Krisis Myanmar Semakin Mematikan, tetapi Diplomat ASEAN Tak Kunjung Capai Kesepakatan
Kompas dunia | 16 Juli 2023, 02:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Rangkaian pertemuan antarmenteri luar negeri ASEAN yang dilangsungkan di Jakarta, 11-14 Juli 2023 mengakui bahwa krisis Myanmar pasca-kudeta semakin mematikan. Namun, ASEAN gagal menyepakati solusi bersama untuk menghadapi krisis Myanmar usai junta tak kunjung mewujudkan Lima Poin Konsensus.
Perbedaan pendapat antara Thailand, negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar, dan beberapa negara ASEAN lain, termasuk Indonesia yang memegang keketuaan ASEAN 2023 mewarnai perdebatan dalam Pertemuan Tingkat Menteri (AMM) ASEAN ke-56 kemarin.
Di lain sisi, perhimpunan negara Asia Tenggara tersebut menekankan kembali pengecaman atas serangan udara, serangan artileri, dan tindak kekerasan lain yang terus-menerus terjadi di Myanmar.
Baca Juga: PBB: Lebih dari 40 Pekerja Kemanusiaan Tewas di Myanmar sejak Kudeta 2021
Krisis Myanmar adalah salah satu agenda utama dalam AMM ke-56 di Jakarta lalu. Pada pertemuan kali ini, representatif junta Myanmar kembali dikucilkan karena gagal menerapkan Lima Poin Konsensus.
Lima Poin Konsensus ASEAN sendiri telah disepakati junta pada 2021 silam. Lima Poin Konsensus antara lain berisi penghentian kekerasan segera, memulai negosiasi dengan mediasi utusan khusus ASEAN, serta penjaminan saluran bantuan kemanusiaan ke penduduk korban konflik.
Pihak junta sejak lama tidak memenuhi klausul-klausul dalam Lima Poin Konsensus tersebut. Pada saat bersamaan, junta terus memerangi pemberontak dan menimbulkan korban sipil.
Menurut catatan Assistance Association for Political Prisoners, sejauh ini hampir 3.000 orang terbunuh oleh junta militer Myanmar sejak kudeta. Lebih dari 23.700 orang pun ditangkap.
Seiring macetnya penerapan Lima Poin Konsensus, pada Rabu (12/7) lalu, Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai mengaku ke kolega ASEAN-nya bahwa ia telah menemui Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar yang dikudeta militer. Don menyebut Suu Kyi mendukung upaya dialog untuk menyelesaikan krisis Myanmar.
Akan tetapi, ASEAN tidak menyepakati inisiatif Bangkok tersebut. ASEAN selama ini berhati-hati mengambil langkah yang bisa dipandang sebagai pengakuan atas pemerintahan diktator militer Myanmar.
Baca Juga: AS Berkomitmen Menegakkan Kebebasan di Laut China Selatan, Dukung Kode Etik LCS antara ASEAN-China
Indonesia, Singapura, dan Malaysia diketahui bersikap tegas menentang tindakan yang dapat melegitimasi posisi Jenderal Min Aung Hlaing.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sendiri enggan secara langsung mengomentari inisiatif Thailand. Namun, Retno menekankan pentingnya penerapan Lima Poin Konsensus yang telah dirumuskan ASEAN.
”Isu Myanmar sangat kompleks. ASEAN harus melakukan langkah-langkah yang benar yang sesuai dengan Konsensus Lima Poin. Sebagai Ketua (ASEAN), Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah yang benar untuk rakyat Myanmar,” kata Retno dikutip Kompas.id.
Thailand: Kalian Tidak Tahu Apa yang Terjadi di Myanmar
Don Pramudwinai adalah representatif pemerintahan luar negeri yang diketahui menemui Suu Kyi sejak kudeta 1 Februari 2021. Don mengaku junta mengizinkan ia bertemu dengan Suu Kyi.
Don menyebut kontak dengan Suu Kyi adalah inisiatif pemerintah Thailand. Bangkok memandang inisiatif ini perlu karena urgensi krisis Myanmar saat ini.
"Ini adalah inisiatif kami. Kenapa? Karena kami memiliki perbatasan panjang dengan Myanmar, 2.400 (kilometer) dan berbagai hal terjadi setiap hari," kata Don dikutip Associated Press.
"Seperti Indonesia, kalian jauh dari Myanmar. Kalian tidak tahu apa yang terjadi," lanjutnya.
Salah satu isu urgen yang disinggung Don adalah pengungsi. Eskalasi konflik Myanmar dapat menimbulkan gelombang pengungsi ke negara tetangga, termasuk Thailand.
"Kami terdampak, India terdampak, negara-negara yang berbatasan dengan Myanmar semuanya terdampak," kata Don.
Kendati tidak menerima inisiatif Bangkok secara resmi, komunike bersama menteri luar negeri ASEAN mengakui bahwa sejumlah negara anggota menilai langkah Thailand sebagai "perkembangan positif."
Komunike bersama ASEAN juga mendesak organisasi-organisasi multilateral, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk bekerja sama dengan ASEAN mendesak junta melaksanakan Lima Poin Konsensus. ASEAN juga meminta dukungan komunitas internasional untuk bantuan kemanusiaan ke Myanmar.
"Kami mengutuk keras tindak kekerasan yang terus terjadi, termasuk serangan udara, serangan artileri, dan penghancuran fasilitas umum," demikian nukilan komunike bersama menteri luar negeri ASEAN.
Komunike bersama tersebut juga mendesak junta memastikan keamanan bantuan kemanusiaan ASEAN untuk sekitar 1,1 juta penduduk yang terusir karena perang. Pada Mei lalu, konvoi bantuan kemanusiaan ASEAN yang turut membawa diplomat Indonesia dan Singapura diserang di negara bagian Shan.
Sementara itu, Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia telah menginisiasi lebih dari 110 upaya komunikasi dengan pihak-pihak yang berkonflik di Myanmar. Selaku pemegang keketuaan ASEAN, Retno menyebut Indonesia hendak membangun rasa percaya yang penting untuk meredakan tensi dan menghentikan kekerasan.
Selain isu Myanmar, AMM ke-56 di Jakarta juga membahas beberapa isu lain seperti kawasan bebas senjata nuklir dan transisi energi Selain ke-10 negara ASEAN, kecuali Myanmar, forum ini juga dihadiri perwakilan negara mitra dialog, yakni India, Selandia Baru, Rusia, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Inggris, dan Kanada.
Baca Juga: Setahun Kudeta, ASEAN Minta Langkah Konkret Myanmar Stop Kekerasan dan Terapkan Lima Poin Konsensus
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Kompas.id/Associated Press