> >

Saat Warga Suriah Pilih Batalkan Perayaan Natal sebagai Tanda Solidaritas dengan Warga Gaza

Kompas dunia | 25 Desember 2023, 09:00 WIB
Suasana kegembiraan Natal menghilang dari jalanan kota-kota SuriahMinggu, (24/12/2023), gereja-gereja utama membatasi perayaan hanya pada doa-doa, sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina yang menderita akibat serangan brutal dan genosida Israel di Gaza, Di Palestina, tempat kelahiran Yesus Kristus, rakyat sedang menderita, ujar Uskup Katolik Suriah Aleppo, Mor Dionysius Antoine Shahda. (Sumber: France24)

Badan PBB untuk pengungsi Palestina menyatakan kampanye militer Israel yang berlanjut tidak menyisakan tempat yang aman di seluruh wilayah yang sempit tersebut.

Baca Juga: NYELENEH! Ukraina Pindahkan Tanggal Hari Natal Agar Tak Sama dengan Rusia, Alasannya Cuma karena Ini

Tidak ada kesempatan untuk kebahagiaan

Sebelum perang saudara Suriah meletus pada tahun 2011, Suriah menjadi rumah bagi lebih dari 1,2 juta umat Kristen, meskipun jumlah besar di antaranya telah melarikan diri sejak itu.

Konflik tersebut meredam perayaan Natal, tetapi kegembiraan kembali meningkat dalam beberapa tahun terakhir ketika garis depan pertempuran runtuh, dan pasukan pemerintah Suriah merebut kendali atas sebagian besar wilayah negara itu.

Namun, kesedihan kini merajalela di jalanan ibukota Damaskus. Perayaan dibatasi hanya pada satu pasar, sementara Katedral Ortodoks Yunani Mariamite di Damaskus hanya menghiasi dengan dekorasi sederhana dan pohon kecil di halamannya.

Rachel Haddad, penduduk Damaskus berusia 66 tahun, mengatakan ia telah terpaku pada ponselnya selama lebih dari dua bulan, membaca berita tentang kehancuran di Gaza, dan tidak punya hati untuk menyiapkan pohon Natal.

"Tahun ini sangat sedih. Dimulai dengan gempa bumi dan diakhiri dengan perang di Gaza," kata Haddad, merujuk pada gempa bumi pada 6 Februari yang melanda selatan Turki dan Suriah, menewaskan setidaknya 55.000 orang.

"Tidak ada kesempatan untuk kebahagiaan," katanya, juga menyalahkan masalah ekonomi Suriah.

Ekonomi negara hancur oleh perang, dengan kekurangan bahan bakar yang terus-menerus dan pemadaman listrik harian yang panjang menjadi kenyataan hidup, "Jika tidak ada listrik, bagaimana Anda akan melihat dekorasi dan lampu-lampu itu?" tanya Haddad.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : France24 / Straits Times


TERBARU