AS Jatuhkan Sanksi pada Pemimpin Paramiliter Sudan atas Pelanggaran HAM
Kompas dunia | 7 September 2023, 02:10 WIBKAIRO, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi terhadap komandan paramiliter Sudan, Abdelrahim Hamdan Dagalo atas tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh pasukannya dalam konflik berbulan-bulan dengan pasukan Sudan.
Dalam pernyataan panjang, Rabu (6/9/2023), Departemen Keuangan AS mengatakan mereka memberlakukan sanksi pada Abdelrahim, seorang komandan militer senior dan saudara dari Mohammed Hamdan Daglo yang merupakan Kepala Pasukan Pendukung Cepat (RSF). Tuduhannya, memimpin sekelompok prajurit yang bertanggung jawab atas pembantaian warga sipil, pembunuhan etnis, dan penggunaan kekerasan seksual.
Sudan terperosok ke dalam kekacauan hampir lima bulan yang lalu ketika ketegangan yang sudah lama berlangsung antara militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Burhan, dan pasukan paramiliter Sudan, RSF berkembang menjadi perang terbuka.
Menurut pernyataan pada hari Rabu, sanksi tersebut akan memblokir semua properti AS dan entitas yang dimiliki oleh Abdelrahim. Sanksi itu adalah yang pertama yang menargetkan individu dan diumumkan oleh AS sejak konflik pecah.
Pada bulan Juni, AS memberlakukan sanksi terhadap empat perusahaan kunci yang terkait atau dimiliki oleh tentara dan RSF. Mereka juga memberlakukan pembatasan visa pada pejabat dari kedua belah pihak Sudan, serta pemimpin dari pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden yang digulingkan Omar al-Bashir. Namun, tidak dijelaskan individu mana yang terkena dampaknya.
Lebih dari 5 juta orang mengungsi akibat pertempuran di Sudan, kata Badan Migrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa IOM, Rabu (6/9/2023) karena bentrokan tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, lebih dari 4 juta orang telah mengungsi secara internal sejak konflik pecah pada pertengahan April, sementara 1,1 juta lagi melarikan diri ke negara-negara tetangga. Lebih dari 750.000 telah pergi entah ke Mesir atau Chad, kata agensi tersebut.
Baca Juga: PBB: Ditemukan Kuburan Massal 87 Mayat di Darfur, Paramiliter RSF Sudan Ditengarai Pelakunya
Upaya internasional untuk memediasi konflik tersebut sejauh ini gagal. Setidaknya ada sembilan kesepakatan gencatan senjata sejak pecahnya konflik, dan semuanya gagal bertahan.
Pertempuran tersebut mengubah ibu kota Sudan, Khartoum, menjadi medan perang kota, di mana kedua belah pihak tidak berhasil mengendalikan kota tersebut.
Negosiasi perdamaian formal yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi di Jeddah ditunda pada akhir Juni dengan kedua mediator secara terbuka mengecam RSF dan tentara karena terus melanggar gencatan senjata yang mereka sepakati.
Sementara itu, di wilayah Darfur barat, tempat terjadinya genosida pada awal tahun 2000-an, konflik saat itu berubah menjadi kekerasan etnis, dengan RSF dan milisi Arab sekutu menyerang kelompok etnis Afrika, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia dan PBB.
Pada hari Rabu juga, Alice Wairimu Nderitu, penasihat khusus PBB tentang pencegahan genosida, menyatakan kekhawatirannya atas "serangan berbasis identitas" yang terus berlangsung di seluruh negeri.
"Warga sipil tak bersalah menjadi target berdasarkan ras" di Darfur, kata Nderitu dalam pernyataan. Serangan-serangan ini bisa dianggap sebagai kejahatan perang, tambahnya.
Pada bulan Juli, Karim Khan, jaksa Mahkamah Pidana Internasional, mengatakan ia sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan baru di Darfur.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press