> >

Sidang Dewan Keamanan PBB Penuh Kecaman dan Tuntutan ke Israel, Indonesia Salah Satu Paling Keras

Kompas dunia | 24 Januari 2024, 17:50 WIB
Suasana dalam sidang Dewan Keamanan PBB, Selasa (23/1/2024). Anggota Dewan Keamanan PBB terus mendesak adanya gencatan senjata di Jalur Gaza dalam pertemuan mengenai situasi di Timur Tengah, termasuk soal Palestina. Indonesia, yang diwakili Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menyuarakan salah satu kecaman dan tuntutan terkuat dari Israel. (Sumber: AP Photo)

NEW YORK, KOMPAS.TV - Anggota Dewan Keamanan PBB terus mendesak adanya gencatan senjata di Jalur Gaza dalam pertemuan hari Selasa (23/1/2024) mengenai situasi di Timur Tengah, termasuk soal Palestina.

Sekjen PBB Antonio Guterres dalam sidang Dewan Keamanan PBB memperingatkan Israel bahwa penolakan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap solusi dua negara akan memperpanjang konflik yang mengancam perdamaian global dan memberi keberanian kepada ekstremis di seluruh dunia.

Sekjen PBB Antonio Guterres dalam sidang tersebut memperingatkan Israel bahwa penolakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terhadap solusi dua negara akan memperpanjang konflik yang mengancam perdamaian global dan memberi keberanian kepada ekstremis di seluruh dunia.

"Hak rakyat Palestina untuk membangun negara yang sepenuhnya independen harus diakui oleh semua, dan penolakan menerima solusi dua negara oleh pihak manapun harus dengan tegas ditolak," kata Guterres dalam pernyataan paling kerasnya tentang perang Israel-Hamas. 

"Solusi satu negara dengan jumlah Palestina yang begitu besar di dalamnya tanpa rasa kebebasan, hak, dan martabat yang nyata ... akan tak terbayangkan," katanya.

Guterres juga memperingatkan risiko eskalasi regional konflik kini menjadi kenyataan, menunjuk Lebanon, Yaman, Suriah, Irak, dan Pakistan. Dia mendesak semua pihak untuk mundur dari jurang dan mempertimbangkan biaya mengerikan dari perang yang lebih luas.

Pertemuan yang dipimpin Sekjen PBB Antonio Guterres melibatkan menlu dan duta besar senior dari 15 anggota Dewan beserta negara lain yang akan menyampaikan pandangannya mengenai krisis di Gaza, yang menghadapi krisis kemanusiaan akibat operasi militer Israel dan jumlah kematian yang meningkat sementara panggilan untuk gencatan senjata segera semakin meningkat.

Riyad Al-Maliki, Menteri Luar Negeri dan Warga Negara Negara Palestina, dalam sidang Dewan Keamanan PBB mengatakan pemimpin Israel tidak melihat rakyat Palestina sebagai realitas empiris dan politik untuk hidup berdampingan, melainkan sebagai ancaman demografis yang harus dihapus melalui kematian, pengusiran, atau penundukan.

Baca Juga: Israel Ingin Hilangkan Palestina dari Peta Dunia, Indonesia Desak DK PBB Lakukan 3 Hal Ini

Sekjen PBB Antonio Guterres dalam sidang Dewan Keamanan PBB hari Selasa, (23/1/2024) memperingatkan Israel bahwa penolakan PM Israel Benjamin Netanyahu terhadap solusi dua negara akan memperpanjang konflik yang mengancam perdamaian global dan memberi keberanian kepada ekstremis di seluruh dunia. (Sumber: AP Photo)

Hanya ada dua jalan ke depan, tegasnya, satu yang dimulai dengan kebebasan Palestina dan menuju perdamaian bersama serta keamanan di wilayah itu, atau satu lagi, terus menolak kemerdekaan dan menghukum wilayah itu melalui konflik tak berujung.

"Israel tidak boleh lagi bermimpi ada jalan ketiga di mana dapat memilih pendudukan terus-menerus dan kolonialisme serta apartheid dan dengan cara tertentu masih dapat mencapai perdamaian dan keamanan regional," tegasnya.

Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menyuarakan salah satu kecaman dan tuntutan terkuat dari Israel.

Retno Marsudi mengatakan, pada 18 Januari, PM Netanyahu secara terbuka menyatakan tidak akan membiarkan negara Palestina ada. 

"Indonesia dengan tegas menolak pernyataan ini. Pernyataan ini tidak dapat diterima. Ini menguak tujuan utama Israel untuk menghapus Palestina dari peta dunia."

IA lebih lanjut menantang Dewan Keamanan, "Akankah Dewan ini tetap diam di hadapan niat seperti itu? Ancaman perang besar-besaran di Timur Tengah adalah bahaya nyata dan sedang berlangsung."

Indonesia menuntut gencatan senjata segera dan permanen.

"Ini akan mengubah segalanya. Yang lebih penting, ini akan memberikan ruang untuk mengatasi situasi kemanusiaan di Gaza, memulai pekerjaan rekonstruksi pasca-konflik, dan proses solusi dua negara," tegas Retno Marsudi.

Pada saat yang sama, penting untuk mendukung pekerjaan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk membuka jalan bagi penyampaian bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa di Gaza.

Kedua, Indonesia menuntut bahwa Palestina harus segera mendapat keanggotaan penuh PBB. "Ini penting untuk memulai pekerjaan yang adil dan seimbang pada solusi dua negara dan menghentikan agresi brutal Israel."

Baca Juga: Menlu Retno: DK PBB Punya Mandat Pelihara Perdamaian Internasional, Bukan untuk Toleransi Genosida

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Keamanan Sipil Uzra Zeya berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan di markas besar PBB, Selasa, 23 Januari 2024. (Sumber: AP Photo)

Dan ketiga, Indonesia dengan tegas menuntut penghentian aliran senjata ke Israel. 

"Setiap senjata yang dikirim ke Israel dapat digunakan untuk membunuh warga sipil tak bersalah."

Sementara itu, perwakilan Israel mendesak Dewan Keamanan beralih fokus untuk mengatasi ancaman keamanan nyata dan signifikan di Timur Tengah, yang menderita "kanker" ancaman terus-menerus yang ditimbulkan oleh Hamas, yang memanfaatkan bantuan internasional untuk mengubah Gaza menjadi "mesin perang," serta "tujuan genosida untuk memusnahkan Israel" yang dikejar oleh Hamas selama peristiwa 7 Oktober di mana lebih dari 1.200 warga Israel tewas.

Menyebut seruan anggota Dewan untuk gencatan senjata sebagai "mengagetkan," dia memperingatkan langkah semacam itu akan membuat Hamas terus berkuasa, memungkinkan mereka berkumpul kembali dan bersenjata kembali sementara "orang Israel akan menghadapi upaya Holocaust lainnya."

Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan Dewan masih harus menuntut gencatan senjata dan menegakkan resolusi sendiri mengenai bantuan kemanusiaan, "Hentikan pembantaian ini," kata Safadi, menambahkan: "Mengadopsi resolusi Dewan Keamanan yang mengikat untuk mengakhiri penderitaan ini adalah setidaknya yang dapat Anda lakukan sekarang. Solusi parsial tidak akan mencapai perdamaian ini."

Menggarisbawahi bahwa Israel merusak solusi dua negara, dia mengatakan "pendudukan, kekerasan, dan perang tidak dapat terus menghantui wilayah kami." seraya menegaskan, 'Kita harus mengadopsi sikap bersama terkait gencatan senjata'

Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi Waleed El Khereiji mengatakan prioritasnya adalah mengurangi penderitaan dan mengakhiri krisis di Palestina, ia menyerukan kepada Dewan untuk memastikan gencatan senjata segera, "Kita tidak akan menyia-nyiakan upaya untuk mengembalikan perdamaian di wilayah ini, dan kita menyerukan kepada Dewan Keamanan untuk memastikan bahwa Israel menghentikan pelanggaran hukum internasional," katanya.

"Kita harus mengadopsi sikap bersama terkait gencatan senjata dan menyadari bahwa sikap provokatif Israel merusak upaya untuk mencapai stabilitas di wilayah ini, termasuk di Israel."

Baca Juga: Rusia: Pembicaraan Masa Depan Gaza Tanpa Adanya Gencatan Senjata adalah Sia-sia

Riyad Al-Maliki, Menteri Luar Negeri dan Warga Negara Negara Palestina, dalam sidang Dewan Keamanan PBB hari Selasa, (23/1/2024). (Sumber: AP Photo)

Lana Zaki Nusseibeh, Duta Besar Tetap Uni Emirat Arab untuk PBB, mengatakan skala penderitaan di Gaza menyaingi periode tergelap sejarah.

"Kita membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza. Mayoritas besar masyarakat internasional telah meminta hal ini berulang kali, dan sudah saatnya pandangan minoritas menghentikan penghalangannya," katanya kepada Dewan.

Menteri Luar Negeri Federasi Rusia Sergey V. Lavrov mengatakan Dewan keamanan belum memberikan tanggapan yang sesuai terhadap situasi ini karena posisi Amerika Serikat, untuk itu menyerukan sebuah tatanan dunia yang didasarkan bukan pada aturan Anglo-Saxon, melainkan pada hukum internasional dengan PBB memainkan peran sentral.

"Negara-negara Barat ingin fokus pada hari setelah konflik Israel-Palestina seolah-olah eskalasi di Gaza sudah berhenti," kata Lavrov menambahkan, "Logika licik dari delegasi Barat jelas, karena mereka telah menghalangi semua upaya Dewan untuk memanggil gencatan senjata yang sangat diperlukan."

"Dalam wilayah yang penuh konflik seperti Timur Tengah, di mana konflik melahirkan konflik, kita perlu berhati-hati dan bijaksana dalam setiap langkah yang kita ambil," katanya.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menegaskan gencatan senjata segera harus dianggap sebagai prioritas.

Israel menggempur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 25.500 warga Palestina dan melukai 63.354 warga sipil lainnya. 

Serangan Israel telah membuat 85% penduduk Gaza mengungsi secara internal di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang akut, sementara 60% infrastruktur enklaf tersebut rusak atau hancur, menurut PBB.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : UN News / Anadolu


TERBARU