Isi Proposal Perjanjian Gencatan Senjata Usulan Qatar-Mesir yang Disepakati Hamas, Israel Bungkam
Kompas dunia | 7 Mei 2024, 11:16 WIBPada Senin, Israel memerintahkan warga Palestina di timur Rafah untuk pergi karena mereka bersiap untuk meluncurkan kampanye militer di area selatan Gaza itu, meskipun ditentang masyarakat internasional.
Hal ini tampaknya menunjukkan Israel tidak menganggap ada kesepakatan yang akan terjadi.
Tetapi sekarang, seperti yang diungkapkan oleh wakil pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, bola ada di tangan Israel, yang menanggapi proposal kesepakatan gencatan senjata tersebut dengan hati-hati.
Laporan awal media Israel memunculkan pesan bahwa kesepakatan yang disetujui oleh Hamas itu tidak sesuai dengan apa yang dibahas oleh Israel.
Menteri Keamanan Nasional Israel yang berhaluan sayap kanan jauh, Itamar Ben-Gvir, langsung menggunakan media sosial untuk menolak kesepakatan dan menyerukan invasi terhadap Rafah.
Seorang pejabat Israel yang dikutip Al Jazeera menambahkan, pengumuman Hamas tampak "seolah-olah merupakan tipu muslihat yang ditujukan untuk membuat Israel terlihat seperti pihak yang menolak kesepakatan".
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kesepakatan tersebut tidak memenuhi tuntutan inti Israel tetapi ia akan mengirim delegasi ke Kairo untuk bertemu dengan para perunding.
Ia menambahkan, kabinet perang Israel sepakat secara bulat untuk "melanjutkan operasi di Rafah untuk menekan Hamas secara militer", dan pada Senin malam, serangan udara Israel yang intens terjadi di selatan Gaza.
Sementara para anggota keluarga tawanan yang ditahan di Gaza melakukan protes di Tel Aviv, menyerukan pemerintah Israel menerima kesepakatan tersebut.
Adapun militer Israel menolak untuk berkomentar.
Baca Juga: Siap Serang Jalur Darat, Militer Israel Perintahkan 100.000 Penduduk Palestina di Rafah Mengungsi
Reaksi Warga Palestina di Gaza
Warga Palestina di seluruh Gaza turun ke jalan-jalan untuk merayakan proposal kesepakatan gencatan senjata.
Bagi penduduk enklave tersebut, sebuah kesepakatan akan berarti akhir dari apa yang telah menjadi perang yang menghancurkan, di mana seluruh Gaza telah hancur.
Namun, sebagian dari kegembiraan itu diredam oleh kenyataan bahwa kesepakatan ini hanya disetujui oleh satu pihak yaitu Hamas.
Jadi meskipun banyak yang tetap optimistis, warga Palestina tahu ini bukanlah akhir dari perang - terutama karena Israel terus meluncurkan serangan bom.
Reaksi Amerika Serikat
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berbicara dengan Netanyahu dan mengulangi keprihatinan AS tentang invasi Israel ke Rafah.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan pemerintah AS sedang meninjau tanggapan Hamas "dan membahasnya dengan mitra kami di wilayah tersebut."
Belum diketahui dengan pasti apakah proposal yang disetujui oleh Hamas secara substansial berbeda dari yang disetujui oleh Israel dan perunding internasional atau tidak.
Miller dan John Kirby, juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, menolak untuk membahas detailnya.
Miller mengatakan Washington akan "menahan diri dari penilaian" sampai pejabat memiliki waktu untuk sepenuhnya meninjau tanggapan Hamas.
Dia menolak untuk mengatakan apakah Hamas telah menyetujui tawaran yang disetujui oleh AS atau versi proposal yang berbeda.
"Seperti yang Anda ketahui, Direktur CIA [William] Burns berada di wilayah tersebut bekerja pada hal ini secara real-time. Kami akan mendiskusikan tanggapan ini dengan mitra kami dalam beberapa jam mendatang," ungkapnya.
Sementara Kirby mengatakan Biden telah diberi informasi tentang tanggapan Hamas, dan menambahkan bahwa pembicaraan berada pada "tahap kritis" dan ia tidak ingin mengatakan apa pun yang akan membahayakan prospek tercapainya kesepakatan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Al Jazeera/Associated Press