Deforestasi di Indonesia Meningkat Tahun Lalu, namun Analis Lihat Perbaikan Besar secara Keseluruhan
Kompas dunia | 30 April 2024, 04:05 WIBHutan sekunder umumnya memiliki kapasitas yang lebih rendah untuk menyimpan karbon dibandingkan dengan hutan primer.
Deforestasi yang terkait dengan industri pertambangan terjadi di Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan, menurut analisis tersebut.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, bahan kritis untuk kendaraan listrik, panel surya, dan barang lain yang diperlukan untuk transisi energi hijau.
Dan sebagian dari deforestasi ini dapat langsung dikaitkan dengan ekspansi industri nikel Indonesia, kata Timer Manurung, direktur Auriga Nusantara, sebuah organisasi konservasi non-pemerintah yang berbasis di Indonesia.
Manurung mengatakan tidak jelas seberapa banyak deforestasi Indonesia disebabkan oleh pertambangan. Tetapi dia menyebutnya sebagai "penggerak yang signifikan", dan mengatakan pengembangan cepat pemerintah Indonesia terhadap industri pertambangan dan nikel negara itu, termasuk lebih dari 20 pabrik peleburan baru untuk mengolah bijih nikel, "mengulangi kesalahan kelapa sawit dan pulpwood Indonesia" dalam meningkatkan deforestasi.
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Cegah Krisis Iklim: Haram Deforestasi, Membakar Hutan dan Lahan
Tetapi Taylor mencatat deforestasi yang dilakukan dalam skala besar tampaknya semakin mengecil, dibandingkan dengan masa lalu. Di tahun 2010-an terjadi ekspansi kelapa sawit, kayu, dan perkebunan berskala besar di seluruh Indonesia.
Penelitian di jurnal Nature Climate Change menunjukkan bahwa tingkat deforestasi meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 2 juta hektar per tahun selama tahun 2004-2014. Namun, pada tahun 2023, kehilangan hutan primer dalam patch yang lebih besar dari 100 hektar hanya menyumbang 15% dari total kehilangan, menurut analisis tersebut.
Taylor menghubungkan kurangnya patch deforestasi berskala besar ini dengan risiko reputasi yang dihadapi perusahaan jika terbukti mereka menebang pohon. Dalam beberapa dekade terakhir, organisasi non-pemerintah, konsumen, dan pemerintah, termasuk Uni Eropa, telah mendorong perusahaan untuk menjauh dari praktik deforestasi.
Pada tahun 2018, Presiden Indonesia Joko Widodo memberlakukan moratorium tiga tahun untuk izin baru perkebunan kelapa sawit. Dan tingkat deforestasi melambat antara 2021-2022, menurut data pemerintah.
Namun, kehilangan hutan primer dalam skala kecil masih sering terjadi di seluruh negeri, termasuk di beberapa area yang dilindungi seperti Taman Nasional Tesso Nilo dan Cagar Alam Rawa Singkil di Pulau Sumatra. Kedua area tersebut adalah rumah bagi hewan yang terancam punah seperti harimau dan gajah.
El Nino yang lebih basah dari biasanya, yang biasanya menyebabkan curah hujan yang lebih sedikit dan suhu yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan penyebaran cepat kebakaran yang sengaja disulut untuk membersihkan lahan pertanian, ikut menyumbang pada musim kebakaran yang lebih tenang dari yang diharapkan, kata Taylor. Investasi pemerintah Indonesia dalam kemampuan pencegahan kebakaran, serta upaya untuk memadamkan api oleh masyarakat setempat, juga berperan dalam menekan kebakaran hutan.
Selama El Nino terakhir di Indonesia pada tahun 2015-2016, kebakaran yang sengaja dimulai untuk membersihkan lahan pertanian dengan cepat menyebar, mengirimkan kabut asap di seluruh Asia Tenggara. Beberapa provinsi di Indonesia menyatakan status darurat, penyakit pernapasan meningkat, dan ribuan warga Indonesia harus mengungsi dari rumah mereka.
"Berita baik di Indonesia adalah bahwa langkah-langkah pencegahan kebakaran jauh lebih canggih daripada yang dulu," kata Taylor. "Ini benar-benar membuat perbedaan."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press