> >

PM Netanyahu Ungkap Perdamaian Bersejarah Israel dan Arab Saudi Tinggal Hitungan Bulan

Kompas dunia | 23 September 2023, 19:05 WIB
PM Israel Benyamin Netanyahu di media Amerika Serikat Fox News hari Jumat, (22/9/2023) membocorkan bahwa Israel di ambang terobosan bersejarah kesepakatan damai dengan Arab Saudi, mengatakan jendela kesempatan kesepakatan dengan Arab Saudi adalah beberapa bulan mendatang, seraya menekankan, jika kami tidak mencapainya dalam beberapa bulan mendatang, kita mungkin akan menundanya selama beberapa tahun, kata Netanyahu. (Sumber: Fox News)

NEW YORK, KOMPAS.TV - Israel berada di ambang terobosan bersejarah yang akan memunculkan kesepakatan damai dengan Arab Saudi. Hal itu diungkapkan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu saat wawancara degan media Amerika Serikat (AS) Fox News, Jumat (22/9/2023). Namun, Netanyahu tak menguraikan jalur yang jelas mengenai hambatan besar yang dihadapi oleh kesepakatan tersebut.

Netanyahu mengatakan kepada Fox News, "jendela kesempatan" untuk kesepakatan dengan Arab Saudi adalah "beberapa bulan mendatang". Ia menekankan, "Jika kami tidak mencapainya dalam beberapa bulan mendatang, kita mungkin akan menundanya selama beberapa tahun," kata Netanyahu seperti dilaporkan oleh Associated Press, Sabtu (23/9/2023).

Saat sebelumnya berpidato di Majelis Umum PBB, Netanyahu mengatakan, “Tidak diragukan lagi Perjanjian Abrahan membawa zaman perdamaian baru. Tetapi saya percaya kita berada di ambang terobosan yang lebih dramatis, perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi," kata Netanyahu menyebut perjanjian bersama antara Israel, Uni Emirat Arab, dan AS pada 202. Perjanjian itu menandai normalisasi hubungan publik pertama antara sebuah negara Arab dan Israel sejak Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.

"Perdamaian antara Israel dan Arab Saudi akan menciptakan Timur Tengah baru yang sesungguhnya," imbuh Netanyahu.

Netanyahu menyampaikan nada optimistis sepanjang pidatonya yang berlangsung sekitar 25 menit dan menggunakan alat peraga visual. Dia menampilkan peta yang kontras yang menunjukkan isolasi Israel pada saat penciptaannya pada tahun 1948 dan enam negara yang kini menjalin hubungan normal dengan Israel, termasuk empat negara yang melakukannya pada tahun 2020 dalam apa yang disebut Abraham Accords atau Perjanjian Abraham.

Ada beberapa hambatan di jalan menuju kesepakatan seperti itu, termasuk tuntutan Arab Saudi terhadap kemajuan dalam pembentukan negara Palestina, yang sulit dijual bagi pemerintahan Netanyahu, yang paling religius dan nasionalis dalam sejarah Israel.

Arab Saudi juga mencari pakta pertahanan dengan AS dan ingin bantuan dalam membangun program nuklir sipil mereka sendiri, yang menimbulkan ketakutan akan perlombaan senjata dengan Iran.

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengatakan dalam wawancara dengan Fox News pekan ini bahwa kedua belah pihak semakin mendekati kesepakatan, tanpa memberikan banyak detail tentang negosiasi yang dipimpin oleh AS. Dia menolak untuk menjelaskan apa yang persisnya dicari Arab Saudi untuk Palestina.

Baca Juga: Netanyahu Sebut Israel di Ambang Perdamaian dengan Arab Saudi, Janjikan Timur Tengah Baru

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan peta dari apa yang disebutnya Timur Tengah Baru di sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (22/9/2023). (Sumber: Richard Drew/Associated Press)

Netanyahu mengatakan Palestina "dapat sangat diuntungkan dari perdamaian yang lebih luas," seraya mengatakan, "Mereka harus menjadi bagian dari proses tersebut, tetapi mereka tidak boleh memiliki hak veto atas proses tersebut."

Pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina terhenti lebih dari satu dekade yang lalu, dan kekerasan meningkat selama setahun setengah terakhir ini, dengan Israel sering melakukan serangan militer di Tepi Barat yang diduduki dan warga Palestina menyerang warga Israel. Pemerintahan Netanyahu menyetujui ribuan rumah pemukiman baru di Tepi Barat, yang dikuasai Israel dalam perang tahun 1967 dan yang diinginkan oleh Palestina sebagai bagian utama dari negara masa depan mereka.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang berbicara di Majelis Umum pada hari Kamis, tidak mengacu secara langsung pada upaya mencapai kesepakatan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi. Tetapi dia mengulangi pentingnya konflik Israel-Palestina, yang semakin memburuk sejak Perjanjian Abraham ditandatangani.

"Mereka yang berpikir bahwa perdamaian dapat berlangsung di Timur Tengah tanpa rakyat Palestina menikmati hak nasional mereka yang penuh dan sah adalah keliru," kata Abbas.

Netanyahu sering tampak menikmati menggunakan podium Majelis Umum untuk mencela musuh Israel.

Dia terkenal menunjukkan gambar bom kartun pada tahun 2012 untuk menggambarkan penyempurnaan pengayaan uranium Iran. Pada tahun 2020, dia mengeklaim Hezbollah menyimpan bahan peledak di dekat bandara Beirut, yang mendorong kelompok militan yang bersekutu dengan Iran mengatur kunjungan segera oleh jurnalis, yang melihat mesin berat tetapi tidak ada senjata.

Peta yang dia pegang tahun ini tidak merujuk pada Tepi Barat, Gaza, atau Yerusalem Timur, wilayah yang dikuasai Israel pada tahun 1967 yang diinginkan Palestina untuk negara masa depan mereka. Peta itu tampaknya menunjukkan Israel mencakup ketiganya.

Baca Juga: Eks Bos Mossad Sebut Israel Terapkan Apartheid di Tepi Barat: Untuk Mendiskriminasi Orang Palestina

PM Israel Benyamin Netanyahu di media Amerika Serikat Fox News hari Jumat, (22/9/2023) membocorkan bahwa Israel di ambang terobosan bersejarah kesepakatan damai dengan Arab Saudi, mengatakan jendela kesempatan kesepakatan dengan Arab Saudi adalah beberapa bulan mendatang, seraya menekankan, jika kami tidak mencapainya dalam beberapa bulan mendatang, kita mungkin akan menundanya selama beberapa tahun, kata Netanyahu. (Sumber: Fox News)

Ruang sidang sebagian besar kosong selama pidato Netanyahu, meskipun ada sekelompok pendukung Netanyahu yang bertepuk tangan beberapa kali selama pidatonya. Para pendemo dan pendukung Netanyahu berdemonstrasi di seberang jalan dari markas besar PBB.

Dia juga mengulangi kritik lamanya terhadap Iran, yang dianggap Israel sebagai ancaman terbesarnya. Netanyahu mengacu pada tindakan keras Iran terhadap protes, penyediaan pesawat nirawak serangan kepada Rusia untuk digunakan di Ukraina, dan aktivitas militer Iran di seluruh Timur Tengah.

Netanyahu mendesak sanksi yang diperketat terkait program nuklir Iran, yang terus berkembang sejak AS keluar dari perjanjian bersejarah dengan Iran dan negara-negara adidaya, yang selama ini telah ditentang keras oleh Israel.

Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang juga menghadiri Majelis Umum, mendesak AS untuk menghapus sanksi guna kembali ke perjanjian nuklir. Iran selalu bersikeras bahwa program nuklirnya sepenuhnya damai, tetapi AS dan negara-negara lainnya percaya bahwa Iran punya program senjata rahasia hingga tahun 2003.

Raisi juga membantah bahwa Iran mengirimkan pesawat nirawak ke Rusia setelah serangan ke Ukraina. Pejabat AS dan Eropa mengatakan bahwa jumlah pesawat nirawak Iran yang digunakan oleh Rusia menunjukkan bahwa aliran senjata tersebut meningkat setelah perang dimulai.

Dalam pernyataan yang tidak jelas selama pidatonya, Netanyahu mengatakan, "di atas semua itu, Iran harus menghadapi ancaman nuklir yang kredibel".

Kantor Perdana Menteri kemudian mengeluarkan klarifikasi, mengatakan bahwa dia bermaksud mengatakan "ancaman militer yang kredibel". Israel, yang diyakini secara luas punya senjata nuklir tetapi belum pernah mengakui secara publik, berulang kali mengatakan bahwa semua pilihan ada di atas meja untuk mencegah Iran mendapatkan senjata nuklir.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU