PBB: Israel Berpotensi Lakukan Kejahatan Perang karena Membiarkan Penduduk Gaza Kelaparan
Kompas dunia | 19 Maret 2024, 23:50 WIBGAZA, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Israel berpotensi melakukan kejahatan perang karena membiarkan penduduk Gaza kelaparan.
Israel juga berpotensi dinyatakan menggunakan kelaparan sebagai "senjata perang" karena memblokir pasokan bantuan yang masuk sambil terus melakukan serangan-serangan ke berbagai wilayah Gaza.
"Luasnya pembatasan yang terus dilakukan Israel terhadap masuknya bantuan ke Gaza, bersama dengan cara mereka terus melakukan konflik bersenjata, mungkin mencapai penggunaan kelaparan sebagai metode perang, di mana itu merupakan kejahatan perang," kata juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, Jeremy Laurence, di Jenewa, Selasa (19/3/2024), dikutip dari First Post.
Laurence menambahkan, putusan akhir apakah "kelaparan digunakan sebagai senjata perang" oleh Israel akan ditentukan oleh pengadilan.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menyatakan "tingkat keamanan pangan akut yang parah" berdampak terhadap seluruh penduduk Gaza.
Ia pun menyoroti kebutuhan kritis terhadap peningkatan aliran pasokan kemanusiaan ke enklafe Palestina yang diduduki Israel sejak 1967 itu.
"Menurut pengukuran paling dihormati dalam hal-hal tersebut, 100 persen populasi di Gaza berada pada tingkat keamanan pangan akut yang parah. Itu adalah kali pertama seluruh populasi diklasifikasikan demikian," kata Blinken dalam kunjungan resminya di Filipina.
Pada malam sebelum kunjungannya ke Timur Tengah – kali ini ke Arab Saudi dan Mesir – Blinken juga menjelaskan upaya negosiasi gencatan senjata di Gaza dan peningkatan pengiriman bantuan.
Menurut penilaian keamanan pangan yang didukung oleh PBB, setengah penduduk Gaza menderita kelaparan "katastrofe", dan jika tidak diambil tindakan segera, kelaparan diperkirakan akan melanda bagian utara Gaza pada Mei.
Baca Juga: Israel Klaim Bunuh 50 Lebih Pejuang Hamas dalam Serangan ke RS Al Shifa di Gaza
Menurut Direktur Kemanusiaan PBB Martin Griffiths, sudah tidak ada waktu lagi untuk menunda dan Israel harus menyediakan pasokan yang tidak terbatas untuk Gaza.
PBB telah memperingatkan selama berminggu-minggu bahwa kelaparan akan segera terjadi karena organisasi bantuan melaporkan telah mengalami kesulitan besar untuk bisa masuk ke Gaza, terutama ke bagian utara wilayah itu.
Dilansir New York Post, para ahli memproyeksikan bagian utara Gaza akan menghadapi kelaparan segera pada bulan ini dan separuh dari populasi enklafe itu akan mengalami tingkat kelaparan yang mematikan.
Hal itu diungkapkan dalam laporan Integrated Food Security Phase Classification, otoritas global yang telah mengklasifikasikan krisis keamanan pangan selama beberapa dekade, pada Senin (18/3/2024).
Laporan tersebut memproyeksikan kelaparan "segera terjadi" bagi 300.000 warga sipil Palestina di bagian utara Gaza, di mana kondisi semacam itu akan berkembang hingga akhir Mei.
Pada pertengahan Juli, diperkirakan sebanyak 1,1 juta orang di Gaza bisa menghadapi apa yang kelompok tersebut gambarkan sebagai tahap kelaparan terburuk yakni "kekurangan makanan yang ekstrem," dan tingkat kelaparan yang parah, kematian, kehancuran, dan malanutrisi akut.
Pada 7 Oktober 2023, kelompok perjuangan Palestina, Hamas, melancarkan serangan besar-besaran ke Israel, yang telah memblokade Gaza sejak 2007 dan mengurung 2,3 juta orang.
Serangan tersebut memicu serangan Israel terburuk ke Gaza hingga saat ini.
Meski pembicaraan gencatan senjata terus berlangsung, serangan Israel ke Gaza masih terus berlanjut.
Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza per 18 Maret 2024 pukul 17.00 WIB, korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai 31.726 orang, termasuk lebih dari 13.000 anak-anak dan 8.400 wanita.
Serangan Israel juga menyebabkan lebih dari 73.792 orang luka-luka dan 8.000 lebih hilang.
Baca Juga: Lebih dari 200.000 Warga Terancam Kelaparan pada Maret-Mei 2024, Gaza Butuh Gencatan Senjata Segera
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : First Post/New York Post