Siapakah Warga Rohingya? Korban Genosida Myanmar, Minoritas Paling Dipersekusi di Dunia
Kompas dunia | 28 Desember 2023, 15:32 WIBWaktu itu, pemerintah Inggris Raya memasukkan Myanmar sebagai salah satu provinsi India.
Akan tetapi, migrasi dari India dan Bangladesh itu dipandang negatif oleh mayoritas penduduk asli Myanmar.
Baca Juga: Mahasiswa Aceh Serbu dan Usir Pengungsi Rohingya, UNHCR: Efek Ujaran Kebencian Terkoordinasi
Setelah merdeka, pemerintah Myanmar pun memandang migrasi besar-besaran yang terjadi pada masa kolonial Inggris Raya “ilegal.”
Hal tersebut membuat banyak warga Myanmar memandang etnis Rohingya sebagai orang Benggala, bukan Myanmar. Benggala sendiri adalah wilayah yang kini termasuk daerah Bangladesh dan India.
Sudut pandang diskriminatif terhadap etnis Rohingya kemudian memicu gelombang kekerasan yang mengusir Rohingya ke berbagai negara, termasuk Bangladesh, Malaysia, dan negara-negara Asia Tenggara lain.
Selama gelombang kekerasan tersebut, para pengungsi melaporkan banyak kasus penyiksaan, pembakaran, pemerkosaan, dan pembunuhan oleh pasukan keamanan Myanmar.
Eskalasi kekerasan terhadap Rohingya meningkat usai pembunuhan sembilan polisi perbatasan Myanmar pada Oktober 2016 silam. Pemerintah Myanmar mengeklaim pembunuhan itu dilakukan oleh sekelompok warga Rohingya bersenjata.
Pemerintah Myanmar kemudian menggalakkan operasi persekusi terhadap etnis Rohingya. Militer Myanmar diduga melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran permukiman.
Selama gelombang kekerasan yang berlangsung hingga saat ini, lebih dari 25.000 warga Rohingya diperkirakan dibunuh. Puluhan ribu etnis minoritas tersebut juga diduga diperkosa.
Gelombang kekerasan itu memicu eksodus pengungsi Rohingya. Per 2023, UNHCR memperkirakan terdapat lebih dari sejuta etnis Rohingya yang mengungsi dari Myanmar.
Berbagai badan PBB, pejabat Mahkamah Pidana Internasional (ICC), organisasi kemanusiaan, dan pemerintah-pemerintah luar negeri menuduh pemerintah Myanmar melangsungkan genosida terhadap etnis Rohingya.
Minoritas Paling Teraniaya di Dunia
Komunitas internasional secara umum menganggap etnis Rohingya sebagai “minoritas paling teraniaya di dunia.”
PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional berulang kali mengkritik perlakuan pemerintah Myanmar dan negara-negara tetangganya terhadap etnis Rohingya.
Setelah menghadapi persekusi dan pembunuhan massal di Myanmar, etnis Rohingya kerap mengalami “diskriminasi dan eksklusi” di tempat mereka mengungsi. Diskriminasi tersebut turut berdampak kepada anak-anak Rohingya.
Pada 2021 lalu, organisasi Save the Children melaporkan lebih dari 700.000 anak-anak Rohingya mengalami diskriminasi parah dan tidak bisa mengakses hak-hak dasar. Mayoritas anak Rohingya tinggal di tempat pengungsian.
Direktur Regional Asia Save the Children Hassan Noor menyebut akar masalah krisis pengungsi Rohingya adalah persekusi oleh pemerintah Myanmar.
Namun, Hassan menegaskan negara-negara di kawasan juga bertanggung jawab menjamin keamanan dan martabat pengungsi.
“Perlunya memastikan bahwa Rohingya aman, dihormati, dan dilindungi sangat mendesak. Ini mesti dimulai dengan memberi mereka kewarganegaraan di Myanmar, tetapi juga memastikan hak-hak mereka sebagai pengungsi dihormati di negara-negara lain, termasuk hak anak mendapatkan pendidikan,” kata Hassan.
Baca Juga: Facebook Digugat Rp2.155 T oleh Pengungsi Rohingya, Dituduh Terlibat Kekerasan Etnis di Myanmar
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV