> >

Sebelum Veto Resolusi Gencatan Senjata Gaza, AS Edarkan Draf Tandingan di DK PBB

Kompas dunia | 21 Februari 2024, 20:15 WIB
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield (depan tengah) mengangkat tangan untuk memberi suara tidak setuju atas resolusi gencatan senjata di Gaza dalam rapat di Dewan Keamanan PBB di markas PBB, New York, Selasa, 20 Februari 2024. (Sumber: AP Photo/Seth Wenig)

 

NEW YORK CITY, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengedarkan draf resolusi tandingan di Dewan Keamanan PBB soal serbuan Israel ke Gaza sebelum memveto draf resolusi gencatan senjata yang digulirkan Aljazair pada Selasa (20/2/2024).

Langkah tersebut dipandang kalangan diplomat dan pakar sebagai akal-akalan AS belaka.

Pada Senin (19/2/2024), AS secara mengejutkan mengajukan rancangan resolusi alternatif mengenai Gaza yang juga menyerukan "gencatan senjata" tetapi menyebutnya sebagai tindakan sementara yang akan dilaksanakan "secepat mungkin" dan "berdasarkan formula pembebasan semua sandera."

Dilansir Arab News, naskah resolusi rancangan AS menuntut agar Israel tidak melanjutkan serangan militer terhadap kota Rafah di selatan Gaza, dengan alasan serangan tersebut "akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada warga sipil dan pengusiran mereka lebih lanjut, termasuk potensial ke negara tetangga, yang akan memiliki dampak serius bagi perdamaian dan keamanan regional."

Rafah telah menjadi tempat perlindungan terakhir untuk lebih dari satu juta warga Palestina yang terpaksa melarikan diri dari pertempuran di bagian lain Gaza.

Diskusi mengenai draf resolusi rancangan AS yang menurut para diplomat, belum resmi disampaikan kepada para anggota Dewan Keamanan PBB, belum terjadi dan belum ada jadwal pemungutan suara atas naskah tersebut.

Namun, sumber-sumber tersebut mengatakan berdasarkan laporan media, teks resolusi tampak terlalu panjang.

Mereka juga menyoroti seruan gencatan senjata yang dalam draf tersebut disebut sebagai tindakan sementara yang akan dilaksanakan "secepat mungkin," tidak menyebutkan siapa yang akan menentukan kapan itu terjadi.

Menurut mereka, hal itu menunjukkan AS akan menyerahkan keputusan gencatan senjata kepada Israel.

Sebelumnya, untuk keempat kalinya sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023, AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera di wilayah konflik tersebut, Selasa.

Alasannya, resolusi semacam itu akan mengganggu negosiasi "sensitif" yang sedang berlangsung di bawah arahan Washington, yang berusaha mengakhiri pertikaian.

Linda Thomas-Greenfield, perwakilan tetap AS untuk PBB, menyebut pemungutan suara pada Selasa sebagai "tindakan yang tidak bertanggung jawab."

Baca Juga: China Kritik Veto AS atas Resolusi DK PBB: Tak Ada Bedanya dengan Beri Lampu Hijau Pembantaian Gaza

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield (kiri) berbicara dalam rapat Dewan Keamanan PBB, sementara Duta Besar Aljazair untuk PBB Aman Bendjama (depan kanan) mendengarkan, di markas PBB, New York, Selasa, 20 Februari 2024. (Sumber: AP Photo/Seth Wenig)

 

Sebelumnya pada Sabtu (17/2/2024), dia mengatakan Washington akan menghalangi lolosnya resolusi tersebut.

Dia berkilah resolusi tersebut membahayakan negosiasi yang sedang berlangsung untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan warga Israel yang masih ditahan oleh Hamas dan kelompok lain di Jalur Gaza.

"Tindakan apa pun yang diambil oleh dewan saat ini seharusnya membantu, bukan menghambat, negosiasi yang sensitif dan berkelanjutan ini," katanya sebelum pemungutan suara.

Dia memperingatkan, resolusi Aljazair hanya akan menghambat pembicaraan tersebut.

“Menghendaki gencatan senjata segera, tanpa syarat, tanpa kesepakatan yang menuntut agar Hamas melepaskan sandera, tidak akan membawa perdamaian yang tahan lama. Sebaliknya, itu bisa memperpanjang pertempuran antara Hamas dan Israel,” kata Thomas-Greenfield.

13 dari 15 anggota Dewan Keamanan memberikan suara mendukung resolusi Aljazair. Inggris abstain.

"Resolusi ini adalah sikap menentang para pendukung pembunuhan dan kebencian," kata Duta Besar Aljazair untuk PBB Amar Bendjama kepada Dewan Keamanan sebelum pemungutan suara dilakukan.

"Memberikan suara mendukung resolusi ini adalah dukungan terhadap hak hidup rakyat Palestina. Sebaliknya, memberikan suara menolaknya berarti mendukung kebrutalan dan hukuman kolektif yang diterapkan pada mereka."

“Saat ini, setiap warga Palestina adalah target kematian, eksterminasi, dan genosida. Berapa banyak nyawa tak bersalah yang harus dikorbankan sebelum dewan menganggap perlu untuk menyerukan gencatan senjata?”

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, lebih dari 29.000 warga Palestina tewas sejak pasukan Israel mulai membombardir setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.

Sekitar 70.000 terluka, dan ribuan jasad diperkirakan masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Besok Voting Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, AS Bersumpah Akan Memveto

Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour berbicara dalam rapat Dewan Keamanan PBB di markas PBB, New York, Selasa, 20 Februari 2024. (Sumber: AP Photo/Seth Wenig)

Setelah pemungutan suara, Bendjama berjanji akan terus mengetuk pintu Dewan Keamanan untuk menuntut pembantaian di Gaza diakhiri.

"Kami tak akan pernah lelah dan kami tak akan pernah berhenti," tambahnya.

Selain tuntutan gencatan senjata segera, resolusi yang didukung oleh negara-negara Arab itu juga menuntut pembebasan segera semua tahanan.

Resolusi Aljazair itu juga menolak pengusiran paksa warga sipil Palestina, mendesak aliran bantuan kemanusiaan tanpa batas ke Gaza.

Resolusi itu juga mengulangi tuntutan Dewan Keamanan agar baik Israel maupun Hamas "patuh sepenuhnya" dengan aturan hukum internasional, khususnya terkait perlindungan terhadap warga sipil, dan mengutuk "segala bentuk terorisme," tanpa menyebutkan secara eksplisit pihak mana.

Perwakilan tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menggambarkan kegagalan mengadopsi resolusi Aljazair sebagai "babak gelap lain dalam sejarah Dewan Keamanan PBB, lagi-lagi ditulis oleh delegasi AS."

Dia menuduh AS memberikan perlindungan kepada Israel untuk melaksanakan "rencana tidak manusiawi terhadap Gaza, khususnya untuk mengusir warga Palestina dari daerah tersebut dan benar-benar membersihkan wilayah tersebut dan benar-benar mengubahnya menjadi wilayah yang tidak dapat dihuni."

Besarnya kekerasan yang terjadi di Gaza "telah melampaui setiap konflik yang manusia alami setelah Perang Dunia Kedua. Opini publik tidak akan lagi memaafkan ketiadaan tindakan dari PBB," tambahnya.

Utusan China, Zhang Jun, juga menyatakan kekecewaan atas hasil pemungutan suara tersebut. Dia mengatakan veto AS mengirim pesan yang salah dan mendorong situasi di Gaza ke arah yang berbahaya.

"Terus-menerus menghindari gencatan senjata segera tidak berbeda dengan memberi lampu hijau untuk pembantaian yang terus berlanjut," katanya.

Jika resolusi gencatan senjata terus dihalangi di Dewan Keamanan, Zhang mengatakan dampak dari konflik akan terus mengguncang seluruh wilayah Timur Tengah, meningkatkan risiko perang yang lebih luas.

"Hanya dengan memadamkan api perang di Gaza kita dapat mencegah neraka melanda seluruh wilayah," tambahnya.

"Dewan harus segera bertindak untuk menghentikan pembantaian ini di Timur Tengah."

Samuel Zbogar dari Slovenia, yang memberikan suara mendukung resolusi, menyerukan diakhirinya pembunuhan warga sipil di Gaza.

"Penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina melampaui apa pun yang seharusnya dihadapi manusia," katanya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Arab News


TERBARU