Kesaksian Tim Dokter Internasional yang Masuk Gaza: Ini Sangat Menyedihkan
Kompas dunia | 28 Maret 2024, 23:25 WIBDEIR AL-BALAH, KOMPAS.TV - Ketika tim dokter internasional yang sudah berpengalaman panjang terjun ke daerah-daerah konflik datang ke rumah sakit di Gaza, mereka sudah siap menghadapi yang terburuk.
Namun, dampak mengerikan serangan Israel terhadap anak-anak Palestina membuat mereka terkejut bukan kepalang.
Seorang balita meninggal karena cedera otak akibat serangan Israel yang menghantamnya dengan keras. Sedangkan sepupunya, seorang bayi, masih berjuang untuk hidup dengan sebagian wajahnya tercabik oleh serangan yang sama.
Seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun menangis kesakitan mencari orang tuanya, tidak tahu bahwa mereka tewas dalam serangan Israel.
Di sisinya, ada saudara perempuannya, tetapi dia tidak mengenalinya karena hampir seluruh tubuhnya terbakar.
Kisah tragis itu disampaikan kepada The Associated Press oleh Tanya Haj-Hassan, seorang dokter perawatan intensif anak dari Yordania, setelah dia melakukan sif selama 10 jam di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di kota Deir al-Balah, Gaza bagian tengah, seperti dilaporkan pada Kamis (28/3/2024).
Haj-Hassan, yang memiliki pengalaman luas di Gaza dan secara rutin angkat bicara tentang dampak menghancurkan perang, merupakan bagian dari tim yang baru saja menyelesaikan tugas selama dua minggu di sana.
Setelah hampir enam bulan serangan Israel, sektor kesehatan Gaza hancur rata dengan tanah. Belasan dari 36 rumah sakit di Gaza, kini hanya berfungsi sebagian.
Yang lainnya tidak beroperasi karena kehabisan bahan bakar dan obat-obatan, dikepung dan terus ditembaki pasukan Israel, atau rusak akibat serangan Israel.
Kondisi tersebut membuat rumah sakit seperti RS Al-Aqsa harus merawat pasien yang sangat banyak dengan pasokan dan staf yang terbatas.
Sebagian besar tempat tidur unit perawatan intensif ditempati oleh anak-anak, termasuk bayi-bayi yang dibalut perban dan menggunakan masker oksigen.
"Saya menghabiskan sebagian besar waktu saya di sini untuk merespons kasus-kasus anak-anak," ujar Haj-Hassan setelah sif, baru-baru ini.
"Apa yang hal itu katakan kepada Anda tentang setiap rumah sakit lain di Jalur Gaza?"
Baca Juga: 16 Warga Sipil Lebanon Tewas dalam Serangan Israel Termasuk 7 Petugas Medis
Sebuah tim dokter internasional lainnya yang bekerja di RS Martir Al-Aqsa pada Januari lalu, tinggal di sebuah pondok tamu terdekat.
Namun, karena serangan Israel yang semakin intens di sekitarnya, Haj-Hassan dan rekan-rekannya memilih untuk tinggal di rumah sakit tersebut.
Keputusan itu memberikan mereka gambaran yang sangat jelas tentang tekanan yang dialami rumah sakit karena jumlah pasien terus meningkat, kata Arvind Das, pemimpin tim di Gaza untuk International Rescue Committee.
Organisasi tersebut dan Medical Aid for Palestinians mengorganisasi kunjungan oleh Haj-Hassan dan yang lainnya.
Mustafa Abu Qassim, perawat dari Yordania yang menjadi bagian dari tim yang berkunjung, mengaku terkejut dengan kepadatan pasien di rumah sakit tersebut.
"Ketika kami mencari pasien, tidak ada ruangan yang tersedia," katanya.
"Mereka berada di koridor dengan hanya kasur, matras, atau selimut di lantai."
Sebelum perang, rumah sakit tersebut memiliki kapasitas sekitar 160 tempat tidur, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press