedua sisi perbatasan kembali ke rumah mereka.
Israel akhirnya bisa menghadapi kegagalan keamanan yang menyebabkan serangan 7 Oktober, dan bisa mempersiapkan diri untuk putaran pertempuran lainnya yang tak terelakkan.
Milshtein mengatakan Israel harus mengadopsi konsep hudna Hamas, yaitu periode panjang ketenangan strategis.
"Hudna tidak berarti perjanjian damai," katanya. “Ini adalah gencatan senjata yang akan kamu manfaatkan untuk membuat dirimu lebih kuat dan kemudian menyerang dan mengejutkan musuhmu.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press