Lavrov: Rusia Siap Berunding soal Ukraina, tapi Tanpa Gencatan Senjata karena Pernah Dikibuli Kiev
Kompas dunia | 24 September 2023, 22:38 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV - Rusia kembali menyatakan siap berunding soal Ukraina, tetapi tidak akan mempertimbangkan usulan gencatan senjata apa pun karena Moskow pernah dikibuli sebelumnya, demikian kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam konferensi pers usai sesi ke 78 Majelis Umum PBB.
"Kami bekerja dalam situasi nyata yang terus berkembang. Pada Maret dan April 2022, terjadi negosiasi, semuanya sudah diinisiasi. Tetapi dua hari kemudian, ada insiden di Bucha, karena, menurut saya, seseorang di London atau Washington tidak ingin perang ini berakhir," kata diplomat terkemuka itu dalam konferensi pers setelah sesi ke-78 Majelis Umum PBB seperti laporan TASS, Minggu, (24/9/2023).
"Itulah kenapa sekarang, ketika kami mendengar negosiasi, Putin memberikan komentarnya, dia mengatakannya dengan sangat jelas: ya, kita siap untuk negosiasi, tetapi kita tidak akan mempertimbangkan usulan gencatan senjata apa pun, karena kita sudah mempertimbangkannya sekali, tetapi Anda telah mengibuli kami," kata Lavrov.
Diplomat Rusia itu menunjukkan bahwa Barat melarang Kiev untuk bernegosiasi dengan Moskow, "Kami tidak hanya siap, kami setuju untuk bernegosiasi, kita mencapai kesepakatan pada April 2022. Dan setelah itu, sebagaimana saya pahami, Zelenskyy diberi tahu: karena mereka setuju begitu cepat, mari kita habiskan mereka," kata Lavrov.
Sebelumnya, Lavrov mengatakan semakin lama Kiev menunda negosiasi dengan Moskow, semakin sulit untuk bernegosiasi nantinya. Menurutnya, langkah pertama untuk kontak semacam itu haruslah pembatalan dekrit Zelenskyy yang melarang dialog dengan Moskow.
Adalah kepentingan global untuk mencegah terjadinya perang besar-besaran dan runtuhnya mekanisme kerja sama internasional, kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
"Saat ini, manusia sekali lagi, seperti sebelumnya, berada di persimpangan jalan. Bergantung pada kita untuk menentukan bagaimana sejarah akan berkembang. Dalam kepentingan bersama kita untuk mencegah terjadinya perang besar-besaran serta runtuhnya mekanisme kerja sama internasional yang dibuat oleh generasi pendahulu kita," kata Lavrov selama Debat Umum PBB.
Baca Juga: Di Sidang PBB, Menlu Rusia Sebut Negara Barat sebagai Kaisar Kebohongan Berpikiran Neokolonial
Lavrov mengingatkan bahwa Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah memanggil sebelumnya untuk mengadakan "KTT masa depan" pada tahun 2024.
"Keberhasilan upaya ini hanya dapat dijamin dengan membentuk keseimbangan kepentingan yang adil di antara semua negara anggota sambil tetap menghormati sifat antarpemerintah Organisasi kita," kata menteri luar negeri Rusia tersebut. "Pada pertemuan pada 21 September, anggota 'Kelompok Teman Untuk Mempertahankan Piagam PBB' atau ‘Group of Friends in Defense of the UN Charter’ sepakat untuk memfasilitasi pencapaian hasil tersebut."
"Sesuai dengan apa yang dikatakan Guterres dalam konferensi pers sebelum sesi saat ini, 'Jika kita menginginkan masa depan perdamaian dan kemakmuran berdasarkan persamaan dan solidaritas, pemimpin punya tanggung jawab khusus untuk mencapai kompromi dalam merancang masa depan bersama kita untuk kebaikan bersama'. Ini adalah jawaban yang baik bagi mereka yang membagi dunia menjadi 'demokrasi' dan 'otokrasi' dan hanya menetapkan aturan neokolonial mereka pada semua orang," tutur menteri tersebut.
Lebih lanjut, Lavrov menjelaskan, Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa adalah "kerajaan tipu muslihat," yang sangat semangat dalam mengambil komitmen, namun tidak akan mereka penuhi, kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam debat politik umum ke-78 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Pihak Amerika dan Eropa, yang biasa merendahkan negara-negara lain, sangat ingin memberikan janji dan mengambil komitmen, termasuk yang tertulis dan bersifat hukum, tetapi enggan untuk memenuhinya," kata Lavrov.
"Seperti yang dikatakan Presiden Rusia Vladimir Putin, Barat benar-benar adalah 'kerajaan tipu muslihat'," lanjut diplomat terkemuka Rusia tersebut.
"Sebuah tatanan dunia baru tengah terbentuk di depan mata kita," tambahnya. "Masa depan sedang mengambil bentuk dalam proses konfrontasi antara mayoritas global yang menuntut pembagian kekayaan global yang lebih adil dan menganjurkan keragaman dalam peradaban kita, dan sedikit orang yang menggunakan metode neo-kolonial untuk menundukkan dalam upaya untuk mempertahankan dominasi mereka yang sementara."
Baca Juga: Ukraina Klaim Laksamana Senior Rusia Tewas dalam Serangan Rudal ke Markas Armada Laut Hitam Krimea
Pada pertemuan tahunan pemimpin dunia tahun lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bersuara keras mengenai kelangsungan hidup manusia dan planet ini. Tahun ini, peringatan tersebut terdengar lebih keras dan lebih mengkhawatirkan, dan pesannya lebih mendesak: Bangun dan bertindak, sekarang juga, seperti laporan Associated Press, Sabtu, (23/9/2023).
Penilaian Sekjen PBB Antonio Guterres disampaikan dengan tegas, bertujuan untuk efek kejut. Kita tengah "kehilangan kendali," katanya. Kita semakin mendekati "patahan besar." Konflik, kudeta, dan kekacauan semakin meningkat. Krisis iklim semakin memburuk. Kesenjangan semakin dalam antara kekuatan militer dan ekonomi, antara utara kaya dan selatan miskin, antara timur dan barat. "Rubikon baru" telah dicapai dalam kecerdasan buatan.
Guterres sering berbicara tentang semua masalah ini. Tetapi tahun ini, yang ia sebut sebagai "waktu transisi yang kacau," pidatonya kepada para pemimpin menjadi lebih keras dan lebih mendesak. Dan jika melihat pidatonya sebelumnya tentang keadaan dunia, nampak jelas bahwa ia sudah menuju ke arah ini dalam waktu yang cukup lama.
Tahun ini, pesannya kepada para presiden dan perdana menteri, raja dan menteri yang berkumpul di ruang Sidang Umum PBB yang luas itu jelas dan tegas.
"Dunia kita sedang kehilangan kendali. Ketegangan geopolitik semakin meningkat. Tantangan global semakin mendesak. Dan sepertinya kita tidak mampu bersatu untuk merespons," kata Guterres kepada para pemimpin yang mengurus negara-negara di dunia ini. Ia mengatakan bahwa PBB dan cara negara-negara bekerja sama harus berkembang untuk menghadapi era ini.
"Dunia telah berubah. Institusi-institusi kita belum," kata Guterres sebelum pembukaan Debat Umum Sidang Umum PBB. "Kita tidak bisa secara efektif mengatasi masalah sebagaimana adanya jika institusi-institusi tersebut tidak mencerminkan dunia sebagaimana adanya. Alih-alih memecahkan masalah, mereka berisiko menjadi bagian dari masalah."
"Kita sepertinya tidak mampu," kata Guterres, "untuk bersatu dalam merespons."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : TASS / Associated Press