> >

Era Baru Hubungan AS-Indonesia, Jokowi Desak AS Berbuat Lebih untuk Hentikan Kekejaman di Gaza

Kompas dunia | 14 November 2023, 08:30 WIB
Presiden Joe Biden bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Ruang Oval Gedung Putih, Senin, 13 November 2023, di Washington. (Sumber: Foto AP/Andrew Harnik)

WASHINGTON, KOMPAS.TV — Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden merayakan era baru dalam hubungan antara AS dan Indonesia, saat ia bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Gedung Putih, Washington DC pada Senin (13/1/2023). Kedua negara meresmikan hubungan yang lebih erat. Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara berpengaruh di Asia Tenggara.

Pernyataan tersebut merupakan cerminan komitmen AS terhadap kawasan tersebut sebelum Biden berangkat ke San Francisco untuk menghadiri pertemuan puncak para pemimpin Asia, di mana ia dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.

Washington dan Beijing telah berebut pengaruh di Asia Tenggara, yang merupakan persimpangan penting bagi perdagangan dan potensi konflik global.

“Ini akan menandai era baru dalam hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia secara keseluruhan,” kata Biden yang duduk di sebelah Joko Widodo.

Baca Juga: AS Serang Dua Lokasi di Suriah, Klaim Balasan atas Serangan Terhadap Pasukan Amerika

Ia menambahkan, Jokowi yang merupakan pemimpin negara kepulauan tropis, menyebutkan bahwa dirinya kedinginan saat keluar dari kendaraannya di Gedung Putih. Biden dengan nada bercanda pun mengatakan, “Saya mengatakan kepadanya bahwa saya bisa membereskannya segera,” dan terjadilah api yang berkobar di perapian Ruang Oval.

Biden dan Jokowi diperkirakan akan mengadakan acara minum teh sore hari dan bertemu dengan para penasihat utama sebagai bagian dari kemitraan strategis kedua negara. Agendanya juga akan memperluas perdagangan mineral penting seperti nikel, yang dapat digunakan untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia.

Jokowi menggambarkan AS sebagai salah satu mitra paling penting bagi Indonesia, dan ia mengatakan AS harus memberi “makna nyata” pada penguatan hubungan kedua negara.

Namun ada juga tanda-tanda perselisihan terkait perang antara Israel dan Hamas. Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, dan Jokowi tiba di Washington setelah menghadiri pertemuan puncak di Riyadh, Arab Saudi, di mana para pemimpin mengkritik pengeboman dan invasi Israel ke Gaza.

Presiden Jokowi mendesak AS untuk berbuat lebih banyak untuk menghentikan kekejaman di Gaza dan melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan.

Biden telah menolak seruan gencatan senjata, meskipun dia meminta Israel untuk lebih menahan diri dalam operasi militernya dan menyerukan penghentian pertempuran yang memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan atau pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.

Baca Juga: Jokowi ke Amerika Serikat, Megawati Usai Putusan MKMK, Tokoh Bangsa ke Gus Mus [TOP 3 NEWS]

Gedung Putih telah membina hubungan dengan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Biden menghadiri KTT G20 di Bali tahun lalu, dan Wakil Presiden Kamala Harris menghadiri KTT regional di Jakarta pada bulan September.

Sebelum mengunjungi Gedung Putih, Jokowi sempat singgah di Universitas Georgetown yang sedang merencanakan program baru di Indonesia. Jokowi menggambarkan peningkatan kesempatan pendidikan sebagai hal yang penting bagi pembangunan negaranya.

Ia mengatakan bahwa hubungan yang lebih dekat dengan AS dapat memberikan manfaat karena “Amerika Serikat adalah negara besar, dan pengaruhnya terhadap negara lain juga sangat besar.”

Namun ia juga berhati-hati dalam menekankan netralitas Indonesia di tengah ketegangan antara Washington dan Beijing.

“Indonesia selalu terbuka untuk bekerja sama dengan negara mana pun, dan tidak berpihak pada kekuatan mana pun, kecuali berpihak pada perdamaian dan kemanusiaan,” ujar Jokowi seperti dikutip dari The Associated Press.

Widodo juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai jumlah korban tewas di Gaza, dengan menyebutkan perkiraan bahwa satu anak terbunuh setiap sepuluh menit.

“Kehidupan manusia sepertinya tidak ada artinya, tapi bagi saya, setiap kehidupan sangat berharga,” katanya. “Ini adalah masalah kemanusiaan, dan untuk mengakhirinya memerlukan solidaritas global, kepemimpinan global yang memprioritaskan kemanusiaan.”


 

Penulis : Tussie Ayu Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU