> >

Hari Kedua Persidangan di Mahkamah Internasional: Dunia Mengecam Pendudukan Israel di Palestina

Kompas dunia | 21 Februari 2024, 07:30 WIB
Hari kedua sidang Mahkamah Internasional (ICJ) pada Selasa (20/2/2024) membuka babak baru dalam pertarungan hukum mengenai legalitas pendudukan Israel di wilayah Palestina. Perwakilan dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh, dan Belgia, menyampaikan argumen-argumen awal mereka. (Sumber: AP Photo)

Baca Juga: RI Bela Palestina di Mahkamah Internasional, Dukung Advisory Opinion tentang Pendudukan Israel

Jajaran hakim Mahkamah Internasional. Hari kedua sidang Mahkamah Internasional (ICJ) pada Selasa (20/2/2024) membuka babak baru dalam pertarungan hukum mengenai legalitas pendudukan Israel di wilayah Palestina. Perwakilan dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh, dan Belgia, menyampaikan argumen-argumen awal mereka.. (Sumber: International Court of Justice)

Saudi Arabia

Ziad Al-Atiyah, duta besar Arab Saudi untuk Belanda, mengecam keras tindakan Israel di wilayah Palestina yang diduduki, menyatakan pendudukan tidak bisa dipertahankan secara hukum.

Al-Atiyah menekankan pentingnya pertanggungjawaban Israel atas pengabaian hukum internasional, terutama dalam perlakuan terhadap warga sipil di Gaza dan impunitas yang terus berlanjut.

Arab Saudi menyatakan keprihatinan mendalam atas pembunuhan warga sipil dan menolak argumen Israel tentang pertahanan diri, menyatakan bahwa merampas hak dasar hidup Palestina tidak dapat dibenarkan.

Al-Atiyah menuduh Israel telah mendehumanisasi warga Palestina dan melakukan genosida terhadap mereka, menyerukan masyarakat internasional untuk bertindak.

Mengenai yurisdiksi pengadilan, Al-Atiyah menegaskan bahwa argumen melawan yurisdiksi itu tidak beralasan, mendorong pengadilan untuk mengeluarkan pendapat mengenai hal tersebut.

Kelalaian Israel terhadap panggilan gencatan senjata dan langkah-langkah sementara, serta perluasan permukiman ilegal dan pengusiran warga Palestina dari rumah mereka, dikecam oleh Arab Saudi.

Arab Saudi menyoroti pelanggaran Israel terhadap kewajiban internasional, termasuk mengabaikan resolusi PBB yang mengutuk perilakunya dan mencegah Palestina untuk melaksanakan hak mereka untuk bertahan diri.

Niat Israel untuk mempertahankan dan memperluas permukiman ilegal, sebagaimana terbukti dari UU Dasar tahun 2018 yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, juga dikritik karena merusak penentuan nasib sendiri Palestina.

Baca Juga: Uni Afrika Kutuk Serangan Israel di Gaza, Dukung Gugatan Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional

Hari kedua sidang Mahkamah Internasional (ICJ) pada Selasa (20/2/2024) membuka babak baru dalam pertarungan hukum mengenai legalitas pendudukan Israel di wilayah Palestina. Perwakilan dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh, dan Belgia, menyampaikan argumen-argumen awal mereka. (Sumber: AP Photo)

Aljazair

Wakil hukum Aljazair, Ahmed Laraba, menyampaikan sikap negaranya mengenai pendudukan berkelanjutan di wilayah Palestina.

Dalam pidatonya, Laraba menyoroti kerumitan seputar konsep pendudukan yang berkepanjangan, membahas landasan hukum dan konteks sejarahnya.

Dengan merujuk pada Pasal 42 Konvensi Den Haag tahun 1907, Laraba menekankan dasar yang tidak diragukan dari konsep pendudukan, sebagaimana diakui oleh pengadilan dalam pendapat sebelumnya.

Ia menekankan sifat sementara pendudukan, semula dirancang untuk mengelola situasi pasca-konflik dan memfasilitasi perjanjian perdamaian.

Laraba menunjukkan ketidaksesuaian antara rezim sementara yang dimaksudkan dan kenyataan pendudukan berkepanjangan, mencatat bahwa para perancang saat itu tidak memprediksi adanya coexistence damai antara penduduk dan yang diduduki.

Ketidaksesuaian ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan inheren dalam mengatasi pendudukan berkepanjangan di wilayah Palestina.

Intervensi Aljazair di ICJ bertujuan untuk memperjuangkan pemahaman komprehensif mengenai dimensi hukum, sejarah, dan kemanusiaan dari isu pendudukan. Argumen Laraba berkontribusi pada wacana berkelanjutan seputar pencarian keadilan dan penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Baca Juga: Pakar Barat: Israel Harus Berhenti Serang Gaza untuk Patuhi Putusan Mahkamah Internasional

Para hakim yang menangani kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza, berada dalam ruang sidang Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) di Den Haag, Belanda, Kamis, 11 Januari 2024. Kasus tersebut dilayangkan Afrika Selatan. (Sumber: AP Photo/Patrick Post)

Afrika Selatan

Pieter Andreas Stemmet, Penasihat Hukum Utama Pelaksana di Departemen Hubungan Internasional dan Kerja Sama, mengumumkan komitmen Afrika Selatan untuk memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri rakyat Palestina.

Stemmet menekankan bahwa PBB telah berulang kali mengakui hak tak terpisahkan Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Ia mengutuk perluasan aktivitas pemukiman Israel, menyatakan bahwa itu melanggar Pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat, yang telah ditandatangani oleh Israel.

Dalam mengatasi kekhawatiran tentang kemungkinan apartheid di Israel, Stemmet merujuk pada kasus Namibia versus Afrika Selatan, di mana pengadilan memutuskan bahwa pengecualian dan pembatasan berbasis ras adalah penolakan hak-hak fundamental dan melanggar prinsip Piagam PBB.

Stemmet menegaskan, tingkat pelanggaran Israel yang didokumentasikan dengan baik dan mengulangi bahwa larangan apartheid berlaku secara universal, termasuk untuk Israel.

Dengan menyamakan keadaan ilegal keberadaan Afrika Selatan di Namibia, Stemmet menyerukan perhatian terhadap konsekuensi hukum dari pendudukan berkelanjutan Israel di wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Arab News


TERBARU