Sekjen PBB Minta Ada Strategi Bersama dan Dana Tambahan untuk Selesaikan Krisis Myanmar
Kompas dunia | 7 September 2023, 23:55 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres hari Kamis, (7/9/2023) di Jakarta memperbaharui seruan mendesak kepada masyarakat internasional untuk mencari strategi bersama guna mengakhiri krisis yang semakin memburuk di Myanmar.
António Guterres mengatakan bantuan keuangan yang menurun harus ditingkatkan ke tingkat sebelumnya agar badan dunia tersebut dapat merespons "tragedi besar" ini, seperti laporan Associated Press, Kamis, (7/9/2023).
Guterres mengatakan situasi di Myanmar makin memburuk sejak pertemuan dengan pemimpin-pemimpin ASEAN pada KTT tahun 2022, dan kembali mengimbau junta militer Myanmar segera membebaskan semua tahanan politik dan "membuka pintu kembali ke pemerintahan demokratis."
Pasukan militer Myanmar merebut kekuasaan tanggal 1 Februari 2021, dari pemerintahan yang terpilih di bawah Aung San Suu Kyi, menangkapnya bersama anggota-anggota puncak dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang meraih kemenangan besar dalam pemilihan umum November 2020.
Pasukan keamanan menindas perlawanan yang meluas terhadap pengambilalihan militer tersebut dengan kekuatan mematikan, membunuh ribuan warga sipil dan menangkap ribuan lainnya yang terlibat dalam protes damai. Tindakan keras ini memicu perlawanan bersenjata di sebagian besar negara yang miskin.
Guterres membela respons internasional dalam konferensi pers hari Kamis sebelum bergabung dalam pertemuan-pertemuan KTT ASEAN di Jakarta, Kamis, (7/9/2023).
Baca Juga: Rencanakan Pertemuan ke Hanoi Vietnam, Mengapa Joe Biden Tak Hadir KTT Ke-43 ASEAN Jakarta?
Guterres juga memperbaharui keprihatinannya atas masalah-masalah lain yang semakin memburuk karena negara-negara berselisih pendapat. Ia memperingatkan "ada risiko nyata dari perpecahan, dari perpecahan besar dalam sistem ekonomi dan keuangan dunia dengan strategi berbeda dalam teknologi dan kecerdasan buatan serta kerangka kerja keamanan yang konflik."
"Dunia kita sedang diuji sampai batasnya oleh serangkaian krisis, mulai dari darurat iklim yang memburuk, perang dan konflik yang meningkat, kemiskinan yang semakin meningkat, ketidaksetaraan yang semakin meluas, hingga ketegangan geopolitik yang meningkat," kata Guterres.
Pada Agustus 2017, diskriminasi jangka panjang terhadap Muslim Rohingya di Myanmar yang mayoritasnya beragama Buddha, termasuk penolakan kewarganegaraan dan hak-hak lainnya, mencapai puncak ketika militer Myanmar meluncurkan apa yang disebutnya kampanye pembersihan di negara bagian Rakhine utara sebagai respons terhadap serangan oleh kelompok militan Rohingya terhadap polisi dan penjaga perbatasan.
Lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, di mana mereka tinggal di kamp-kamp, sementara pasukan Myanmar diduga melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan massal, dan membakar ribuan rumah.
Mahkamah Internasional, pengadilan tertinggi PBB, memerintahkan Myanmar pada Januari 2020 untuk melakukan segala yang bisa mereka lakukan untuk mencegah genosida terhadap etnis Rohingya.
"Saya tetap sangat prihatin tentang situasi politik, kemanusiaan, dan hak asasi manusia yang semakin memburuk di Myanmar, termasuk di negara bagian Rakhine dan nasib jumlah besar pengungsi yang hidup dalam kondisi putus asa," katanya.
Pemimpin PBB juga menyatakan dukungannya terhadap rencana perdamaian lima poin yang dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin ASEAN tahun 2021.
Baca Juga: Menhan Prabowo Subianto Ungkap ASEAN Adalah Tempat Teraman dan Paling Tenteram di Dunia
Rencana ini meminta penghentian segera kekerasan di Myanmar dan dimulainya dialog di antara pihak-pihak yang bersaing, termasuk para jenderal penguasa dan kubu Suu Kyi.
Namun, pemimpin-pemimpin ASEAN mengakui dalam sebuah pernyataan bersama bahwa strategi mereka gagal membuat kemajuan dalam penyelesaian masalah di Myanmar.
Meskipun demikian, para pemimpin ASEAN memutuskan tetap mengikuti rencana tersebut dan melanjutkan larangan terhadap para jenderal Myanmar dan pejabat yang ditunjuk mereka untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi ASEAN.
Wakil Presiden AS Kamala Harris, yang terbang ke Jakarta untuk bergabung dalam pembicaraan puncak ASEAN sebagai pengganti Presiden Joe Biden, mengatakan kepada pemimpin-pemimpin ASEAN hari Rabu bahwa Washington mendukung rencana perdamaian mereka.
"Kami punya komitmen bersama terhadap aturan dan norma internasional serta kemitraan kami dalam masalah nasional dan regional yang mendesak, seperti krisis di Myanmar," kata Harris.
"Amerika Serikat akan terus mendesak rezim tersebut untuk mengakhiri kekerasan yang mengerikan, membebaskan semua tahanan yang ditahan secara tidak adil, dan memulihkan demokrasi inklusif di Myanmar," kata Harris.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Associated Press