Israel Ceploskan Usul Pembentukan Pasukan Penjaga Perdamaian Arab untuk Fasilitasi Bantuan ke Gaza
Kompas dunia | 31 Maret 2024, 15:08 WIBTEL AVIV, KOMPAS TV - Israel kini tengah mendorong usulan pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional dari negara Arab guna mengamankan Jalur Gaza serta mempermudah pengiriman bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut. Laporan dari sejumlah media berbahasa Ibrani hari Jumat malam (29/3/2024) menunjukkan kemungkinan adanya kebocoran informasi yang terkoordinasi.
Berbagai laporan menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan Yoav Gallant telah menyampaikan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa ia berhasil membuat kemajuan dalam hal tersebut selama kunjungannya ke Washington minggu ini.
Pasukan tersebut direncanakan akan terdiri dari personel militer dari tiga negara Arab yang tidak disebutkan namanya — walaupun bukan berasal dari Arab Saudi atau Qatar, yang terakhir merupakan pendukung lama Hamas dan menjadi salah satu perantara dalam perundingan tawanan demi gencatan senjata, seperti laporan Times of Israel, Sabtu (30/3).
Beberapa laporan mengisyaratkan bahwa Mesir dan Uni Emirat Arab adalah dua di antaranya, dan yang ketiga juga memiliki perjanjian perdamaian dengan Israel. Pasukan tersebut akan dikelola oleh Amerika Serikat (AS), tanpa kehadiran personel militer AS di lapangan.
Ide ini mendapat dukungan dari AS, seperti yang disebutkan dalam laporan-laporan tersebut. Pasukan ini kemungkinan akan dipersenjatai untuk menjaga ketertiban, dan akan bekerja sama dengan warga Gaza yang tidak punya kaitan dengan Hamas, khususnya tokoh-tokoh yang terkait dengan Otoritas Palestina.
Namun, dukungan AS bergantung pada Israel untuk mulai menerapkan rencana pascaperang guna merehabilitasi Gaza, seperti rencana "hari kemudian" atau pasca-perang yang diajukan Menhan Yoav Gallant tiga bulan lalu.
Rencana tersebut menggariskan agar Israel tetap mempertahankan kendali militer penuh atas Gaza untuk saat ini, namun tidak memiliki kehadiran sipil di sana. Urusan sipil di Jalur tersebut akan ditangani warga Palestina yang tidak bermusuhan dengan Israel. Rencana tersebut juga mengusulkan untuk menstabilkan Gaza pascaperang dengan bantuan pasukan multinasional.
Belum jelas apakah sekutu Arab akan bersedia berpartisipasi dalam skema penjaga perdamaian ini, mengingat mereka berkali-kali menegaskan tidak akan ikut dalam pengelolaan Gaza setelah perang kecuali itu merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas yang mencakup pembentukan jalur menuju negara Palestina merdeka dan berdaulat di masa depan, sesuatu yang ditolak tegas oleh pemerintah Israel saat ini.
Baca Juga: Pelapor Khusus PBB Simpulkan Israel Lakukan Genosida di Gaza, AS Membantah
Tugas awal pasukan internasional ini akan meliputi pengamanan konvoi truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan dari penjarahan oleh warga Gaza yang putus asa, serta untuk melindungi dermaga bantuan yang akan dibangun oleh AS di lepas pantai jalur tersebut, yang diperkirakan akan selesai dalam waktu sekitar satu bulan.
Ynet melaporkan kemajuan dalam pembicaraan antara AS dan negara-negara Arab yang tidak disebutkan namanya ini merupakan hasil dari kunjungan pejabat pertahanan Israel ke negara-negara tersebut dan pembicaraan dengan pemerintah AS dan Komando Pusat AS atau Centcom.
Menurut Haaretz, belum ada kesepakatan yang dicapai mengenai cara melengkapi persenjataan pasukan tersebut.
Sebuah laporan dari Politico minggu ini menyebutkan Pentagon sedang dalam tahap awal "percakapan" mengenai rencana potensial untuk mendanai pasukan penjaga perdamaian.
Channel 12 News melaporkan Netanyahu menolak ide ini, tetapi Gallant menyarankan ini adalah opsi terbaik yang tersedia.
Kelompok bantuan menyatakan seluruh Gaza tengah terperangkap dalam krisis kemanusiaan, dengan situasi di bagian utara yang terisolasi menjadi sorotan.
Banyak dari sekitar 300.000 orang yang masih tinggal di utara Gaza telah terpaksa makan pakan hewan untuk bertahan hidup, menurut beberapa laporan.
PBB menyatakan bahwa satu dari enam anak di bawah usia dua tahun di utara mengalami kelaparan akut. Secara total, sekitar 1,1 juta orang — sekitar setengah dari populasi — dikatakan mengalami kelaparan "katastrofik".
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Times of Israel